ATSI Curhat Masalah Industri Seluler Indonesia, Topang Ekonomi Digital tapi Bisnis Merana

Wakil Ketua ATSI Merza Fachys mengajak berbagai stakeholder untuk duduk bersama dan mendiskusikan masalah pembangunan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 28 Jun 2023, 10:23 WIB
Diterbitkan 28 Jun 2023, 09:00 WIB
Wakil Ketua ATSI Merza Fachys
Wakil Ketua ATSI Merza Fachys di Selular Awards 2023 (Liputan6.com/ Agustin Setyo W).

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Merza Fachys mengungkapkan deretan masalah yang dihadapi oleh perusahaan telekomunikasi di Indonesia.

Merza memulainya dengan cerita tentang awal kebangkitan industri seluler di Tanah Air. Di mana sekitar tahun 1995, teknologi komunikasi seluler mulai hadir di Indonesia dan mulai bangkit di tahun-tahun selanjutnya.

Namun berbeda dengan layanan seluler di negara-negara lain yang lebih banyak memakai layanan pascabayar atau postpaid, di Indonesia, konsumen seluler justru lebih memilih prepaid alias prabayar.

"Berbeda dengan di negara-negara lain, prepaid lebih dikenal, karena orang-orang di negara ini lebih senang bayar lebih dahulu baru memakai layanan seluler ketimbang yang pakai dulu baru bayar (pascabayar). Dari situlah, area layanan seluler prabayar menggerakkan sektor UMKM," kata Merza dalam acara Seluler Awards, Senin (26/6/2023).

Ia pun bercerita bagaimana layanan seluler menjadi enabler bagi berbagai hal. "Industri seluler membuat sektor dan bisnis baru terus berkembang, termasuk platform digital yang kini jadi tulang punggung ekonomi digital," tutur dia.

Pria yang juga menjabat sebagai Direktur Utama Smartfren ini mengutip survei APJII, di mana saat ini sebanyak 215,6 juta masyarakat Indonesia menjadi pengguna internet.

Angka ini setara dengan 78,2 persen dari penduduk Indonesia. Selain itu, persentase pengguna internet Indonesia lebih besar ketimbang rata-rata pengguna internet di Asia yang baru mencapai 73 persen dari populasi per negaranya.

Masih mengutip data APJII, Merza bilang, dari keseluruhan pengguna internet Indonesia, 98 persennya mengakses internet melalui smartphone.

"Ini menghidupkan 353 juta nomor seluler aktif, 94 persen entitas pelaku usaha di Indonesia telah berbisnis menggunakan internet dan hanya 6 persen yang tidak berbisnis menggunakan internet, yang rata-rata adalah sektor UMKM," kata Merza.

Topang Ekonomi Digital Tapi Bisnis Telekomunikasi Merana

Ilustrasi BTS 4G Telkomsel Baru
Ilustrasi BTS 4G Telkomsel Baru. Kredit: Telkomsel

Dari data tersebut, Merza mengatakan bahwa sepanjang perkembangannya, industri seluler telah membuka peluang dan layanan baru, termasuk platform digital.

Meski begitu, berdasarkan laporan tahun 2022, dari keseluruhan operator seluler di Indonesia yang kini hanya tinggal 4 operator (dari sebelumnya 11), "cuma" membukukan revenue kotor sebesar Rp 168 triliun. Itu pun tidak semuanya untung.

"Laporan tahun 2022 dari empat operator, revenue-nya naik 1,8 hingga 6 persen, tergantung operator mana. Namun, laba kotor operator turun antara 12-30 persen," kata Merza di Park Regis Arion Jakarta.

Mewakili operator seluler Tanah Air, Merza pun "curhat", di tengah industri telekomunikasi yang berdarah-darah karena mengalami penurunan laba ini, operator masih terus menopang berbagai kegiatan ekonomi digital Indonesia yang nilainya diproyeksikan mencapai USD 360 juta atau sekitar Rp 4.000 triliun pada tahun 2030.

"Di saat platform digital cukup bagus, penyelenggara operator justru sedang merana. Oleh karenanya, ada yang perlu dibenahi di sektor kita ini. Operator harus sehat dan kuat karena menanggung beban ribuan triliun rupiah," kata Merza.

Seperti Pembangunan Jalan, Infrastruktur Telekomunikasi Juga Perlu Support

Dia pun berkata, perusahaan telekomunikasi dan stakeholders-nya perlu mencari konsep baru untuk pengembangan dan pembangunan infrastruktur telekomunikasi.

"Beban berat ini perlu dibagi dengan penerima manfaat platform telekomunikasi. Butuh pembagian tugas untuk mendukung pembangunan infrastruktur telekomunikasi," tuturnya.

Merza mencontohkan, seperti pembangunan infrastruktur jalan di berbagai wilayah yang dibangun dengan pajak, pembangunan infrastruktur telekomunikasi hendaknya tidak hanya dibebankan ke perusahaan telekomunikasi semata, mengingat layanan telekomunikasi kini jadi hal krusial untuk menopang ekonomi bangsa.

"Pembebanan ke operator harus dihapuskan, perlu dipikul bersama-sama, duduk bersama-sama untuk membangun infrastruktur karena bisnis telekomunikasi tidak boleh jatuh untuk mendukung berjalannya platform digital," katanya.

 

Apresiasi Industri yang Berhasil Atasi Tantangan Pascapandemi

Sementara itu di Selular Award yang ke-20 tahun 2023 ini, CEO Selular Media Network Uday Rayana, menyebut pelaku industri akan mengaplikasikan berbagai pendekatan multi-stakeholder untuk mengembangkan teknologi yang selaras dengan prinsip keterbukaan dan aksesibilitas.

"Teknologi dan inovasi digital semakin penting untuk kemajuan pembangunan nasional, seiring digitalisasi di sana sini, muncul pula tantangan-tantangan. Selular pun memberikan penghargaan bagi perusahaan dan brand yang dinilai telah mampu mengatasi tantangan dan menumbuhkan loyalitas konsumen," katanya.

Lewat penghargaan ini, Seluler mengapresiasi industri yang berupaya mengatasi tantangan seperti pascapandemi hingga ancaman krisis global.

 

Infografis Era Teknologi 5G di Indonesia
Infografis Era Teknologi 5G di Indonesia (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya