Liputan6.com, Jakarta - Prancis menyusul Inggris Raya dan Selandia Baru untuk memblokir TikTok di perangkat seluler (ponsel) pemerintah.
Namun, negeri pusat mode itu bergerak lebih jauh, yang mana juga melarang Twitter, Netflix, dan bahkan Candy Crush dari perangkat staf pemerintah.
Baca Juga
Mengutip Engadget, Sabtu (25/3/2023), menurut Menteri Layanan Publik Prancis Stanislas Guerini, aplikasi tersebut dinilai memiliki risiko keamanan siber yang berkaitan dengan data staf maupun administrasi pemerintah.
Advertisement
Pemerintah Prancis sendiri belum memberikan daftar rinci terkait aplikasi yang dilarang. Namun, Guerini mengatakan bakal ada beberapa pengecualian demi komunikasi yang diperlukan.
Dengan kata lain, larangan ini tidak akan menghalangi tim media sosial untuk memposting konten.
"Larangan itu akan segera berlaku, tetapi hukuman untuk pelanggaran aturan diputuskan di tingkat manajerial," kata Guerini, menekankan kalau larangan tersebut tidak memengaruhi perangkat pribadi.
Tindakan keras itu dilakukan setelah pemerintah federal AS (beserta sejumlah negara bagian), Kanada, Komisi Eropa, Inggris, dan Selandia Baru telah melarang aplikasi TikTok di perangkat pekerja mereka.
Dalam kasus tersebut, alasannya serupa: pejabat khawatir pemerintah China dapat mengumpulkan data penting, menyebarkan propaganda, dan memaksa ByteDance (perusahaan induk TikTok) untuk menyerahkan informasi sensitif.
TikTok berulang kali membantah bekerja sama dengan pemerintah China. Dalam kesaksian di hadapan komite DPR kemarin, CEO TikTok Shou Zi Chew mengatakan ByteDance "bukan agen China" dan data pengguna Amerika tidak akan dapat diakses oleh staf di negara lain pada saat proyek migrasi selesai akhir tahun ini.
Namun, kebijakan Prancis tidak ditujukan untuk satu negara atau kategori aplikasi mana pun. Sebaliknya, ini merupakan kekhawatiran umum bahwa aplikasi hiburan dapat menempatkan data pemerintah pada risiko yang tak diinginkan.
Â
Parlemen AS: TikTok Merusak Kesehatan Mental Anak-Anak dan Menebar Eksploitasi Seksual
Dalam sidang kongres dengan House Energy and Commerce Committee pada Kamis (23/3/2023) waktu Amerika Serikat (AS), CEO TikTok Shou Zi Chew digempur sejumlah pertanyaan tajam oleh para anggota parlemen AS.
Tak hanya itu, mereka bahkan menilai aplikasi TikTok berbahaya bagi kesehatan mental anak-anak. Juga menuduh platform ini mempromosikan konten yang mendorong gangguan makan di kalangan anak-anak, penjualan obat-obatan terlarang, dan eksploitasi seksual.
"TikTok dapat dirancang untuk meminimalkan bahaya bagi anak-anak, tetapi keputusan dibuat untuk membuat anak-anak kecanduan secara agresif demi keuntungan," kata anggota parlemen dari Demokrat, Kathy Castor, pada sidang kongres tersebut, dikutip Jumat (24/3/2023).
Anggota parlemen Demokrat, Tony Cardenas, mengatakan Chew adalah "penari yang piawai dengan kata-kata" dan menuduhnya menghindari pertanyaan sulit dengan bukti bahwa aplikasi tersebut telah merusak kesehatan mental anak-anak.
Chew membantah tudingan tersebut, dengan mengatakan bahwa perusahaan berinvestasi dalam moderasi konten dan kecerdasan buatan untuk membatasi konten semacam itu.
Lalu anggota parlemen Demokrat, Diana DeGette, mengatakan upaya TikTok untuk mencegah penyebaran informasi yang salah di platform tidak berhasil.
"Anda hanya memberi saya pernyataan umum bahwa Anda berinvestasi, bahwa Anda khawatir, bahwa Anda melakukan pekerjaan. Itu tidak cukup bagi saya. Itu tidak cukup bagi orangtua di Amerika," ujar DeGette.
Kemudian anggota parlemen AS lain, Gus Bilirakis, menunjukkan kepada panitia tentang kumpulan video pendek TikTok yang tampaknya membenarkan tindakan menyakiti diri sendiri dan bunuh diri, atau langsung mempengarungi para pengguna untuk bunuh diri.
"Teknologi Anda benar-benar menyebabkan kematian. Kita harus menyelamatkan anak-anak dari perusahaan teknologi besar seperti milik Anda, yang terus menyalahgunakan dan memanipulasi mereka untuk keuntungan Anda sendiri," klaim Bilirakis.
Chew memberi tahu Bilirakis bahwa aplikasi TikTok menangani masalah bunuh diri dan menyakiti diri "dengan sangat, sangat serius".
Advertisement
Upaya Keamanan Data TikTok Bernilai Rp 22,6 Triliun
Perusahaan mengatakan telah menghabiskan lebih dari US$ 1,5 miliar (sekitar Rp 22,6 triliun) untuk upaya keamanan data yang disebut sebagai "Project Texas".
Inisiatif tersebut memiliki hampir 1.500 karyawan tetap dan dikontrak dengan Oracle Corp untuk menyimpan data pengguna TikTok di AS.
Akan tetapi, kritik terus mengalir dalam sidang karena perusahaan tidak memberikan upaya baru untuk menjaga privasi pengguna.
Chew kemudian meyakinkan para anggota parlemen bahwa perusahaan tidak mempromosikan atau menghapus konten atas permintaan pemerintah China.
"Ini adalah komitmen kami kepada komite dan semua pengguna bahwa kami akan menjaga (TikTok) bebas dari manipulasi apa pun oleh pemerintah mana pun. TikTok secara ketat menyaring konten yang dapat membahayakan anak-anak," ujarnya menjelaskan.
TikTok Dituding Memata-matai Orang AS
Sekitar 20 senator AS (10 Demokrat dan 10 Republik) telah mendukung undang-undang bipartisan yang memberikan jalan bagi pemerintahan Presiden Joe Biden untuk melarang TikTok.
TikTok pekan lalu mengatakan pemerintahan Biden menuntut induk perusahaannya, Bytedance, melepaskan saham mereka ke perusahaan AS atau mereka akan menghadapi pemblokiran.
Bicara soal potensi divestasi, Chew mengatakan masalahnya bukan tentang kepemilikan dan berpendapat bahwa kekhawatiran AS pada TikTok dapat diatasi dengan memindahkan data ke pusat penyimpanan AS.
Kementerian Perdagangan China mengatakan bahwa memaksa penjualan TikTok akan sangat merusak kepercayaan investor dari seluruh dunia, termasuk China, untuk berinvestasi di Amerika Serikat.
Pada sidang DPR hari Kamis kemarin, anggota parlemen Neal Dunn bertanya pada Chew apakah ByteDance telah memata-matai orang AS atas permintaan Beijing? Chew menjawab, "Tidak."
Dunn dari Partai Republik kemudian bertanya tentang laporan media AS bahwa tim ByteDance yang berbasis di China berencana menggunakan TikTok untuk memantau lokasi warga AS tertentu, dan mengulangi pertanyaannya tentang apakah ByteDance memata-matai?
"Menurutku memata-matai bukanlah cara yang tepat untuk menggambarkannya," Chew menegaskan.
Dia melanjutkan dengan menggambarkan laporan tersebut sebagai penyelidikan internal, tetapi langsung dipotong oleh Dunn, yang menyebut penggunaan TikTok secara luas sebagai "kanker".
Advertisement