Liputan6.com, Jakarta - Facebook dilaporkan telah memberlakukan larangan terhadap banyak organisasi di Myanmar yang bergabung melawan kudeta militer pada Februari lalu. Informasi ini berdasarkan laman Rest of World.
Mengutip The Verge, Minggu (16/5/2021), larangan Facebook ini diberlakukan pada 2019, ketika organisasi seperti Arakan Army dan banyak sekutunya diklasifikasikan sebagai organisasi teroris oleh pemerintah sebelumnya.
Baca Juga
Namun sejak saat itu, banyak hal berubah di Myanmar. Setelah kudeta militer dan pengambilalihan pemerintah oleh militer, situasi politik negara tersebut menjadi sangat kompleks.
Advertisement
Perubahan lainnya adalah Arakan Army tidak lagi diklasifikasikan sebagai organisasi teroris, baik oleh pemerintah militer atau pun pemerintah yang digulingkan.
Menurut Rest of World, Facebook masih melarang adanya Arakan Army di platformnya, meski sudah tidak lagi diklasifikasikan sebagai organisasi teroris.
Tidak hanya Arakan Army, ada grup lain yang tidak bisa berkomunikasi melalui platform Facebook. Beberapa organisasi etnis bersenjata yang aktif di Myanmar yang bersatu melawan kudeta militer juga tidak diizinkan ada di Facebook.
Pelarangan Dianggap Langgar HAM
Disebutkan, banyak dari halaman Facebook mereka yang juga dibatasi pada 2019 di bawah pemerintah yang terpilih secara demokratis.
Rest of World juga mengungkap, larangan Facebook terhadap organisasi etnis bersenjata juga penuh kontroversi.
Sejumlah pihak menganggap, larangan Facebook termasuk sebagai pelanggaran atas HAM, dalam hal ini terkait penyebaran informasi.
Kini, organisasi dan jurnalis di Myanmar berpendapat, larangan Facebook mencegah mereka menunjukkan apa yang terjadi dalam perjuangan melawan pemerintah militer yang berkuasa saat ini.
Advertisement
Facebook Diminta Bentuk Dewan Pangawas untuk Myanmar
Direktur organisasi HAM mengatakan kepada Rest of World, "larangan semacam itu seperti mencoba menutup mata dan telinga orang."
Sebelumnya, Facebook juga melarang halaman yang terkait dengan pemerintah militer Tatmadaw setelah kudeta, namun aktivis HAM Thinzar Shunlei Yi mengatakan, Facebook masih gagal bereaksi terhadap perubahan politik yang terjadi di Myanmar.
Thinzar Shunlei Yi juga meminta Facebook untuk membuat dewan pengawas resmi untuk Myanmar.
(Tin/Isk)
Â