Peneliti Selidiki Manipulasi Radiasi Matahari untuk Atasi Pencairan Es Antartika

Sebuah studi baru-baru ini di jurnal Nature Climate Change menyelidiki konsep yang berani: dapatkah manipulasi radiasi matahari secara buatan menyelamatkan bentangan es Antartika Barat dari kehancurannya yang akan datang?

oleh M Hidayat diperbarui 18 Agu 2023, 10:30 WIB
Diterbitkan 18 Agu 2023, 10:30 WIB
Ilustrasi melelehnya lapisan es di perairan Antartika.
Ilustrasi melelehnya lapisan es di perairan Antartika. (AFP/Vanderlei Almeida)

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah studi baru-baru ini di jurnal Nature Climate Change menyelidiki konsep yang berani mengenai perubahan iklim: Dapatkah manipulasi radiasi matahari secara buatan menyelamatkan bentangan es Antartika dari kehancurannya yang akan datang?

Di tengah bisikan penuh harapan tentang solusi perubahan iklin, sejumlah catatan peringatan bergema tentang riak tak terduga yang dapat diciptakan oleh intervensi ini.

Studi yang dipimpin oleh Johannes Sutter dari University of Bern, Swiss, menyelidiki gagasan memanfaatkan radiasi matahari untuk melawan pencairan gletser Antartika.

Sutter dan tim menyoroti pendekatan kontroversial yang dikenal sebagai Solar Radiation Management (SRM), istilah umum yang mencakup strategi yang ditujukan untuk mendinginkan Bumi dengan memblokir sebagian radiasi matahari yang masuk.

Urgensi yang mendasari penelitian ini berasal dari jurang genting pemanasan global.

"Jendela peluang untuk membatasi kenaikan suhu global hingga di bawah 2 derajat sedang ditutup dengan cepat," ujar Johannes Sutter memperingatkan, menekankan urgensinya.

Saat Bumi semakin dekat ke titik kritis--ambang batas di mana perubahan iklim bisa menjadi tak terbendung--waktu yang mendesak memerlukan langkah-langkah inovatif.

Lapisan es Antartika berdiri di ambang titik kritis, seperti yang ditunjukkan oleh berbagai pengamatan. Kekhawatiran? Runtuhnya lapisan es ini secara tiba-tiba dapat menaikkan permukaan laut secara dahsyat. Sutten dan tim menggeulit apakah manipulasi radiasi matari dapat menahan efek domino ini.

Skenario 1 - Emisi Melonjak

Menariknya, tim tersebut mempertimbangkan penggunaan aerosol—partikel kecil yang tersuspensi di atmosfer—ke stratosfer, sebuah intervensi yang dapat meniru peredupan sementara matahari.

Meskipun penelitian sebelumnya berfokus pada dampak global, penelitian ini memelopori dengan mengungkap konsekuensi spesifiknya terhadap lapisan es Antartika.

Hasil mengungkapkan interaksi yang kompleks. Jika emisi melonjak dan SRM dilangsungkan pada pertengahan abad ini, keruntuhan lapisan es mungkin tertunda, tetapi tidak sepenuhnya dapat dihindari.

 

Skenario 2 - Emisi Sedang

Namun, dalam skenario emisi sedang, menerapkan SRM lebih awal dapat memperlambat atau bahkan mencegah keruntuhan lapisan es secara signifikan.

Studi ini menggarisbawahi pentingnya memasangkan SRM dengan tindakan mitigasi iklim yang agresif dan dekarbonisasi cepat untuk mencapai stabilitas jangka panjang.

Sebelum kita membayangkan armada pesawat yang menyuntikkan aerosol tinggi ke stratosfer, penulis studi mengingatkan kita akan kerumitan yang luar biasa.

Sutter melukiskan gambaran yang jelas: armada pesawat terbang tinggi terus-menerus memercikkan jutaan ton aerosol. Operasi itu perlu dilanjutkan tanpa lelah selama berabad-abad.

Di sisi lain, dampak potensial dari SRM sebagian besar masih belum dipetakan. Dari pergeseran musim hujan hingga perubahan arus laut dan pola atmosfer, banyak sekali hasil yang tidak diinginkan. Pengasaman laut, akibat dari meningkatnya kadar karbon dioksida, pun akan bertahan.

 

Dampak Lainnya

Dan itu bukan hanya alam; lanskap sosial-politik dapat sangat terpengaruh, dengan langkah-langkah perlindungan iklim yang mungkin tergelincir.

Thomas Stocker, rekan penulis studi dan profesor fisika iklim dan lingkungan di University of Bern, mengangkat poin penting: "Geoengineering akan menjadi eksperimen global lainnya dan intervensi manusia yang berpotensi berbahaya dalam sistem iklim."

Dia mengutip Pasal 2 Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim, yang menyerukan untuk menghindari upaya berisiko tersebut.

Dalam mengejar solusi, penelitian ini mengungkap realitas bahwa geoengineering bukanlah solusi majarab. Komunitas global harus mempertimbangkan manfaat potensial terhadap bahaya yang tidak diketahui.

Saat umat manusia bergulat dengan tantangan iklim, wawasan ilmiah seperti ini menerangi jalan ke depan, tetapi juga menggarisbawahi pentingnya kehati-hatian dan tanggung jawab bersama.

Infografis 10 Kota Dunia dengan Kualitas Udara yang Buruk akibat Polusi

Infografis 10 Kota Dunia dengan Kualitas Udara yang Buruk akibat Polusi
Infografis 10 Kota Dunia dengan Kualitas Udara yang Buruk akibat Polusi
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya