Liputan6.com, Jakarta - Indonesia menghadapi dua tantangan utama dalam mengadopsi beberapa aspek teknologi, memperlambat implementasinya.
Tantangan pertama adalah regulasi yang belum mendukung sepenuhnya implementasi teknologi, seperti dalam kasus penggunaan cloud di sektor perbankan.
Baca Juga
Principal Solution Engineer Cloudera Fajar Muharandy menyoroti bahwa sebagian pelanggan perbankan masih menunggu untuk melihat apakah mereka dapat meletakkan data di luar negeri sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Advertisement
“Misalnya seperti customer kami di perbankan, mereka mau pakai cloud, mereka seperti wait and see nih, mau lihat boleh enggak sih taruh data di luar, itu salah satunya,” ujarnya saat konferensi pers, Selasa (5/12/2023).
Tantangan kedua, menurut Fajar, terkait dengan ketergantungan pada teknologi yang berasal dari negara lain.
Contohnya adalah teknologi Large Language Model (LLM) yang banyak dibuat oleh perusahaan asing, masih perlu diadaptasi lagi menggunakan bahasa Indonesia.
“Tidak bisa dipungkiri, open source LLM yang dibikin di luar sana, mungkin oleh Meta atau Facebook, dan banyak organisasi di luar sana yang mem-publish open source mereka, kebanyakan mereka melatih model mereka menggunakan bahasa inggris,” kata Fajar menambahkan.
Indonesia kemudian harus mengadopsi dan menyempurnakan teknologi tersebut sesuai dengan konteks dan kebutuhan lokal guna bisa bermanfaat kepada perusahaan tersebut.
Meskipun menghadapi hambatan ini, Fajar menyatakan Indonesia memiliki potensi untuk cepat mengimplementasikan beberapa aspek teknologi, tergantung pada industri dan aspek teknologinya.
Kecepatan implementasi teknologi di Indonesia dapat bersaing dengan beberapa negara lain di Asia Pasifik.
AI Generatif Bisa Dongkrak Ketahanan Bisnis di Tengah Krisis Ekonomi
Di sisi lain, perekonomian global belakangan ini mengalami banyak guncangan, seperti peningkatan inflasi, kenaikan suku bunga, dan harga minyak yang tidak stabil.
Saat tantangan ini merambah wilayah Asia Pasifik (APAC), para pemimpin bisnis perlu memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan ketahanan perusahaan mereka, serta membantu decision making.
Dalam acara yang sama, Vice President APAC & Jepang Cloudera Remus Lim menjelaskan salah satu caranya adalah dengan memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) Generatif dan memaksimalkan arsitektur data yang kuat.
“Perusahaan sekarang benar-benar membutuhkan manajemen data yang baik, dan AI dapat membantu hal ini. Akan tetapi, agar bisa mempercayai AI, perusahaan juga perlu memiliki data yang dapat dipercaya,” ujarnya.
Remus mengutarakan, perusahaan yang tidak bisa mempercayai AI generatif akan menemukan kondisi yang berbahaya. Pasalnya, semua keputusan yang diambil AI akan berpengaruh ke masa depan perusahaan itu sendiri.
Untuk diketahui, AI banyak digunakan perusahaan untuk meningkatkan nilai bisnis pada 2023, dan diprediksi akan terus menjadi fokus pada tahun depan.
Pasalnya, AI Generatif dan machine learning (ML) kini lebih mudah diakses oleh banyak orang, dan banyak organisasi mengambil langkah-langkah serupa untuk mengoptimalkan keuntungan yang dapat diberikan oleh AI/ML bagi bisnis mereka.
Pengoperasian AI tidak hanya berdampak pada penghematan biaya dan efisiensi operasional dengan mengotomatisasi tugas-tugas yang monoton dan memakan waktu, tetapi juga membuka peluang inovasi dan pendekatan kreatif terhadap tantangan bisnis.
Penting untuk diingat bahwa platform AI tidak beroperasi secara terpisah, melainkan membutuhkan seluruh arsitektur data bisnis yang terintegrasi untuk memberikan akses cepat dan mudah ke data yang tersedia.
Advertisement
Kualitas Data Sebanding dengan Kualitas AI
Bagi Cloudera, kualitas model AI/ML sebanding dengan kualitas data yang diberikan kepada mereka, yang menekankan pentingnya keamanan dan tata kelola data yang konsisten di seluruh organisasi.
Organisasi yang ingin memanfaatkan model AI/ML dengan baik harus memastikan bahwa mereka menjalankan strategi AI/ML dan platform data yang tepat, termasuk teknologi keamanan dan tata kelola yang terintegrasi.
Nantinya, hal ini akan memberikan visibilitas dan kendali penuh atas data di seluruh organisasi, independen dari lokasi penyimpanan data.
Lebih lanjut, Remus menyatakan bahwa adaptasi organisasi tidak harus mengorbankan inovasi atau pertumbuhan.
Dalam menghadapi masa depan ekonomi yang tidak pasti, langkah-langkah yang diambil harus menjaga keseimbangan antara resiliensi dan kemampuan untuk terus berinovasi.
Strategi AI harus diintegrasikan dengan cermat ke dalam strategi bisnis, bukan hanya menjadi tren yang diikuti begitu saja.
Baginya, penting untuk membangun pondasi AI yang kuat sejak awal dan memastikan bahwa teknologi, manusia, dan proses saling mendukung.
Dengan melakukan hal ini, organisasi dapat memanfaatkan AI pada data yang terpercaya, mendorong inovasi, dan tetap tumbuh bahkan di tengah ketidakpastian.
Sebuah organisasi yang mampu beradaptasi dapat bertahan dan tetap teguh, sementara organisasi yang antifragile terus beradaptasi, berkembang, dan menjadi lebih kuat melalui setiap tantangan.
Infografis: Digitalisasi Teknologi Membuat Adanya Perubahan Transaksi Pembayaran
Advertisement