Potret Menembus Batas: Pulau Penyelamat Kakaktua Jambul Kuning

Burung kakaktua jambul kuning yang kini begitu langka di muka bumi ini bahkan hanya tinggal 20 ekor saja.

oleh Liputan6 diperbarui 20 Jul 2015, 02:15 WIB
Diterbitkan 20 Jul 2015, 02:15 WIB
20150719-Potret-Masalembu
Burung kakatua jambul kuning yang kini begitu langka di muka bumi ini bahkan hanya tinggal 20 ekor saja.

Liputan6.com, Jakarta - Kakaktua jambul kuning, atau nama lainnya cacatua suphurea abbotti. Burung yang kini begitu langka di muka bumi ini bahkan hanya tinggal 20 ekor saja. Dari 4 sub spesies kakatua jambul kuning, cacatua suphurea abbotti punya ukuran tubuh panjang 40 centimeter. Sebarannya termasuk paling kecil. Dan kakaktua ini masuk kategori critical endangered atau hampir punah.

Tragedi kakaktua jambul kuning ini menjadi magnet yang begitu kuat bagi Adam Miller, seorang peneliti dari Amerika Serikat, bersama Dwi Agustina dan Dudi Andika dari konservasi kakatua Indonesia.

Hari itu gelombang Laut Jawa tidak seperti hari-hari sebelumnya yang tingginya bisa mencapai 5 meter. Artinya jarak sekitar 155 km dari Kalianget Kepulauan Masalembu bisa ditempuh selama 13 jam.

Tim Potret Menembus Batas sampai di daratan yang disebut Pulau Masalembu. Pulau utama dari 4 gugusan di Kepulauan Masalembu. Pulau yang menyimpan tragedi kakaktua jambul kuning abotti.
 
Alap-alap menyambut bermanuver memangsa buruannya. Tempo dulu pulau adalah tempat paling nyaman bagi kakaktua abotti, bahkan penduduk setempat memberi nama khusus bagi burung satu ini, beka. Namun tidak hanya melihat kepak sayapnya, suara beka pun tak pernah terdengar.

Haji Hijas adalah saksi dari tragedi ini. Baginya jarinya pun tak mampu menghitung jumlah beka kala itu. Pulau Masalembu hanya memberikan kesaksian tragedi yang dialami kakatua utama jambul kuning.

Para peneliti akan menjejaki satu per satu pulau di kawasan ini. Kali ini ke Pulau Masakambing. Sebuah catatan penelitian tahun 1990 menyebut di pulau ini masih ada 5 ekor kakatua jambul kuning.

Pukul 4 pagi, para peneliti ini mulai menembus perkebunan kelapa. Jarum jam belum menunjukkan pukul 5 pagi, saat di mana kakatua belum beranjak dari peraduannya.

Pengamatan Abotti di pohon tidur bisa menjadi cara untuk menghitung populasi. Masa lalu Abotti memang kelam. Minim catatan penelitian tentang paruh bengkok yang satu ini.

W. I. Abott yang pertama kali melakukan penelitian di tahun 1907. Ekspedisi membawanya hingga Kepulauan Masalembu dan berhasil mengidentifikasi sebagai kakatua endemik Masalembu.

Peneliti menganggap dengan luas wilayah 500 hektare, Pulau Masakambing saat ini masih menjadi habitat yang cukup ideal bagi 20 ekor kakatua abotti. Sesungguhnya habitat asli yang tersisa nyaris mulai bersinggungan dengan kepentingan masyarakat.

Namun cinta warga pada kakatua abotti telah menyelamatkannya dari kehancuran. Seperti misalnya peristiwa jatuhnya seekor anak abotti dari sarangnya, warga pun berusaha menyelamatkan.

Perburuan dan faktor alam masih menjadi ancaman terbesar punahnya kakaktua abotti. Konservasi pun diupayakan. Salah satunya melalui mangrove yang berfungsi sebagai habitat alami abotti.  Kakaktua suphurea abotti bagaikan harta yang hanya berputar-putar di atas Pulau Masakambing.

Bagaimana penelusuran habitat kakatua jambul kuning di Pulau Masalembu dan Pulau Masakambing? Saksikan selengkapnya dalam tayangan Potret Menembus Batas SCTV, Minggu (19/7/2015), di bawah ini. (Dan/Ado)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya