RI Larang Ekspor Mineral Mentah, Harga Kontrak Nikel Dunia Naik

Kenaikan harga nikel juga terpengaruh kebijakan kedua calon presiden baik Prabowo ataupun Jokowi yang punya program pembatasan ekspor.

oleh Arthur Gideon diperbarui 22 Jun 2014, 16:15 WIB
Diterbitkan 22 Jun 2014, 16:15 WIB
Ilustrasi Smelter
Ilustrasi Smelter (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Hong Kong - Penerbitan kontrak derivatif dengan underlying asset kontrak nikel mencatatkan rekor di tengah tahun ini setelah pemerintah Indonesia mengeluarkan aturan melarang ekspor produk tambang mentah.

Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Bloomberg, terdapat 198 kontrak berjangka yang telah diterbitkan di lima bulan pertama tahun ini. Kontrak berjangka yang di dalamnya terdapat aset nikel tersebut melonjak 33,6 persen setelah pada Januari lalu, Pemerintah Indonesia memberlakukan larangan ekspor mineral mentah untuk mendorong industri pengolahan lokal.

Kepala Perdagangan Komoditi berjangka DZ Bank AG, Jean-Luc Jacob, Frankfurt, Jerman, menjelaskan, telah terjadi kenaikan harga yang cukup signifikan dari kontrak berjangka yang di dalamnya terdapat nikel sebagai underlying asset. "Salah satu penyebabnya karena ada larangan ekspor tersebut," tuturnya seperti tertulis dalam Bloomberg, Minggu (22/6/2014).

Selain itu, ia juga menyebutkan bahwa kisruh di Ukraina yang melibatkan Rusia menjadi penyebab lain harga berjangka nikel meningkat. Menurut Australia and New Zealand Banking Group Ltd, Indonesia dan Rusia merupakan pemasok seperempat dari total pasokan nikel di dunia.

Selain itu, kenaikan harga nikel juga dikatakan terpengaruh dari kebijakan kedua calon presiden baik Prabowo Subianto ataupun Joko Widodo yang mempunyai program untuk membatasi ekspor.

Seperti diketahui, pada 12 Januari 2014, Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009, tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (minerba), resmi diberlakukan. Dengan adanya ketentuan ini, perusahaan tambang harus sudah memiliki pemurnian bijih mineral (smelter) sendiri, dan tidak diperbolehkan mengekspor mineral mentah. (Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya