Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan antariksa milik Rusia, Roscosmos, mengancam untuk tidak akan lagi menjual mesin roket ke Amerika Serikat. Ancaman ini merupakan bentuk respon Roscosmos terhadap sanksi yang dijatuhkan global pada Rusia.
Dengan ancaman ini, sebagian besar peluncuran roket di AS seharusnya tidak terpengaruh, namun keputusan ini ditengarai bisa mengubah cara kargo dikirim ke Stasiun Antariksa Internasional (ISS).
Baca Juga
Kepala Roscosmos, Dmitry Rogozin, mengumumkan kebijakan baru ini dalam sebuah wawancara TV. "Hari ini kami membuat keputusan untuk menghentikan pengiriman mesin roket yang diproduksi NPO Energomash ke Amerika Serikat," katanya, dikutip dari The Verge, Sabtu (5/3/2022).
Advertisement
Menurut Rogizin, selama ini pengiriman mesin roket cukup intensif sejak 1990-an. "Biarkan mereka terbang dengan sesuatu yang lain, sapu mereka, atau apa pun," katanya.
Keputusan ini akan mempengaruhi dua perusahaan eksplorasi antariksa AS, yakni United Launch Alliance (ULA) yang merupakan provider utama dalam peluncuran-peluncuran NASA dan Departemen Pertahanan AS.
Perusahaan lain yang terpengaruh adalah Northrop Grumman, yang secara berkala meluncurkan kargo NASA ke ISS.
Kedua perusahaan ini mengandalkan mesin roket Rusia yang dibuat oleh NPO Energomash untuk mendorong kendaraan antariksa ke luar angkasa.
Meski begitu, ULA mengklaim, telah memiliki semua mesin yang dipasok Rusia, yang dibutuhkan untuk roketnya. Perusahaan juga telah melakukan transisi ke mesin buatan Amerika untuk wahana-wahana baru.
Sementara bagi Northrop Grumman, keputusan ini bisa menghentikan penerbangan wahana antariksa di masa depan.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tentang ULA
ULA merupakan perusahaan patungan antara Boeing dengan Lockheed Martin. Perusahaan ini memakai mesin RD-180 buatan Rusia untuk mendukung roket Atlas V, yang telah diluncurkan rutin selama dua dekade ini.
RD-180 sendiri memiliki kontroversi sebelumnya. Pasalnya saat Rusia menginvasi Daratan Krimea pada 2014, Kongres AS melarang penggunaan mesin roket tersebut untuk meluncurkan satelit.
Kendati demikian, pelarangan dicabut. ULA pun mulai mengembangkan roket baru bernama Vulcan yang memakai mesin buatan negaranya.
Kini ULA memilih Blue Origin untuk mengembangkan roket bagi Vulcan. Sejauh ini, Vulcan masih dalam pengembangan. Dengan begitu, ULA masih bergantung pada Atlas V untuk melanjutkan kontrak dengan pemerintah AS.
Kendati demikian, CEO ULA Tory Bruno mengatakan, ULA mempercepat peralihan dari RD-180 hingga Vulcan bisa segera terbang. ULA disebut-sebut masih memiliki lebih dari dua lusin RD-180 di pabriknya di Decatur, Alabama. Ketersediaan ini dinilai cukup untuk menjalankan misi Atlas yang tersisa hingga 2025.
"Kami memiliki kesepakatan atas dukungan teknis dan suku cadang, namun jika dukungan itu tak tersedia kami masih bisa menerbangkan program Atlas kami," kata juru bicara ULA Jessica Rye.
Advertisement
Tentang Northrop Grumman
Kebijakan Rusia untuk tidak menjual mesin roket ke AS dinilai akan mempengaruhi Northrop Grumman dengan roketnya Antares. Antares memakai mesin RD-181 buatan NPO Energomash.
Rogozin mengklaim, Rusia masih harus mengirimkan lusinan jenis mesin roket di atas. "Kami punya rencana mengirimkan 12 mesin roket RD-181 pada 2022-2024. Namun dalam situasi ini kami tidak bisa memasok mesin terbaik kami ke AS," kata Rogozin.
Roket Antares sebelumnya meluncurkan wahana luar angkasa milik perusahaan yang dipakai untuk membawa kargo NASA ke ISS.
Northrop memiliki dua rencana penerbangan roket lagi dalam beberapa tahun ke depan. Saat ini, ada pesawat ruang angkasa Cygnus yang akan uji kemampuan untuk meningkatkan kemampuan ISS pada April mendatang.
Sejauh ini belum diketahui bagaimana perubahan tersebut berdampak pada peluncuran roket Northrop Grumman di masa depan. Baik Northrop maupun NASA belum memberikan komentar akan hal ini.
Bagi NASA, untuk mencapai ISS atau mengirimkan kargo ke sana, mereka telah memiliki kontrak dengan agensi antariksa lainnya, salah satunya SpaceX. Perusahaan Elon Musk ini memegang berbagai kontrak dengan NASA, baik untuk mengirim orang dan kargo ke ISS melalui roket Falcon 9.
Karena semua perangkat dan suku cadang roket ini dibuat di Amerika Serikat, SpaceX relatif kebal terhadap ancaman Rusia.
(Tin/Ysl)