Liputan6.com, Jakarta - Kejahatan siber terus berkembang dengan metode yang semakin canggih. Salah satu modus terbaru yang diungkap polisi adalah Fake BTS (Base Transceiver Station).
Adapun metode di mana pelaku menggunakan perangkat ilegal untuk menyebarkan SMS phishing ke korban. SMS tersebut tampak berasal dari layanan resmi, padahal sebenarnya dikendalikan oleh penipu.
Baca Juga
"Yang jelas, kalau kita melihat itu di daerah Jakarta dan SCBD, itulah daerah bisnis yang memungkinkan akan terjadi secara ekonomis. Karena itu dijadikan sasaran adalah (akses) perbankan," ujar Direktur Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Himawan Bayu Aji dikutip dari Antara, Selasa (25/3/2025).
Advertisement
Bagaimana Modus Fake BTS Bekerja?
Penipu fake BTS memanfaatkan akses ilegal ke frekuensi operator seluler untuk mengelabui korban. Mereka mengirimkan SMS seolah-olah berasal dari bank, instansi pemerintah, atau perusahaan besar.
Pesan tersebut sering kali berisi tautan berbahaya meminta korban memasukkan data kredensial perbankan, seperti:
- Username dan password e-banking
- Kode OTP transaksi
- Data kartu kredit atau debit
Jika korban tidak teliti dan mengikuti instruksi dalam SMS, informasi pribadinya dapat dicuri dan disalahgunakan untuk membobol rekening.
Bareskrim Polri Tangkap Dua Tersangka Asal China
Kasus ini terbongkar setelah Mabes Polri dan Polda Metro Jaya menerima enam laporan polisi dari para korban. Sejauh ini, polisi mencatat 12 korban dengan total kerugian mencapai Rp 473,3 juta.
Dua Warga Negara Asing (WNA) asal China berinisial XY dan YCX telah ditetapkan sebagai tersangka. Saat penangkapan, polisi menemukan sejumlah barang bukti, termasuk:
- Perangkat Fake BTS
- 7 unit ponsel
- 3 kartu SIM
- 2 kartu ATM bank
- Paspor China atas nama YCX
Selain itu, polisi juga menyita kartu identitas China, travel permit, dan kartu NPWP milik tersangka kejahatan siber tersebut.
Polisi Kejar Otak Pelaku yang Masih Buron
Selain dua tersangka yang telah diamankan, polisi masih memburu sosok diduga menjadi bos dari jaringan kejahatan ini. Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol. Wahyu Widada menegaskan, pihaknya telah memasukkan pelaku utama dalam daftar pencarian orang (DPO).
"Untuk yang menjadi bos di atasnya ini akan kami cari. Sementara kami tetapkan sebagai DPO. Terus, kami lakukan pencarian terhadap yang bersangkutan," kata Wahyu.
Advertisement
Koordinasi dengan BSSN dan Kemkomdigi
Untuk mengantisipasi kejahatan serupa di wilayah lain, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri terus berkoordinasi dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) serta Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi).
"Ini juga masih kita komunikasikan, koordinasikan dengan BSSN dan dengan Kementerian Komdigi untuk melihat apakah ada kemungkinan di wilayah-wilayah lain," tambah Himawan.
Hukuman Berat Menanti Para Pelaku
Para tersangka dijerat dengan berbagai pasal berat, termasuk:
- UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
- UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
- UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
- Pasal 55 KUHP tentang turut serta melakukan kejahatan
Dengan ancaman pidana yang tidak ringan, diharapkan kasus ini dapat menjadi peringatan bagi pelaku kejahatan siber lainnya.
