Transformasi Digital Meningkat, Keamanan Siber Sektor Infrastruktur Harus Dijaga

Sektor konstruksi dan infrastruktur dinilai menjadi salah satu target yang sangat rentan dari sisi ancaman keamanan siber

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 26 Agu 2021, 08:00 WIB
Diterbitkan 26 Agu 2021, 08:00 WIB
Ilustrasi Keamanan Siber, Kejahatan Siber, Malware
Ilustrasi Keamanan Siber, Kejahatan Siber, Malware. Kredit: Elchinator via Pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Transformasi digital dan pemanfaatan teknologi sudah merambah ke berbagai sektor, termasuk konstruksi dan pembangunan infrastruktur.

Namun seiring dengan meningkatnya digitalisasi, ancaman terhadap keamanan siber juga menjadi lebih tinggi.

Haresh Khoobchandani, Vice President of Asia Pacific Autodesk mengatakan, infrastruktur adalah target dengan kerentanan tinggi dari serangan siber karena penting dan besarnya nilai mereka.

"Jika infrastruktur penting seperti jalan, jembatan, pembangkit tenaga listrik, atau fasilitas air menjadi terganggu karena serangan siber, akan ada biaya nasional yang harus dibayar," kata Haresh.

"Tidak ada pemerintah yang menginginkan hal itu," ujarnya dalam sebuah seminar daring baru-baru ini.

Haresh mengungkapkan, ada "ratusan juta" percobaan serangan siber terhadap infrastruktur penting setiap harinya.

Ia mengatakan, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mengatakan, serangan siber di Indonesia meningkat hampir dua kali lipat menjadi lebih dari 495 juta kasus di 2020. Hal ini merupakan akibat dari kerja jarak jauh.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Pembajakan Software

Seminar daring AutoDesk: Transformasi Digital dan Keamanan Siber di Sektor Konstruksi, Selasa, 24 Agustus 2021 (Dok. Autodesk)
Seminar daring AutoDesk: Transformasi Digital dan Keamanan Siber di Sektor Konstruksi, Selasa, 24 Agustus 2021 (Dok. Autodesk)

Selain itu, menurut Haresh, tingginya pembajakan software di Indonesia juga meningkatkan kerentanan terhadap ancaman siber di Tanah Air.

"Walaupun ada peningkatan kesadaran tentang pentingnya menggunakan software berlisensi untuk mengurangi risiko keamanan, masih banyak yang belum beralih," ujar Haresh.

Padahal, studi menemukan bahwa berbagai organisasi memiliki peluang satu dari tiga untuk mendapatkan serangan malware ketika mereka menggunakan perangkat lunak yang tidak berlisensi.

Mengatasi serangan siber pun tidak hanya membutuhkan biaya besar, dengan setiap serangan rata-rata membebani perusahaan hingga US$ 2,4 juta. Mereka juga membutuhkan waktu hingga 50 hari untuk mengatasinya.

Berbagai Sektor Bisa Terganggu

Hacker
Ilustrasi peretasan sistem komputer. (Sumber Pixabay)

Serangan siber juga bisa mengganggu kepentingan nasional seperti perekonomian, infrastruktur, kesehatan, masyarakat, dan keamanan.

Hal itu seperti yang disampaikan oleh Kepala BSSN Hinsa Siburian dalam kesempatan yang sama. Menurutnya, keamanan siber haruslah dijaga karena adanya saling ketergantungan antar sektor.

"Contoh misalnya power plant saja, akan terdampak terhadap finansial, terhadap pemerintah, terhadap ICT (teknologi informasi dan komunikasi), jika power plant terganggu," katanya.

"Inilah yang menjadi perhatian kita. Jangan sampai terjadi serangan, yang akan mengakibatkan kelumpuhan di berbagai sektor industri," pungkas Hinsa.

Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Dedy Permadi mengatakan, salah satu cara menjamin keamanan siber yang komprehensif adalah menggunakan sistem dan perangkat elektronik yang sesuai dengan hukum dan undang-undang yang berlaku.

"Dengan manajemen risiko keamanan siber yang melibatkan perencanaan dan monitoring menyeluruh, berbagai organisasi dapat mengoptimalkan potensi transformasi digital yang mengalami percepatan," kata Dedy.

(Gio/Ysl)

Infografis Indeks Infrastruktur Indonesia

Infografis Indeks Infrastruktur Indonesia
Infografis Indeks Infrastruktur Indonesia
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya