Merek Ternama Boikot Facebook, Mark Zuckerberg Kehilangan Rp 100 Triliun

Aksi boikot sejumlah merek ternama dengan menyetop iklan di Facebook ternyata berimbas pula pada sang bos, Mark Zuckerberg.

oleh Agustinus Mario Damar diperbarui 28 Jun 2020, 16:00 WIB
Diterbitkan 28 Jun 2020, 16:00 WIB
Mark Zuckerberg
Mark Zuckerberg, Founder sekaligus CEO Facebook, banyak disalahkan sebagian pihak karena membiarkan penggunanya membagikan tautan berita hoax di Facebook. (Doc: Wired)

Liputan6.com, Jakarta - Aksi boikot sejumlah merek ternama dengan menyetop iklan di Facebook ternyata berimbas pula pada sang bos, Mark Zuckerberg. Bahkan, aksi boikot ini berpengaruh pada kekayaan pria berusia 36 tahun tersebut.

Dikutip dari Phone Arena, Minggu (28/6/2020), Mark dilaporkan kehilangan kekayaannya sekitar USD 7 miliar atau sekitar Rp 100 triliun. Hal itu tidak lepas dari turunnya saham perusahaan beberapa waktu lalu.

Perlu diketahui, kekayaan Mark memang berasal dari saham perusahaan yang didirikannya tersebut. Meski kekayaannya turun, Mark sendiri masih memiliki nilai kekayaan sebesar USD 82,3 miliar atau sekitar Rp 1 kuardriliun.

Menanggapi hal ini, Mark juga sempat membahasnya pada para karyawan dan mengumumkan sejumlah perubahan soal kebijakan di Facebook itu. Salah satunya adalah menandai unggahan yang melanggar aturan.

Sebagai informasi, beberapa merek ternama memang sudah mengumumkan akan menyetop iklan di Facebook. Baru-baru ini, salah satu merek besar yang melakukannya adalah Unilever.

Menyusul Unilever, merek lain yang juga melakukan hal tersebut adalah Coca-Cola. Lalu, ada Docker dan Levi's yang bergabung dalam boikot tersebut, dan Hershey yang memangkas biaya iklan hingga 33 persen di Facebook.

Deretan Merek Ternama yang Ikut Setop Beriklan di Facebook

Ilustrasi Facebook
Lagi-lagi Mark Zuckerberg merogoh koceknya sendiri untuk donasi ke restoran favoritnya (Foto: unsplash.com/Alex Haney

Gelombang mundurnya sejumlah merek ternama yang berhenti beriklan di Facebook memang terus membesar. Terbaru, ada Unilever yang menyatakan berhenti beriklan di media sosial terbesar itu.

"Kami memutuskan mulai sekarang hingga setidaknya akhir tahun ini, tidak akan memasang iklan di newsfeed Facebook, Instagram, dan Twitter untuk pasar Amerika Serikat," tutur Unilever seperti dikutip dari Livemint. 

Keputusan Unilever ini tidak lepas dari kekhawatiran Facebook tidak serius mengatasi ujaran kebencian dan misinformasi di platform-nya.

Keputusan Unilever ini juga disebut cukup berdampak pada Facebook sebagai perusahaan. Alasannya, Unilever masuk dalam daftar 30 perusahaan dengan jumlah iklan terbesar di platform tersebut.

Oleh sebab itu, pada Jumat 26 Juni 2020 waktu setempat, saham Facebook dan Twitter langsung turun lebih dari 7 persen. Facebook sendiri belum memberikan komentar mengenai kondisi ini.

Sebagai informasi, Unilever menambah daftar perusahaan yang bergabung dalam kampanya boikot beriklan di Facebook. Selain Unilever, ada pula North Face, REI, Patagonia, Dashlane, dan Upwork.

Lalu beberapa hari lalu, Rakuten pemilik aplikasi chatting Viber juga ikut menyatakan hal serupa. Bahkan, Viber juga menghentikan dukungan GIPHY yang baru saja dibeli Facebook.

Kendati ikut bergabung, beberapa perusahaan itu tidak langsung menyetop iklan dalam jangka panjang. Beberapa di antaranya hanya menghentikan iklan hingga Juli 2020. 

Awal Mula Gerakan Ini Muncul

Mark Zuckerberg
CEO Facebook Mark Zuckerberg (Foto: Wallpapers Web)

Praktik moderasi konten di platform Facebook disebut menjadi salah satu pemicu awal gerakan ini. Termasuk ke dalam gerakan ini adalah National Association for the Advancement of Colored People (NAACP), Color of Change, dan Anti-Defamation League.

Mereka mengatakan tidak akan mendukung perusahaan yang lebih mengutamakan keuntungan.

"Facebook tetap tidak mau mengambil langkah signifikan untuk menghapus propaganda politik dari platformnya," kata Presiden dan CEO di NAACP Derrick Johnson dikutip dari Forbes.

Dia menilai Zuckerberg dan perusahaannya tidak hanya sekadar lalai, tetapi juga berpuas diri dalam penyebaran misinformasi di platformnya.

"Tindakan semacam ini akan menjungkirbalikkan integritas Pemilihan Umum mendatang. Kami tidak akan mendukung hal ini," ujar Derrick. 

(Dam/Ysl)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya