3 Penjahat Zakat dan Kesalahan Fatal dalam Pembagiannya Menurut Buya Yahya

Penjahat zakat pertama menurut Buya Yahya adalah orang yang sebenarnya tidak berhak menerima zakat, namun pura-pura miskin agar bisa mendapatkannya

oleh Liputan6.com Diperbarui 07 Apr 2025, 20:30 WIB
Diterbitkan 07 Apr 2025, 20:30 WIB
buya yahya
Buya Yahya (TikTok)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Zakat yang seharusnya menjadi instrumen pembersih harta dan penolong kaum fakir miskin, ternyata bisa berubah menjadi ladang dosa bila tidak dilakukan dengan ilmu. Dalam sebuah ceramah Pengasuh LPD Al Bahjah KH Yahya Zainul Ma'arif atau Buya Yahya mengungkap tiga jenis penjahat zakat yang harus diwaspadai.

Penjahat zakat pertama menurut Buya Yahya adalah orang yang sebenarnya tidak berhak menerima zakat, namun pura-pura miskin agar bisa mendapatkannya. “Banyak yang seperti ini. Saat pembagian zakat, langsung nyungsep jadi fakir. Tapi setelah itu pamer handphone dan motor baru,” kata Buya Yahya, dinukil dari yvideo pendek dari kanal YouTube @buyayahyaofficial.

Perilaku seperti ini sangat tidak dibenarkan dalam Islam. Menipu demi mendapatkan hak orang lain adalah bentuk kezaliman yang besar. Zakat bukan untuk mereka yang mampu, melainkan untuk yang benar-benar membutuhkan.

Jenis penjahat zakat kedua adalah orang kaya yang enggan menunaikan kewajiban zakatnya. Padahal, harta yang dimiliki mereka bukan sepenuhnya milik pribadi, melainkan ada hak orang miskin di dalamnya.

“Orang kaya yang tidak mau bayar zakat adalah penjahat juga,” tegas Buya. Mereka memutus hak kaum dhuafa, dan itu merupakan dosa besar.

Penjahat zakat yang ketiga, lanjut Buya, adalah orang yang membagikan zakat tanpa ilmu. Mereka mungkin punya niat baik, tapi tidak tahu bagaimana aturan yang benar dalam membagi zakat.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Kesalahan Fatal Lainnya

Cara Tukar Uang
Ilustrasi uang zakat /pexels.com Ahsanjaya... Selengkapnya

Salah satu kesalahan fatal yang disebut Buya adalah membagikan zakat dalam bentuk sembako. “Itu bukan uang Anda, itu milik fakir miskin. Jangan seenaknya dibelikan sembako,” ujar Buya dengan nada tegas.

Menurut Buya Yahya, zakat yang telah ditunaikan wajib diserahkan dalam bentuk uang, bukan barang. Fakir miskin lebih tahu kebutuhan mereka. Bisa jadi mereka sudah punya beras, tapi butuh obat atau bayar sekolah anak.

“Apalagi minyak goreng yang Anda beli lebih mahal dari biasanya. Mereka jadi ngenes,” lanjutnya. Ini menunjukkan bahwa pemberi zakat tidak berhak mengatur penggunaan zakat.

Buya juga menyoroti kesalahan sebagian orang kaya yang menggunakan dana zakat untuk memberangkatkan fakir miskin ke umrah. Hal itu tidak dibenarkan kecuali uangnya adalah hadiah pribadi, bukan dari zakat.

“Kalau uang pribadi silakan. Tapi kalau itu zakat, tidak boleh. Serahkan uangnya kepada fakir miskin, biar dia yang menentukan mau dipakai buat apa,” jelas Buya Yahya.

Zakat adalah amanah. Setelah uang sampai di tangan fakir miskin, barulah hak berpindah. Mereka bebas menggunakan uang tersebut sesuai kebutuhan mereka sendiri.

“Kalau dia mau umrah, terserah. Mau untuk bayar utang, modal usaha, silakan. Itu sudah jadi hak mereka,” ujar Buya. Pemberi zakat tidak punya hak mengatur penggunaan zakat setelah menyerahkannya.

Potong Utang dari Zakat

Ilustrasi uang rupiah, THR
Ilustrasi uang zakat. (Gambar oleh Eko Anug dari Pixabay)... Selengkapnya

Kesalahan berikutnya yang diungkap Buya adalah cara sebagian orang kaya yang memotong utang dari zakat. Misalnya, si fakir punya utang pada si kaya, lalu zakat dianggap lunas dengan pemotongan tersebut.

“Itu tidak sah. Harus serahkan dulu zakatnya, baru setelah itu dia yang memilih mau dipakai bayar utang atau tidak,” tegas Buya Yahya.

Sebab bisa jadi, kebutuhan utama si fakir bukan membayar utang, tapi membeli obat untuk anak atau kebutuhan lainnya yang lebih mendesak. Maka zakat tidak boleh dipangkas sepihak.

Buya mengingatkan bahwa semua urusan zakat harus disertai dengan ilmu. Baik yang membayar, yang menerima, maupun yang menjadi pengelola, wajib paham betul hukum-hukum zakat.

“Zakat bukan sekadar niat baik. Kalau tanpa ilmu, bukan pahala yang didapat, tapi kezaliman kepada fakir miskin,” katanya.

Lebih lanjut, Buya Yahya juga menyoroti kesalahan sebagian pengurus zakat yang tidak memahami aturan dan malah menekan orang kaya untuk membayar zakat yang tidak semestinya.

Misalnya, saat seseorang menjual aset warisan, tiba-tiba diminta membayar zakat. “Dari mana logikanya? Itu bukan penghasilan, itu warisan,” tegas Buya. Ini bentuk kezaliman kepada orang kaya.

Buya mengingatkan bahwa zakat harus diberikan dengan adil dan sesuai syariat. Tidak boleh memaksa atau berlaku zalim baik kepada orang miskin maupun kepada orang kaya.

Islam memuliakan keadilan. Maka urusan zakat pun harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab, kejujuran, dan ilmu yang benar. Jangan sampai ibadah berubah jadi dosa karena ketidaktahuan.

Buya Yahya menutup ceramahnya dengan pesan tegas: “Zakat adalah amanah besar. Harta Anda hanya perantara, tapi hakikatnya milik fakir miskin. Serahkan, jangan atur-atur lagi.”

Pesan ini menjadi tamparan bagi mereka yang selama ini bermain-main dalam urusan zakat. Baik karena kesengajaan, ketidaktahuan, atau kelalaian. Sudah waktunya menunaikan zakat dengan ilmu dan amanah.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya