Incar Reputasi, Ransomware Tertarget Serang Bisnis di Asia Mulai dari Industri hingga Logistik

Demi mendapatkan tebusan, penjahat siber kini menggunakan ransomware tertarget (ransomware 2.0) yang mengincar data dan reputasi perusahaan untuk menyerang bisnis dan industri di Asia.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 14 Des 2020, 14:30 WIB
Diterbitkan 14 Des 2020, 14:30 WIB
Ransomware
Indonesia Kena Serangan Siber, Pakar: Jangan Sepelekan Keamanan. (Doc: PCMag)

Liputan6.com, Jakarta - Kaspersky mengungkap bahwa ransomware tertarget kini menjadi kejahatan siber yang banyak dilakukan di tahun 2020. Ransomware tertarget disebut juga dengan ransomware 2.0.

Serangan ini lebih dari sekadar pencurian data perusahaan tetapi si penjahat siber juga memanfaatkan reputasi digital untuk memaksa target membayarkan uang tebusan dengan jumlah besar.

Director of Global Research and Analysis Team (GReAT) Kaspersky Asia Pasific Vitaly Kamluk mengatakan, setidaknya ada 61 entitas di Asia Pasifik yang jadi sasaran ransomware tertarget.

Dibandingkan negara-negara lain di Asia Pasifik, Australia dan India merupakan mencatatkan insiden ransomware tertarget yang tertinggi.

Adapun segmen yang banyak jadi sasaran ransomware tertarget, mulai dari industri ringan seperti manufaktur pakaian, sepatu, furnitur, elektronik dan alat rumah tangga.

Kemudian industri pelayanan publik, media dan teknologi, industri berat termasuk pertambangan dan pembuatan kapal, industri konsultasi, keuangan, hingga logistik.

"Ransomware tertarget menjadi polemik bagi banyak perusahaan di Asia. Lebih dari 61 perusahaan dibobol dengan cara ini, dan ini adalah hal baru di Asia," kata Vitaly.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Kelompok Penebar Ransomware Maze

Ilustrasi Ransomware WannaCrypt atau Wannacry
Ilustrasi Ransomware WannaCrypt atau yang disebut juga Wannacry (iStockphoto)

Ia lebih lanjut mengatakan, dalam beberapa kasus, kelompok ransomware Maze mengaku sebagai aktor di balik insiden ini. Parahnya, kelompok ini juga mempublikasikan data curian dari perusahaan yang diserang.

Maze sendiri merupakan grup paling aktif dan merusak di antara semuanya. Kelompok ini dibentuk tahun 2019 dan hanya butuh setengah tahun untuk mempersiapkan dan meluncurkan kampanye ransomware yang menyerang banyak bisnis.

Dalam setahun, Maze membobol sekitar 334 perusahaan dan organisasi. Maze menjadi kelompok pertama yang memakai taktik penekanan, di mana mereka mengancam membocorkan data sensitif yang dicuri melalui situs web-nya sendiri.

"Pemberian tekanan sebagai taktik adalah ancaman serius bagi perusahaan atau organisasi. Serangan ini memainkan reputasi digital sebagai ancaman," kata Vitaly.


Sasar Reputasi Perusahaan Demi Dapat Tebusan

Ilustrasi ransomware. Dok: Alex Castro/The Verge
Ilustrasi ransomware. Dok: Alex Castro/The Verge

Lebih lanjut, Vitaly juga mengatakan, selain mengancam membocorkan data dan membahayakan keamanan, reputasi dan nama perusahaan pun terancam.

Jika pada serangan ransomware sebelumnya perusahaan hanya memperhatikan kelangsungan bisnis, dengan ransomware tertarget, perusahaan juga harus mewaspadai reputasi bisnis baik dengan mitra, pelanggan, sampai ke opini publik.

Survei Kaspersky menyebut, 51 persen pengguna di Asia Pasifik setuju bahwa reputasi online sebuah perusahaan adalah hal yang penting. Selain itu, 48 persen responden mengaku, mereka menghindari perusahaan yang diberitakan negatif.

"Ransomware tertarget bisa merusak reputasi organisasi baik secara online maupun offline. Selain kerugian finansial, memperbaiki reputasi dan nama baik juga hal yang sulit," katanya.

(Tin/Isk)

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya