Liputan6.com, Jakarta - Sektor pangan nasional memiliki sejumlah tantangan terkait produktivitas pertanian dan kualitas produk pangan yang perlu ditingkatkan.
Direktur Supply Chain Management dan Teknologi Informasi PT Rajawali Nusantara Indonesia/ID Food, Bernadetta Raras, menilai penerapan smart farming bisa menjadi solusi untuk menjawab tantangan di sektor pangan nasional.
Advertisement
Baca Juga
Ia menjelaskan, Holding BUMN Pangan ID Food telah menjalankan roadmap penerapan smart farming di sejumlah lini bisnisnya.
Advertisement
“Penting untuk ID FOOD menerapkan smart farming. Sebagai Holding BUMN Pangan yang dibentuk pemerintah, ID Food memiliki tugas besar menjaga ketahanan pangan nasional serta meningkatkan inklusifitas petani, peternak, nelayan, dan UMKM,” ujar Raras melalui keterangannya, Senin (5/8/2024).
Salah satu contoh nyata keberhasilan smart farming adalah di sektor gula, di mana melibatkan penginderaan jarak jauh, sensor, dan internet of things (IoT).
Raras mengklaim, dengan penerapan smart farming, ID FOOD mampu mengolah tebu dari 50.000 hectare lahan setiap tahun sambil memaksimalkan produksinya.
"Dengan smart farming, konektivitas sistem yang dihasilkan mendukung proses pengambilan keputusan cepat dan tepat, serta membantu sistem peringatan dini untuk menghindarkan perusahaan dari kerugian atau kehilangan produksi," ia menjelaskan.
Meningkatkan Produktivitas
Sementara dari sisi produksi, penerapan smart farming penting untuk menjaga akurasi pelaksanaan budidaya tebu. Mulai dari tanam hingga panen atau tebang, sehingga meningkatkan produktivitas.
Dampaknya, penjualan gula ID FOOD pada tahun 2023 tumbuh 5% menjadi 421 ribu ton.
Sedangkan dari sisi keuangan, Raras menjelaskan, penerapan smart farming juga berdampak positif--dari mulai pengurangan biaya atau efisiensi dan peningkatan pendapatan.
Di lini bisnis gula sendiri, tercatat ada peningkatan pendapatan 14% pada 2023 menjadi Rp 5,6 triliun dibandingkan tahun sebelumnya.
Advertisement
Perbandingan dengan Metode Tradisional
Segala pertumbuhan tersebut tidak terlepas dari penerapan digitalisasi teknologi perusahaan secara bertahap, sesuai road map yang disusun.
Raras menuturkan bahwa smart farming berdampak finansial yang besar dibanding metode tradisional, dengan biaya tahunan yang lebih rendah untuk tenaga kerja dan peralatan.
"Penghematan biaya ini bisa diinvestasikan kembali ke dalam penelitian untuk meningkatkan hasil panen,” ia memungkaskan.
Infografis: Perlawanan Satu Dekade Petani Kendeng (Liputan6.com/Abdillah)
Advertisement