Kaji Insentif PPh Karyawan, Penerimaan Pajak Makin Tekor?

Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) sibuk mempersiapkan poin-poin kebijakan yang akan masuk dalam paket kebijakan ekonomi jilid VII.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 19 Nov 2015, 09:33 WIB
Diterbitkan 19 Nov 2015, 09:33 WIB
Ilustrasi Pajak (2)
Ilustrasi Pajak (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) sibuk mempersiapkan poin-poin kebijakan yang akan masuk dalam paket kebijakan ekonomi jilid VII. Salah satunya mengkaji insentif untuk jenis Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 untuk Karyawan.

Hal ini disampaikan Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Mekar Satria Utama di kantornya, Jakarta, seperti ditulis Kamis (19/11/2015).

"PPh Pasal 21 masih kami kaji. Memang baru disampaikan ke kami niatan itu. Nanti dibahas lebih lanjut karena belum dipastikan yang mana," ujar Mekar.

Lebih jauh ia menjelaskan, pemerintah pernah menerapkan insentif perpajakan, untuk jenis PPh Pasal 21 dan Pasal 25 dalam bentuk angsuran atau cicilan pada 2008. Ide itu muncul saat banyak perusahaan menderita akibat krisis ekonomi.



"Waktu 2008, banyak perusahaan kesulitan. Harusnya mereka setor PPh 25 sejumlah sekian, tapi insentifnya boleh dicicil. Akhir tahun baru diperhitungkan kembali, karena pajak tetap terutang," katanya.

Tarif pungutan PPh Pasal 21 untuk Karyawan paling rendah 5 persen dan 30 persen tertinggi atas penghasilan bruto. Namun Mekar belum mau membeberkan besaran diskon PPh dalam paket kebijakan tersebut. "Apakah mau pola yang sama dengan sebelumnya (2008) atau mau mengurangi tarif. Itu bos-bos yang menentukan," tuturnya.

Mekar menambahkan, insentif PPh tersebut akan menggerus penerimaan dalam jangka pendek. Itu artinya, jika insentif ini diterapkan pada 2015, maka potensi kekurangan (shortfall) pendapatan pajak makin melebar.

"Namanya insentif seperti itu pasti akan mengurangi pencapaian penerimaan. Sama seperti waktu aturan kenaikan PTKP keluar, penerimaan berkurang," ucapnya.

Ia memperkirakan kekurangan penerimaan pajak sampai akhir tahun mencapai Rp 160 triliun. Dengan demikian, pencapaian penerimaan pajak ditaksir hanya 88 persen dan maksimal dijaga 85 persen atau sekitar Rp 1.100 triliun dari target APBN-P 2015 sebesar Rp 1.294,25 triliun.

"Itu kalau dibandingkan realisasi tahun lalu Rp 985 triliun, perkiraan penerimaan pajak Rp 1.100 triliun tumbuh mendekati 12 persen. Jadi hargai lah, 12 persen itu susah di saat ekonomi sedang sulit," pungkas Mekar. (Fik/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya