Seringkali penerapan satu aturan diikuti dengan pencarian celah bagaimana aturan tersebut bisa dihindari oleh masyarakat. Ini pula yang terjadi pada rencana kenaikan pajak pembelian mobil yang berlaku progresif di wilayah DKI Jakarta.
Kebijakan ini rentan dengan berbagai upaya penghindaran dari masyarakat agar mereka tak perlu merogok kocek lebih dalam.
Namun benarkah pajak progresif bisa dihindari?
Menurut Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jonkie Sugiarto mengaku hal itu sulit dilakukan. Pelanggaran justru akan membuat repot pemilik kendaraan sendiri.
Jika mengutip situs Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri, menyebutkan pajak progresif diterapkan bagi kendaraan pribadi baik roda dua dan roda empat dengan nama pemilik dan alamat tempat tinggal yang sama.
Jika nama pemilik dan alamatnya berbeda, maka tidak dikenakan pajak progresif. "Jadi kalau mau beli mobil kedua, ketiga dan lainnya tak mau kena pajak ini harus pakai nama dan alamat orang lain, tapi itu kan riskan," tegas dia.
Dengan aturan tersebut, dia menilai sangat sulit terjadi pelanggaran. Apalagi pajak progresif ini ditujukan kepada mereka yang memiliki keuangan lebih karena mampu membeli kendaraan lebih dari satu.
Dia pun menilai lebih baik tidak perlu menghindarinya karena ini merupakan cara memberikan pendapatan kepada negara.
Seperti diketahui, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengungkapkan, Pemprov DKI sudah mengajukan kenaikan pajak progresif kendaraan kepada DPRD DKI.
"Pajak progresif kita naikkan untuk orang yang beli mobil kedua, ketiga, keempat, harus lebih mahal. Kita mungkin bisa sampai 8% mobil keempat," kata dia.
Nilai itu sesuai dengan perhitungan dari Dinas Pelayanan Pajak (DPP) DKI untuk angka maksimal pajak progresif. Dengan usulan kendaraan pertama dikenakan pajak 2% dari nilai jual, kendaraan kedua 3%, ketiga 4%, dan kendaraan keempat 8%. (Nur/Igw)
Kebijakan ini rentan dengan berbagai upaya penghindaran dari masyarakat agar mereka tak perlu merogok kocek lebih dalam.
Namun benarkah pajak progresif bisa dihindari?
Menurut Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jonkie Sugiarto mengaku hal itu sulit dilakukan. Pelanggaran justru akan membuat repot pemilik kendaraan sendiri.
Jika mengutip situs Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri, menyebutkan pajak progresif diterapkan bagi kendaraan pribadi baik roda dua dan roda empat dengan nama pemilik dan alamat tempat tinggal yang sama.
Jika nama pemilik dan alamatnya berbeda, maka tidak dikenakan pajak progresif. "Jadi kalau mau beli mobil kedua, ketiga dan lainnya tak mau kena pajak ini harus pakai nama dan alamat orang lain, tapi itu kan riskan," tegas dia.
Dengan aturan tersebut, dia menilai sangat sulit terjadi pelanggaran. Apalagi pajak progresif ini ditujukan kepada mereka yang memiliki keuangan lebih karena mampu membeli kendaraan lebih dari satu.
Dia pun menilai lebih baik tidak perlu menghindarinya karena ini merupakan cara memberikan pendapatan kepada negara.
Seperti diketahui, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengungkapkan, Pemprov DKI sudah mengajukan kenaikan pajak progresif kendaraan kepada DPRD DKI.
"Pajak progresif kita naikkan untuk orang yang beli mobil kedua, ketiga, keempat, harus lebih mahal. Kita mungkin bisa sampai 8% mobil keempat," kata dia.
Nilai itu sesuai dengan perhitungan dari Dinas Pelayanan Pajak (DPP) DKI untuk angka maksimal pajak progresif. Dengan usulan kendaraan pertama dikenakan pajak 2% dari nilai jual, kendaraan kedua 3%, ketiga 4%, dan kendaraan keempat 8%. (Nur/Igw)