Ilmuwan Kembangkan Metode Baru untuk Bahan Bakar Hayati Lebih Murah

Para ilmuwan telah menemukan metode lebih murah dan efisien untuk untuk membuat biofuel atau bahan bakar hayati.

oleh M Hidayat diperbarui 11 Jan 2021, 09:30 WIB
Diterbitkan 11 Jan 2021, 09:30 WIB
Ilustrasi biofuel atau bahan bakar hayati
Ilustrasi biofuel atau bahan bakar hayati. Kredit: Chokniti Khongchum from Pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Para ilmuwan telah menemukan metode lebih murah dan efisien untuk untuk membuat biofuel atau bahan bakar hayati.

"Proses konversi gula menjadi alkohol harus sangat efisien jika Anda ingin produk akhir bersaing dengan bahan bakar fosil," kata Venkat Gopalan, penulis senior di penelitian tersebut dan profesor kimia dan biokimia di The Ohio State University dikutip dari rilis pers via Eurekalert, Minggu (11/1/2020).

Dia menyoroti bahwa proses bagaimana melakukan itu sudah mapan, tetapi biaya yang diperlukan untuk proses itu membuat bahan bakar hayati tidak kompetitif jika dibandingkan dengan bahan bakar fosil.

"Bahkan dengan subsidi pemerintah signifikan sekalipun. Perkembangan baru ini kemungkinan akan membantu menurunkan biaya," tutur Gopalan.

Inti dari penelitian terbaru ini adalah metode lebih murah dan lebih sederhana untuk menciptakan "molekul pembantu" yang memungkinkan karbon di dalam sel diubah menjadi energi. Molekul tersebut, yang oleh ahli kimia disebut kofaktor, merupakan nicotinamide adenine dinucleotide (NADH) berikut turunannya (NADPH).

Kofaktor

Kofaktor ini dalam bentuk tereduksi telah lama dikenal sebagai bagian penting dalam proses mengubah gula dari tanaman menjadi butanol atau etanol untuk bahan bakar.

Mereka juga berperan penting dalam memperlambat metabolisme sel kanker dan menjadi target pengobatan beberapa jenis kanker. Namun, NADH dan NADPH mahal dari segi biaya.

"Jika Anda dapat memotong setengah biaya produksi, itu akan membuat biofuel menjadi aditif yang sangat menarik untuk membuat bahan bakar fleksibel dengan bensin," kata Vish Subramaniam, penulis senior makalah dan pensiunan profesor teknik di The Ohio State University.

Butanol, menurut Subramaniam, sering tidak digunakan sebagai bahan tambahan karena tidak murah.

"Namun, kalau bisa dibuat dengan murah, tiba-tiba kalkulusnya berubah. Anda bisa memotong biaya butanol menjadi setengahnya, karena biayanya terikat dalam penggunaan kofaktor ini."

Pembuatan kofaktor di laboratorium

Untuk membuat kofaktor ini di laboratorium, para peneliti membangun elektroda dengan melapisi nikel dan tembaga, yang dari segi biaya tidak mahal. Elektroda itu memungkinkan mereka untuk membuat ulang NADH dan NADPH dari bentuk teroksidasi yang sesuai.

Di laboratorium, para peneliti dapat menggunakan NADPH sebagai kofaktor dalam memproduksi alkohol dari molekul lain. Namun, karena NADH dan NADPH merupakan jantung dari begitu banyak proses konversi energi di dalam sel, penemuan ini dapat membantu aplikasi sintetis lainnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya