Keputusan Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan BI rate sebesar 25 basis poin menjadi 7,5% benar-benar mengejutkan berbagai pihak. Keterkejutan ini terlihat dari laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang langsung ambruk selama dua hari perdagangan usai pengumuman bank sentral itu.
BI seolah memutar kembali era suku bunga tinggi ke posisi empat tahun ke belakang. Tepat pada 3 April 2009, BI kala itu mematok suku bunga acuan BI rate di level 7,5%. Meski diakui, level BI rate yang berlaku saat ini masih lebih rendah dibandingkan posisi tertingginya di level 12,75% yang berlangsung awal Desember 2005 hingga April 2006.
Tak hanya BI rate, bank sentral juga memutuskan menaikkan suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility masing-masing menjadi 7,50% dan 5,75%.
Dalam penjelasannya, seperti dikutip dari keterangan tertulis BI, Kamis (14/11/2013), BI beralasan kebijakan kenaikan BI rate ditempuh dengan mempertimbangkan masih besarnya defisit transaksi berjalan di tengah risiko ketidakpastian global yang masih tinggi.
Keputusan kenaikan BI rate diambil untuk memastikan bahwa defisit transaksi bejalan menurun ke tingkat yang lebih sehat. Sementara laju inflasi tetap terkendali menuju sasaran 4,5 plus minus 1% pada 2014 sehingga tetap dapat mendukung kesinambungan pertumbuhan ekonomi.
BI mengakui perkembangan ekonomi global pada Oktober 2013 memang cenderung membaik. Sayangnya, perbaikan tersebut masih dibayangi risiko ketidakpastian yang tinggi. Perkembangan positif ekonomi global terutama dipengaruhi sentimen positif pasar keuangan global terhadap penundaan pembahasan debt ceiling AS dan penundaan tapering off the Fed.
Sementara terkait rupiah, BI melaporkan nilai tukar mata uang Indonesia ini relatif bergerak cukup stabil dan sesuai dengan fundamentalnya. Pergerakan ini dipengaruhi kondisi pasar keuangan global yang cukup baik serta penurunan ekspektasi inflasi domestik, yang pada gilirannya mendorong masuknya aliran modal asing.
Tak cuma rupiah, BI juga mendapati berlanjutnya laju inflasi yang mereda. Kondisi ini terjadi karena berkurangnya tekanan inflasi terutama bersumber dari kelompok bahan pangan, sementara inflasi administered prices dan inflasi inti cukup stabil.
Dari berbagai pertimbangan yang dikemukakan tersebut, BI pun memutuskan untuk kembali menaikkan suku bunga acuan BI Rate di tengah ekspektasi pasar bahwa bank sentral akan mempertahankan level 7,25%.
Jadi demi apa BI Rate naik?
Secara garis dapat disimpulkan demi menahan laju inflasi agar tak menggelembung lagi karena inflasi akumulatif dari Januari sampai Oktober saja sudah 8,32%. Sedangkan target inflasi dalam APBN-P 2013 adalah 7,2%.
Dengan BI Rate yang naik, suku bunga di Indonesia juga menjadi menarik di mata asing.
(Shd/Igw)
BI seolah memutar kembali era suku bunga tinggi ke posisi empat tahun ke belakang. Tepat pada 3 April 2009, BI kala itu mematok suku bunga acuan BI rate di level 7,5%. Meski diakui, level BI rate yang berlaku saat ini masih lebih rendah dibandingkan posisi tertingginya di level 12,75% yang berlangsung awal Desember 2005 hingga April 2006.
Tak hanya BI rate, bank sentral juga memutuskan menaikkan suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility masing-masing menjadi 7,50% dan 5,75%.
Dalam penjelasannya, seperti dikutip dari keterangan tertulis BI, Kamis (14/11/2013), BI beralasan kebijakan kenaikan BI rate ditempuh dengan mempertimbangkan masih besarnya defisit transaksi berjalan di tengah risiko ketidakpastian global yang masih tinggi.
Keputusan kenaikan BI rate diambil untuk memastikan bahwa defisit transaksi bejalan menurun ke tingkat yang lebih sehat. Sementara laju inflasi tetap terkendali menuju sasaran 4,5 plus minus 1% pada 2014 sehingga tetap dapat mendukung kesinambungan pertumbuhan ekonomi.
BI mengakui perkembangan ekonomi global pada Oktober 2013 memang cenderung membaik. Sayangnya, perbaikan tersebut masih dibayangi risiko ketidakpastian yang tinggi. Perkembangan positif ekonomi global terutama dipengaruhi sentimen positif pasar keuangan global terhadap penundaan pembahasan debt ceiling AS dan penundaan tapering off the Fed.
Sementara terkait rupiah, BI melaporkan nilai tukar mata uang Indonesia ini relatif bergerak cukup stabil dan sesuai dengan fundamentalnya. Pergerakan ini dipengaruhi kondisi pasar keuangan global yang cukup baik serta penurunan ekspektasi inflasi domestik, yang pada gilirannya mendorong masuknya aliran modal asing.
Tak cuma rupiah, BI juga mendapati berlanjutnya laju inflasi yang mereda. Kondisi ini terjadi karena berkurangnya tekanan inflasi terutama bersumber dari kelompok bahan pangan, sementara inflasi administered prices dan inflasi inti cukup stabil.
Dari berbagai pertimbangan yang dikemukakan tersebut, BI pun memutuskan untuk kembali menaikkan suku bunga acuan BI Rate di tengah ekspektasi pasar bahwa bank sentral akan mempertahankan level 7,25%.
Jadi demi apa BI Rate naik?
Secara garis dapat disimpulkan demi menahan laju inflasi agar tak menggelembung lagi karena inflasi akumulatif dari Januari sampai Oktober saja sudah 8,32%. Sedangkan target inflasi dalam APBN-P 2013 adalah 7,2%.
Dengan BI Rate yang naik, suku bunga di Indonesia juga menjadi menarik di mata asing.
(Shd/Igw)