Liputan6.com, Jakarta - Dalam studi terbaru yang dilakukan oleh International Council on Clean Transportation (ICCT), para peneliti membandingkan emisi gas rumah kaca siklus hidup dari truk dan bus listrik, hidrogen, gas alam, dan diesel di Eropa.
Temuan dari penelitian ini memberikan peta jalan yang jelas menuju dekarbonisasi sektor transportasi dan memenuhi tujuan Perjanjian Paris.
Baca Juga
Eropa harus segera mengambil tindakan untuk mendekarbonisasi truk dan busnya. Walaupun truk dan bus adalah 2 persen dari kendaraan yang ada di jalan raya, keduanya berkontribusi terhadap seperempat emisi yang terkait dengan transportasi.
Advertisement
Studi ini tidak hanya memperhitungkan emisi CO2 dari knalpot kendaraan, tetapi juga emisi gas rumah kaca yang dihasilkan selama produksi kendaraan dan komponennya, pemeliharaan kendaraan, produksi bahan bakar, dan produksi listrik.
Salah satu temuan utama dari penelitian ini adalah bahwa fase penggunaan atau konsumsi bahan bakar merupakan kontributor tertinggi terhadap emisi gas rumah kaca kendaraan di seluruh siklus hidupnya, bukan ekstraksi bahan baku, konstruksi, atau pemeliharaan. Ini berarti bahwa jalan raya adalah sumber utama emisi gas rumah kaca.
Truk listrik baterai menempati urutan teratas dalam mengurangi emisi gas rumah kaca.
Ketika seluruh masa pakai traktor-trailer listrik baterai 40 ton yang mulai beroperasi pada tahun 2021 diperhitungkan, studi ini menemukan bahwa model ini menghasilkan emisi setidaknya 63 persen lebih rendah dibandingkan dengan truk diesel. Ketika listrik terbarukan digunakan, emisi berkurang hingga 84 persen.
Â
Temuan Lainnya
Truk listrik sel bahan bakar yang menggunakan hidrogen yang dihasilkan dari bahan bakar fosil ditemukan menghasilkan emisi gas rumah kaca 15 persen lebih rendah dibandingkan dengan truk diesel.
Ketika hidrogen diproduksi hanya dengan listrik terbarukan, emisi berkurang hingga 85 persen. Namun, penghematan ini masih lebih kecil daripada penghematan yang dicapai oleh model listrik baterai ketika menggunakan sumber energi tak terbarukan.
Studi ini menemukan bahwa truk dan bus berbahan bakar gas alam hanya memberikan pengurangan emisi gas rumah kaca yang sedikit dibandingkan dengan truk dan bus berbahan bakar solar.
Ketika emisi siklus hidup model kendaraan tahun 2021 dibandingkan, emisi tersebut ditemukan berkisar antara 4 persen hingga 18 persen lebih rendah daripada model diesel.
Â
Advertisement
Temuan Lainnya
Namun, manfaat dari kendaraan berbahan bakar gas alam menghilang ketika mempertimbangkan dampak pemanasan jangka pendeknya, yang menghasilkan emisi gas rumah kaca 0 persen hingga 21 persen lebih besar daripada kendaraan diesel selama siklus hidupnya.
Metana, yang bocor dari kendaraan dan selama produksi dan pasokan gas alam, merupakan pendorong signifikan emisi powertrain dan dapat merusak manfaat transisi ke gas alam.
Studi ini memberikan kontribusi inovatif terhadap analisis emisi gas rumah kaca dengan memperkirakan emisi gas rumah kaca saat ini dan proyeksi emisi gas rumah kaca di masa depan dari truk dan bus.
Selain itu, studi ini memperhitungkan intensitas karbon rata-rata siklus hidup campuran bahan bakar dan listrik, serta perubahan campuran bahan bakar selama masa pakai kendaraan dengan mempertimbangkan kebijakan energi yang ada saat ini.
Â
Temuan Lainnya
Analisis ini dapat menjadi masukan bagi strategi kebijakan transportasi di berbagai kota dalam upaya mengurangi jejak karbon.
Sebagai kesimpulan, studi ini menunjukkan bahwa truk listrik baterai adalah pilihan terbaik untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan memenuhi tujuan Perjanjian Paris.
Meskipun truk listrik sel bahan bakar yang menggunakan hidrogen yang diproduksi dari sumber terbarukan menunjukkan harapan, kapasitas untuk mengurangi emisi masih terbatas.
Truk dan bus berbahan bakar gas hanya memberikan pengurangan emisi gas rumah kaca yang kecil dan bahkan dapat mengakibatkan peningkatan emisi jika mempertimbangkan dampak pemanasan jangka pendeknya.
Advertisement