Warganet Wajib Mengetahui Pentingnya Pemahaman Etika Berinternet di Dunia Maya

Kemkominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika) bersama GNLD (Gerakan Nasional Literasi Digtal) Siberkreasi kembali menggelar program Indonesia Makin Cakap Digital di Kota Makassar.

oleh Agustinus Mario Damar diperbarui 09 Jul 2022, 12:00 WIB
Diterbitkan 09 Jul 2022, 12:00 WIB
Ilustrasi Internet, Digital, Gaya Hidu Digital
Ilustrasi Internet, Digital, Gaya Hidu Digital. Kredit: Nattanan Kanchanaprat via Pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Kemkominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika) bersama GNLD (Gerakan Nasional Literasi Digtal) Siberkreasi melakukan kolaborasi untuk menggelar program Indonesia Makin Cakap Digital di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, secara daring.

Salah satu kegiatan yang digelar adalah webinar bertema 'Makin Cakap Digital, Makin Cakap Berpendapata di Dunia Maya. Webinar ini digelar mengingat di dunia maya seseorang tidak bisa bertindak sesuka hati, dan tetap mengikuti etika berinternet.

Internet tetap memiliki aturan tersendiri berdasarkan hukum yang berlaku. Oleh sebab itu, apabila melanggar hukum di dunia maya, tidak tertutup kemungkinan ancamannya bisa mendapat hukuman.

Rektor STIKOSA AWS Meithiana Indrasari yang hadir sebagai salah satu pembicara di webinar tersebut menuturkan, segala aktivitas digital di ruang digital dan menggunakan media digital membutuhkan etika digital.

Dalam hal ini, warganet harus paham dengan etiket menggunakan internet, termasuk konsekuensi jika melanggar atau menyebarkan konten negatif.

Untuk diketahui, jenis konten negatif berdasarkan UU ITE adalah yang melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan atau pencemaran nama baik, pemerasan dan/atau pengancaman, penyebaran berita bohong atau hoaks dan menyesatkan hingga mengakibatkan kerugian, serta penyebaran kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA. 

"Ini semua aturannya sudah jelas, ancaman penjaranya sudah jelas, ancaman dendanya juga sudah jelas. Jadi, jangan sampai jari kita ini menjadi bui," tuturnya seperti dikutip Sabtu (9/7/2022).

Selain Meithiana, pakar media Karmila membahas mengenai lima jenis komentar di internet yang bisa berujung pidana yaitu komentar body shaming dan pencemaran nama baik, komentar hoaks, komentar ancaman, komentar kesusilaan, dan komentar mengandung SARA.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Pentingnya Sikap Saling Menghargai

Ilustrasi situs web, website, internet
Ilustrasi situs web, website, internet. Kredit: 200 Degrees via Pixabay

Untuk itu, ia mengingatkan agar warganet agar tidak asal berkomentar, sekaligus menekankan perlunya menanam sikap saling menghargai dan selalu berpikir positif. Terlebih, tindakan warga di dunia digital juga selalu dipantau pemerintah.

"Jangan berpikir media sosial itu ranah pribadi. Pemerintah punya Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), lalu ada Kementerian Kominfo yang juga ikut mengawasi kalau ada akun yang melakukan tindakan negatif atau merugikan," ujarnya menjelaskan.

Sementara pembicara lain dari relawan TIK Bojonegoro, Jawa Timur, Sholikhin menyebut ada tujuh bentuk ujaran kebencian menurut Polri, yaitu penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut dan menyebarkan berita bohong.

Selanjutnya, ia juga menyebutkan lima cara mengenali hoax di dunia digital, yaitu mengecek kredibilitas alamat URL atau website, memeriksa halaman tentang situs website yang menampilkan informasi tersebut, dan mencermati apakah ada kalimat yang menyuruh pembaca membagikan pesan tersebut.

“Kemudian cross check di Google tema berita spesifik yang ingin dicek, misalnya informasi terkait tautan pendaftaran program Kartu Prakerja. Terakhir, cek kebenaran gambarnya di Google Image,” ucapnya.

Sebagai informasi, program Indonesia Makin Cakap Digital di Makassar ini didasarkan pada empat pilar utama literasi digital yakni Kemampuan Digital, Etika Digital, Budaya Digital, dan Keamanan Digital. Melalui program ini, 50 juta masyarakat ditargetkan akan mendapat literasi digital pada tahun 2024.

Memahami Pentingnya Menerapkan Nilai Pancasila di Ruang Digital

Ilustrasi anak-anak beraktivitas di dunia maya/di internet
Ilustrasi anak-anak beraktivitas di dunia maya/di internet. Kredit: Marc Thele via Pixabay

Sebelumnya, Dalam acara Indonesia Makin Cakap Digital di Tarakan, Kalimantan Utara, yang digelar secara daring oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dan Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD), Dosen Kebijakan Publik Universitas Jenderal Soedirman, Dwiyanto Indiahono, mengatakan nilai-nilai Pancasila sudah sepatutnya dijadikan landasan kecakapan digital.

"Kita juga harus mewujudkan nilai-nilai tersebut sebagai panduan karakter dalam beraktivitas di ruang digital. Salah satu contoh dari pengamalan nilai Pancasila, khususnya yaitu Sila Pertama, adalah dengan saling menghormati perbedaan kepercayaan di ruang digital," kata Dwiyanto, dikutip Kamis (7/7/2022).

Ia menilai hal ini penting untuk ditanamkan oleh orangtua kepada anaknya sebelum membiarkan anak berselancar di dunia maya.

Selanjutnya, mengenai keamanan di ruang digital, Ketua Relawan TIK Kota Semarang Afif Mas’udi Ihwan, menjelaskan bahwa anak sangat rentan terhadap hal-hal buruk di internet sehingga diperlukan pendampingan serta pemberian pemahaman dari orangtua.

Adapun berbagai potensi buruk yang dapat ditimbulkan dari internet pada anak yang tidak sepenuhnya paham akan keamanan digital, antara lain perundungan digital, pencurian data pribadi, hingga pelecehan seksual dan pornografi.

“Meski sudah memberikan aturan mengenai usia 13 tahun ke atas untuk setiap penggunanya, nyatanya masih banyak anak di bawah umur yang menggunakan Facebook. Pada saat itulah anak dapat dimintai foto oleh orang lain dan mereka secara sadar memberikannya tanpa mengetahui bahwa hal tersebut termasuk ke dalam pelecehan seksual,” ungkap Afif.

Pentingnya Rating dan Pengawasan Orangtua

Sementara, Fikri Andhika Hardiansyah selaku Direktur Program Next Generation Indonesia, menambahkan mengenai pentingnya memahami peringkat (rating) dalam game mengingat rating tersebut merepresentasikan konten yang terdapat di dalam permainan elektronik.

Salah satu kesalahan fatal yang dilakukan orangtua adalah membiarkan anak mengakses permainan elektronik yang tidak sesuai dengan batasan umurnya sehingga banyak konten-konten dewasa terpapar ke anak.

“Orangtua harus bisa memanfaatkan fitur pengawasan orangtua (parental control) yang umumnya terdapat sebagai fitur bawaan peranti permainan elektronik. Fitur ini memudahkan orangtua mengatur waktu penggunaan konsol game atau membatasi penggunaannya sesuai dengan rating-nya,” ujar Fikri.

Dengan hadirnya program Gerakan Nasional Literasi Digital ini diharapkan dapat mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif.

Kegiatan ini khususnya ditujukan bagi para komunitas di wilayah Kalimantan dan sekitarnya yang tidak hanya bertujuan untuk menciptakan komunitas cerdas, tetapi juga membantu mempersiapkan sumber daya manusia yang lebih unggul dalam memanfaatkan internet secara positif, kritis, dan kreatif di era industri 4.0.

(Dam/Ysl)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya