Pengamat Nilai Kuota Internet untuk Belajar Online Masih Dibutuhkan

Pengamat menilai kuota internet untuk belajar online masih dibutuhkan baik oleh dosen, mahasiswa, guru, dan orangtua.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 08 Feb 2021, 10:00 WIB
Diterbitkan 08 Feb 2021, 10:00 WIB
Kuota Internet Gratis untuk Pelajar
Guru membagikan kartu perdana Telkomsel dan Kuota 10 GB gratis kepada siswa kelas 7, 8 dan 9 SMPN 18, Pondok Benda, Pamulang, Tangsel, Kamis (10/9/2020). Program Kartu Perdana Merdeka itu untuk mendukung program pembelajaran jarak jauh (PJJ) di masa pandemi covid-19. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat sekaligus Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB), Muhammad Ridwan Effendi, menilai bantuan kuota internet untuk belajar yang diberikan oleh pemerintah masih dibutuhkan oleh masyarakat.

Ia menyebut, bantuan kuota belajar tahun 2020 telah sangat membantu baik bagi siswa, guru, dan orangtua.

Pembelajaran jarak jauh pun masih harus dilakukan seiring dengan upaya pemerintah untuk terus menekan pandemi Covid-19.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) berencana memberi bantuan kuota internet pada tahun 2021 untuk mendukung PJJ di masa pandemi.

"Jika siswa atau guru setiap hari harus membeli kuota internet, tentu menambah beban mereka. Apalagi banyak orangtua yang pekerjaannya terdampak pandemi. Bantuan kuota internet dari pemerintah akan sangat membantu mengurangi beban masyarakat," kata Ridwan.

Dari pengalamannya sendiri, ketika memberikan kuliah online selama satu jam dengan layanan video streaming, setidaknya dibutuhkan kuota 2GB.

Ia mengkalkulasi, jika mahasiswa mengambil 18 SKS, dibutuhkan minimal 9GB per minggu atau 36GB dalam sebulan. Jika rata-rata per 1GB dijual Rp 5.000 oleh operator, orangtua dan dosen butuh setidaknya Rp 180 ribu untuk paket internet.

Sebagai dosen, Ridwan menepis anggapan beberapa pihak yang mengatakan kuota gratis yang diberikan kepada siswa dan guru tidak bermanfaat dan mubazir karena mayoritas kuota internet yang diberikan hanya dipakai untuk mendukung Program PJJ.

Pembagian kuota umum dan belajar sudah tepat

FOTO: Mendikbud - DPR Evaluasi Belajar dari Rumah hingga Kesiapan Rekrutmen Guru Honorer
Mendikbud Nadiem Makarim (kiri) mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (16/11/2020). Rapat membahas evaluasi program belajar dari rumah terkait subsidi kuota internet serta isu-isu kesiapan rekrutmen guru honorer tahun 2021. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Dosen teknik ITB itu mengatakan, pembagian antara kuota belajar dan kuota umum yang diberlakukan pemerintah sudah tepat.

"Tujuannya agar kuota yang diberikan melalui dana APBN dapat dipakai untuk melakukan kegiatan belajar mengajar. Bukan untuk menonton drakor atau TikTok. Kalau dipergunakan untuk nonton drakor kan juga tidak benar," tuturnya.

Ridwan yang pernah berdiskusi dengan dosen dan siswa menyebut, kuota khusus belajar yang diberikan pemerintah habis dipergunakan untuk Zoom dan mengakses aplikasi lainnya yang sudah masuk whitelist khusus belajar.

Ia berpendapat, untuk menjamin kualitas serta kesinambungan layanan industri telekomunikasi nasional, harga jual dari kuota gratis Kemendikbud ini lebih kompetitif dari harga umum, namun tidak sampai di bawah harga pokok produksi operator.

Jangan bebani operator

Mulai September, Indosat Ooredoo Berikan Kuota Internet dari Pemerintah Hingga 50GB
Ilustrasi belajar online.

Ridwan memahami kesulitan yang tengah dialami pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19. Namun menurutnya, pemerintah jangan sampai membuat operator telekomunikasi merugi akibat menjual harga layanan di bawah harga pokok produksi.

Apalagi menurutnya, operator telekomunikasi tidak mendapatkan bantuan atau subsidi dari pemerintah di saat pandemi Covid-19.

"Pemerintah hanya memberikan dispensasi pembayaran BHP Frekuensi beberapa bulan saja. Namun ironisnya surat pemberian dispensasi pembayaran BHP Frekuensi itu keluar setelah operator telekomunikasi membayarkan BHP Frekuensi ke kas negara, sehingga praktis operator telekomunikasi tak mendapatkan bantuan dari pemerintah," katanya.

Ia berkata, operator yang tergabung dalam APJII dan ATSI membutuhkan bantuan penundaan pembayaran BHP Frekuensi atau penundaan pembayaran dana USO.

"Anggota ATSI dan APJII pada saat itu tidak meminta pengurangan BHP Frekuensi ataupun dana USO," katanya.

(Tin/Ysl)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya