Liputan6.com, Jakarta - Cara kita berinteraksi di media sosial atau ruang digital adalah cerminan diri di kehidupan nyata. Maka dari itu, penting untuk menjaga etika dan budaya bermedia sosial.
Dalam webinar bertajuk 'Etika dalam Berteknologi Mempengaruhi Impresi pada Kehidupan Sosial Manusia' di Pontianak, Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Pancasila Diana Anggraeni, menjelaskan impresi pertama adalah persepsi awal yang melibatkan evaluasi positif atau negatif, terhadap karakteristik fisik dan psikologi seseorang yang pada akhirnya akan membentuk sebuah kesan.
Baca Juga
Profil Kompol Teguh Setiawan Pejabat Polrestabes Surabaya, Diduga Punya Hubungan dengan Pengusaha yang Minta Anak SMA Menggonggong
Top 3 Berita Bola: Timnas Indonesia Masih Berpeluang Lolos Piala Dunia Meski Terpuruk di Dasar Grup C
6 Potret Zeda Salim Bareng Rekan Artis, Foto Lawas dengan Ammar Zoni Curi Perhatian
"Kesan yang sudah terbentuk cenderung bertahan untuk waktu yang lama, bahkan saat sudah dihadapkan dengan informasi lain yang tidak sesuai dengan persepsi awal," ujar Diana, dikutip Kamis (1/12/2022).
Advertisement
Impresi awal ini, ia menilai, akan menunjukkan bahwa sebuah persepsi yang ditangkap pertama kalinya akan selalu lebih bermakna dengan persepsi yang diterima selanjutnya. Ini akan mempengaruhi interaksi selanjutnya, termasuk akan menjadi jejak digital.
Diana mengatakan, media sosial merupakan portofolio karya seseorang, termasuk menunjukkan kepribadian penggunanya, dan membuat orang lain tahu tentang bagaimana seseorang tersebut. Oleh karena itu, wajib untuk menjaga informasi diri kita sendiri di media sosial.
“Jangan jadikan media sosial sebagai ruang untuk curhat, baper, pamer, atau sombong. Bermedia sosial harus menggunakan tutur bahasa yang baik, menjaga emosi dan empati, serta patuh pada aturan etika yang berlaku,” ucap Diana memungkaskan.
Layar Ruang Digital Bukan Sekadar Huruf dan Angka
Dalam webinar yang digelar Kominfo bersama GNLD Siberkreasi ini Ketua Komunikasi Publik Relawan TIK Indonesia Muhammad Arifin mengingatkan pentingnya menjaga etika di ruang digital.
Menurut dia, berinteraksi di dunia maya harus diperlakukan layaknya interaksi di dunia nyata. Layar di ruang digital bukan hanya sekadar deretan huruf dan angka, tetapi ada karakter manusia yang sesungguhnya di balik itu semua.
“Etika dalam beraktivitas di dunia maya, antara lain tidak menghina, melecehkan, menyebarkan ujaran kebencian, tidak menyebarkan kabar bohong, dan hindari ungkapan yang berbau SARA yang dapat memecah belah persatuan,” kata Arifin.
Advertisement
Berbagi Konten Positif
Sementara itu, menurut Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang Frida Kusumastuti Kusumastuti, makin canggihnya teknologi digital seharusnya bisa menjadi sebuah peluang baru, terutama untuk menaikkan produktivitas.
Saat ini, setiap orang bisa berinteraksi dengan orang lain dari belahan bumi manapun tanpa dibatasi waktu, geografis, dan jarak.
Dengan media digital yang ada, siapapun bisa berbagi konten positif tentang pengetahuan, kreativitas, informasi, dan lain sebagainya.
“Berinteraksi dengan banyak orang untuk menambah pertemanan, relasi, dan saling berbagi budaya satu sama lain. Saling belajar dan saling mendukung, itu menjadi hal positif untuk meningkatkan produktivitas,” ucap Frida.
Infografis Cek Fakta: 6 Tips Cara Identifikasi Hoaks dan Disinformasi di Medsos
Advertisement