PTUN Kabulkan Gugatan Tim Advokasi Pembela Kebebasan Pers soal Pemblokiran Internet di Papua

Majelis Hakim PTUN Jakarta menyebut pemblokiran internet yang dilakukan di Papua merupakan perbuatan melawan hukum.

oleh Agustinus Mario Damar diperbarui 03 Jun 2020, 15:23 WIB
Diterbitkan 03 Jun 2020, 13:54 WIB
Tolak Pembatasan Internet di Papua dan Papua Barat
Masa aksi dari berbagai aliansi dan LBH menggelar aksi depan kantor Kominfo, Jumat (23/8/2019). Aksi solidaritas menolak pembatasan akses informasi dan internet di Papua dan Papua Barat itu meminta Kominfo mencabut pemblokiran akses internet. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Liputan6.com, Jakarta - Gugatan hukum terhadap tindakan pemerintah yang melakukan pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat akhirnya dikabulkan. Hal itu diketahui dari sidang putusan yang digelar Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Dikutip dari akun Twitter SafeNet, Rabu (3/6/2020), Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menyatakan tindakan Tergugat 1 (Menteri Komunikasi dan Informatika) dan Tergugat 2 (Presiden Republik Indonesia) adalah melakukan perbuatan melanggar hukum oleh Badan dan atau Pemerintahan.

Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo atau Jokowi serta Kementerian Komunikasi dan Informatika digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) oleh tim advokasi pembela kebebasan pers, yang terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, South East Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), LBH Pers, YLBHI, Kontras, Elsam, dan ICJR.

Gugatan dilayangkan kepada Presiden Jokowi dan Kemenkominfo lantaran keduanya dianggap menyalahi kekuasaan atas pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat pada Agustus 2019 hingga September 2019.

Muhammad Isnur dari YLBHI selaku koordinator tim advokasi mengatakan, saat pemadaman terjadi, pihaknya sempat beberapa kali bertanya langsung kepada Kemenkominfo soal landasan hukum terkait dipadamkannya internet di Papua dan Papua Barat.

"Kominfo tidak bisa menjawab, mereka beragumen ini hanya pesanan dari kira-kira lembaga keamanan. Jadi mereka tidak punya landasan hukum memadamkan internet," ujar Isnur di PTUN, Jakarta, Rabu (22/1/2020).

Menurut Isnur, sejatinya, pemerintah sebelum melakukan tindakan harus memiliki landasan hukum. Jika tidak, menurut Isnur sama saja pemerintah menyalahgunakan kekuasaan.

"Pemerintah harus berlandaskan hukum, kalau tidak ada dasar hukum berarti mereka sewenang-wenang. Dalam hal ini kami mendalilkan ke hakim bahwa pemerintah dalam memadamkan internet itu abuse of power," kata dia.

Banyak Kerugian

Tolak Pembatasan Internet di Papua dan Papua Barat
Masa aksi dari berbagai aliansi dan LBH menggelar aksi depan kantor Kominfo, Jumat (23/8/2019). Aksi solidaritas menolak pembatasan akses informasi dan internet di Papua dan Papua Barat itu meminta Kominfo mencabut pemblokiran akses internet. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Menurut Deputi Koordinator Advokasi Kontras Putri Kanesia, gugatan dilayangkan agar pemerintah tidak lagi melakukan hal serupa di kemudian hari. Sebab, pemadaman internet yang dia sebut sepihak ini menyebabkan banyak kerugian.

"Ini sebagai pembelajaran penting bagi pemerintah untuk tidak sembarangan melakukan pemadaman. Ini bisa kita bilang sepihak yah. Kalau pemerintah mengatakan pembatasan sepihak ini dilakukan untuk menghindari adanya hoaks di Papua, tapi kita juga sama-sama tahu persoalan dengan pembatasan atau perlambatan internet ini justru menimbulkan banyak kerugian yang lebih besar dari sekedar hoaks," kata Putri.

"Karena begini, pemerintah mengatakan untuk menghindari adanya hoaks yang berkembang di Papua pada saat itu, justru dengan perlambatan internet ini membuat teman-teman jurnalis yang ada di Papua tidak dapat memberikan informasi yang jelas kepada publik," lanjut dia soal gugatan ke Presiden dan Kemenkominfo.

(Dam/Ysl)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya