Soal RPP Perlindungan Anak di Ranah Digital, Pakar: Jangan Sampai Jadi Penghalang, Edukasi Harus Diperkuat!

Penyusunan RPP Perlindungan Anak di Ranah Digital menjadi krusial mengingat pesatnya perkembangan teknologi digital yang membawa dampak signifikan bagi kehidupan anak-anak.

oleh Tim Tekno Diperbarui 04 Mar 2025, 21:00 WIB
Diterbitkan 04 Mar 2025, 21:00 WIB
Tips Cara Mengawasi Anak dalam Menggunakan Gadget dan Media Sosial
Pengawasan orang dewasa sangat diperlukan bagi penggunaan gadget oleh anak (fptp: Pexels/Ketut Subiyanto)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tengah menggodok Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perlindungan Anak di Ranah Digital.

Langkah ini diambil sebagai respons atas meningkatnya kekhawatiran publik terkait risiko yang dihadapi anak-anak di dunia maya.

Penyusunan RPP ini menjadi krusial mengingat pesatnya perkembangan teknologi digital yang membawa dampak signifikan bagi kehidupan anak-anak.

Mereka rentan terpapar konten negatif, kejahatan siber, dan berbagai risiko lainnya di platform digital. Namun di satu sisi, teknologi memberikan manfaat besar dalam pendidikan dan pengembangan diri. 

Selain itu, muncul perdebatan tentang sejauh mana pembatasan ini diperlukan agar tidak menghambat hak anak untuk mendapatkan informasi dan mengembangkan literasi digital.

Sejumlah pakar dan lembaga terkait menekankan bahwa regulasi yang berdampak kepada akses daring anak dan remaja harus seimbang dan bahkan harus melibatkan suara anak dalam perumusannya.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Kawiyan, menegaskan bahwa regulasi digital harus mampu melindungi anak dalam aktivitas mereka di dunia digital.

"Anak punya hak untuk mendapatkan perlindungan dari konten negatif di ranah digital, tapi di sisi lain, mereka juga memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang positif untuk mendukung tumbuh kembang mereka," kata Kawiyan kepada Tekno Liputan6.com, Selasa (4/3/2025).

Ia pun menekankan bahwa anak-anak juga harus diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat mereka.

"Anak-anak juga harus didengar aspirasinya," ucapnya menegaskan.

 

Promosi 1

Transparansi Pemerintah Dipertanyakan

Dampak media sosial terhadap kesehatan mental
Penggunaan media sosial yang berlebihan dan tidak sehat dapat berdampak negatif pada kesehatan mental (Foto: Freepik.com)... Selengkapnya

Sementara itu, Kepala Divisi Akses Internet SAFEnet Unggul Sagena, menyatakan aturan yang dibuat harus jelas dan berlaku untuk semua pihak yang terlibat, termasuk semua Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE).

"Selain aturan yang membatasi umur berbeda-beda, kita juga harus jelas dalam mendefinisikan usia anak dan bukan anak. Di beberapa regulasi di Indonesia saja ada perbedaan definisi soal ini," ucapnya.

Unggul bahkan mempertanyakan sejauh mana keterlibatan anak dan orang tua dalam proses perumusannya.

"Ya, harus dilibatkan orang tua dan anak, tapi tidak dalam konteks tokenisme, di mana anak dan wali hanya diminta hadir mendengarkan paparan dan dianggap selesai, lalu regulasi dilanjutkan," ia menegaskan.

Unggul mencontohkan bahwa organisasi seperti Indonesia Child Online Protection (ID-COP) bisa dilibatkan dalam melakukan survei kepada anak-anak dan orang tua, lalu hasilnya dijadikan masukan bagi pembuat kebijakan.

"Tapi pertanyaannya, memang (poin-poin) yang ada pada draft regulasi saat ini seperti apa? Apakah orang tua dan anak tahu? Atau bahkan rekan-rekan pegiat hak anak tahu? Di mana RPP-nya supaya masyarakat bisa menyusun Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dan memberikan masukan?," ucap Unggul yang mempertanyakan transparansi pemerintah dalam menyusun regulasi.

 

Pembatasan Usia Masih Jadi Perdebatan

Kecanduan Game Online Ancam Perkembangan Anak
Seorang anak bermain game online di salah satu warung internet (warnet) di kawasan Duren Sawit, Jakarta, Senin (23/7). Kecanduan game online atau gaming disorder dapat berisiko pada penurunan kosentrasi belajar, daya ingat. (Merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)... Selengkapnya

Salah satu aspek krusial dalam rancangan regulasi adalah batas usia minimum anak-anak dalam mengakses platform digital, termasuk media sosial.

Kawiyan menjelaskan, saat ini masih terjadi perdebatan tentang batas minimum usia anak. Sejumlah negara menetapkan batas minimum beragam.

Amerika Serikat menerapkan batas usia minimum 13 tahun, sesuai dengan Children's Online Privacy Protection atau Undang-Undang Perlindungan Privasi Online Anak-anak. Sementara itu, Inggris Raya juga menerapkan batasan usia 13 tahun sesuai dengan Age-Appropriate Design Code (Children's Code).

Ia menilai, dalam hal ini yang tidak kalah penting adalah pendampingan dari orang tua di dalam keluarga. "Harus dengan verifikasi serta pengawasan, bimbingan, dan edukasi dari orang tua," tuturnya.

Perlu Edukasi dari Orang Tua dan Sekolah

Dr. Firman Kurniawan, pakar komunikasi digital dari Universitas Indonesia, menekankan bahwa pendampingan dari orang tua dan pendidik (sekolah) nmenjadi kunci utama dalam memberikan pemahaman yang tepat kepada anak mengenai penggunaan teknologi yang aman dan bermanfaat.

"Perlu ada panduan secara sistematis apa peran sekolah, orang tua, dan komunitas untuk membantu anak-anak memanfaatkan dunia digital secara berkualitas dan produktif," ujarnya.

Firman menekankan masih banyak orang tua dan guru yang belum memahami cara mengawasi anak dalam menggunakan media digital dengan aman. Selain itu, ia mengingatkan bahwa batas usia bukanlah jaminan kesiapan seorang anak untuk menggunakan platorm digital.

"Bahaya dan penyalahgunaan platform digital bukan hanya mengancam anak-anak, tapi juga orang dewasa yang tidak paham," tuturnya.

Alih-alih membatasi akses secara mutlak yang justru dapat menghambat perkembangan kemampuan digital anak, Firman menyarankan agar anak-anak diajarkan dan dibimbing cara menggunakan teknologi secara bijak sesuai dengan tahap tumbuh kembang mereka.

 

Anak Punya Hak Mendapatkan Informasi dan Dilindungi

FOTO: Target Internet Gratis JakWiFi Selama Pandemi
Sejumlah siswa menggunakan jaringan JakWiFi saat mengikuti kegiatan PJJ di Rumah Diskusi RT 007/008 Cipinang Besar Utara, Jakarta, Selasa (8/9/2020). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengklaim telah menyediakan 4.956 titik jaringan JakWiFi di lima wilayah administrasi. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)... Selengkapnya

Sejalan dengan itu, Advocacy Manager di Save The Children Indonesia Andri Yoga Utami, menyoroti pentingnya kebijakan perlindungan anak di dunia digital, dengan tetap mempertimbangkan hak anak mendapatkan informasi dan keterampilan digital.

"Anak memiliki hak kebebasan mengakses informasi termasuk di dunia digital, dan hak partisipasi. Namun, di sisi lain anak juga memiliki hak untuk dilindungi, termasuk dari segala risiko keselamatan di dunia digital," ucap Andri.

Oleh karena itu, ia menambahkan, diperlukan bimbingan dan pengawasan yang tepat agar mereka dapat menggunakan teknologi secara positif tanpa terpapar konten yang tidak sesuai.

Andri menekankan pentingnya edukasi berbasis keluarga dan sekolah, yang mana membangun budaya sehat berinternet mulai dari rumah dan sekolah sangat penting dengan melakukan komunikasi interaktif dengan anak, menyepakati peraturan terkait dengan screen time, screen zone, dan screen break.

"Orang tua dan guru juga perlu memiliki kompetensi digital agar dapat membimbing anak-anak dengan tepat. Kompetensi digital, baik anak dan orang tua sangat penting agar anak mampu berselancar di dunia digital dengan sehat," ia memungkaskan.

Infografis: Siap-Siap Komdigi Akan Batasi Usia Anak Bikin Akun Medsos

Infografis Siap-Siap Komdigi Akan Batasi Usia Anak Bikin Akun Medsos
Infografis Siap-Siap Komdigi Akan Batasi Usia Anak Bikin Akun Medsos. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya