Liputan6.com, Jakarta - Google dan Facebook hampir mencapai kesepakatan komersial terkait pembayaran media Australia, atas konten yang ditayangkan di kedua platform digital.
Hal ini dapat dicapai setelah Australia menciptakan undang-undang pertama di dunia yang bakal memaksa perusahaan digital untuk membiayai produk jurnalisme yang tayang di platformnya.
Advertisement
Dikutip dari Channel News Asia, Senin (15/2/2021), parlemen dijadwalkan untuk mengesahkan RUU pada minggu ini, setelah Komite Senat merekomendasikan tidak adanya perubahan draft peraturan yang sempat ditolak oleh Google dan Facebook. Kedua raksasa internet ini menyebut undang-undang tersebut "unworkable" alias tidak dapat dijalankan.
Salah satu menteri yang bertanggung jawab atas undang-undang tersebut, Josh Frydenberg, mengatakan, pada akhir pekan lalu, ia telah melakukan diskusi dengan CEO Facebook Mark Zuckerberg dan CEO Alphabet (Google) Sundar Pichai.
"Kami telah membuat kemajuan nyata, saya pikir dalam 48 hingga 72 jam, kita akan melihat beberapa kesepakatan komersial yang signifikan dan dapat memberikan keuntungan nyata bagi lanskap media domestik dan melihat jurnalis dihargai secara finansial karena menghasilkan konten orisinal sebagaimana mestinya. Ini adalah reformasi terdepan di dunia," kata Frydenberg.
Frydenberg mengatakan, belum ada negara lain yang telah melangkah seperti Australia (membuat undang-undang yang mewajibkan raksasa teknologi untuk membayar penerbit media).
"Tidak ada negara lain yang melangkah seperti kami. Ini merupakan proses yang sulit dan masih berlangsung. Jadi, jangan terlalu terburu-buru. Namun sejauh ini, pembahasannya memang sangat menjanjikan," tutur Frydenberg.
Kepada Australian Broadcasting Corp, Frydenberg mengatakan, kesepakatannya sudah 'sangat dekat.'
Google dan Facebook Belum Berkomentar
Sementara itu, pihak Google dan Facebook belum memberikan tanggapan ketika dimintai komentar.
Google sebelumnya meningkatkan kampanye untuk melawan undang-undang yang tengah diusulkan. Kepada Komite Senat yang meneliti rancangan undang-undang (RUU) tersebut, Google bahkan mengancam, pihaknya mungkin akan membuat mesin pencarinya berhenti beroperasi di Australia jika undang-undang tersebut disahkan.
Serupa, Facebook mengancam akan menghentikan layanannya bagi pengguna di Australia jika mereka dipaksa membayar berita kepada media setempat.
Kendati Google dan Facebook mungkin bisa menanggung biaya yang harus dibayarkan kepada media Australia, kedua perusahaan tampaknya khawatir jika Australia mensahkan undang-undang tersebut, akan menjadi preseden internasional menerapkan hal serupa.
Google memang selama ini menghadapi tekanan untuk membayar penerbit media di berbagai negara. Januari 2021, Google menandatangani kesepakatan dengan sejumlah media di Prancis, membuka jalan bagi perusahaan tersebut untuk melakukan pembayaran hak cipta digital.
Advertisement
Tekanan dari Berbagai Negara
Berdasarkan perjanjian itu, Google akan menegosiasikan kesepakatan lisensi individu dengan surat kabar setempat. Pembayaran didasarkan pada beberapa faktor, misalnya jumlah trafik situs harian dan bulanan.
Sementara, di Australia, Google menyebut pihaknya dapat membuat kesepakatan pembayaran dengan penerbit media sebelum RUU diundangkan.
Perlu diketahui, Undang-undang tersebut akan membentuk panel yang membuat keputusan mengikat terkait pembayaran jika platform dan bisnis media tidak menyetujui harga berita.
Panel ini nantinya akan menerima penawaran terbaik dari platform (Google/Facebook) maupun penerbit dan jarang menetapkan harga. Panel dibuat untuk mencegah platform dan media membuat permintaan harga yang tidak realistis.
Dua minggu lalu, Google mengumumkan mereka telah membayar tujuh situs berita di Australia, melalui program News Showcase. Program ini membayar penerbit berita yang berpartisipasi menyediakan konten paywall kepada pengguna News Showcase.
Lewat program ini, Google telah mencapai kesepakatan pembayaran dengan lebih dari 450 publikasi di seluruh dunia.
(Tin/Isk)