Air Limbah Nuklir Fukushima Mulai Dibuang ke Samudra Pasifik, Pecinta Sushi di China Protes

China telah memanggil Duta Besar Jepang untuk menyampaikan keberatan atas keputusan membuang limbah nuklir Fukushima ke Samudra Pasifik.

oleh Dyah Ayu Pamela diperbarui 24 Agu 2023, 16:01 WIB
Diterbitkan 24 Agu 2023, 16:01 WIB
Sushi
Ilustrasi Sushi Credit: pexels.com/Huy

Liputan6.com, Jakarta - Para pecinta sushi dan sashimi di China menyampaikan keberatannya setelah Jepang memulai pembuangan limbah nuklir dari pembangkit listrik Fukushima yang terdampak bencana gempa, ke Samudra Pasifik. Ini terjadi 12 tahun setelah salah satu bencana nuklir terburuk di dunia.

Pembuangan limbah tersebut dianggap aman oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Namun, China tetap melarang impor makanan dari 10 prefektur di Jepang. Hong Kong pun mengikuti langkah serupa pada pekan ini.

Restoran-restoran di Beijing dan Hong Kong sudah mulai pulih dari aturan pembatasan. "Sejujurnya, kami sudah merasakan dampaknya," kata Yao, seorang pemilik restoran, seperti dikutip dari Japan Today, Kamis (24/8/2023).

Pemilik katering makanan Hong Kong, Jasy Choi, yang mengelola dapur kecil yang menyajikan makanan Jepang untuk dibawa pulang, mengatakan kepada AFP bahwa larangan tersebut akan menyebabkan perombakan bisnis. "Sekitar 80 persen produk makanan laut yang kami gunakan berasal dari Jepang," kata chef berusia 36 tahun ini.

Ia melanjut, "Jika lebih dari separuh bahan-bahan impor Jepang saya terkena dampaknya, maka akan sulit bagi saya untuk terus beroperasi."

Tiongkok dan Hong Kong adalah importir bahan makanan Jepang terbesar di dunia, menurut Kementerian Pertanian Jepang di Tokyo, bahkan mendatangkan produk senilai sekitar 500 miliar yen atau setara Rp52,4 miliar dari negara Asia Timur tersebut. Namun, rilis limbah nuklir Fukushima ini membuat beberapa konsumen khawatir tentang keselamatan pangan. 

 

 

Kekhawatiran Konsumen Akan Makanan Impor dari Jepang

Ilustrasi Restoran Sushi
Ilustrasi restoran sushi. (dok. Unsplash.com/Kyle Head)

Di sebuah jaringan restoran di Beijing, ketika sepiring kecil sushi dan hidangan Jepang lainnya meluncur di atas ban sushi berjalan, Liu Dan menggarisbawahi ketakutan ini. "Mulai 24 Agustus 2023, saya akan secara khusus memberi tahu anak dan suami saya bahwa kami akan secara sadar menghindari produk makanan laut tersebut saat makan di restoran dan berbelanja," ujarnya.

Ketika ditanya tentang laporan ilmiah yang menyimpulkan bahwa rencana pembuangan air limbah Jepang aman, termasuk yang diterbitkan pada bulan Juli oleh IAEA, Liu menyatakan keraguannya.

"Saya tidak punya cara untuk membuktikan apakah (laporan tersebut) benar atau tidak. Saya hanya bisa mengatakan bahwa jika dilihat dari perasaan yang paling jelas, ini jelas tidak rasional," katanya. "Jika tidak, mengapa ada kekhawatiran mengenai pembuangan tersebut?"

Kementerian Luar Negeri Tiongkok memanggil duta besar Jepang pada Selasa, 22 Agustus 2023, untuk mengajukan "pernyataan serius" menentang pembuangan limbah tersebut. Tetapi, seorang ahli nuklir mengatakan tingkat tritium dalam air limbah Fukushima jauh di bawah batas air minum yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

 

Pemilik Restoran Berhenti Membeli Ikan dari Jepang

Ilustrasi Sushi
Ilustrasi sushi. (dok. Pixabay.com/Standpoint)

"Tritium telah dilepaskan (oleh pembangkit listrik tenaga nuklir) selama beberapa dekade tanpa adanya dampak merugikan terhadap lingkungan atau kesehatan," kata Tony Hooker, pakar nuklir dari Universitas Adelaide, kepada AFP. 

Namun banyak pemilik restoran di Tiongkok mengatakan mereka sudah berhenti membeli ikan Jepang. "Sebelumnya, pada dasarnya semua produk makanan laut kami diimpor dari Jepang," kata Fang Changsheng kepada AFP di salah satu dari dua restorannya, yang terletak di distrik Beijing yang terkenal dengan masakan Jepang dan kehidupan malamnya.

Pemilik restoran berusia 40 tahun ini mengatakan dia sekarang mendapatkan makanan laut dari negara lain, termasuk Chile, Spanyol, dan Rusia. Ia menambahkan, "Itu sebenarnya bukan keputusan saya, tapi karena masalah ini (air limbah Fukushima). Mendapatkan produk sekarang menjadi lebih sulit." 

Namun, di sebuah restoran sushi kecil yang dapat menampung kurang dari 20 orang di distrik Wan Chai yang ramai di Hong Kong, Jacky Wong mengatakan banyak pelanggan yang mungkin tidak akan kecewa. "Hal ini sangat tergantung pada seberapa banyak pelanggan Hong Kong yang menghindari makanan Jepang," katanya.

Produk Makanan Laut Jepang Tak Tergantikan

Sushi adalah Makanan Diet
Ilustrasi Sushi Credit: pexels.com/Kasum

"Selalu ada beberapa orang yang tidak keberatan," kata Wong kepada AFP, seraya menambahkan bahwa ia perlu waktu beberapa hari untuk melihat apakah lalu lintas pembeli menurun pasca-pelarangan.

Ia menyambung lagi, "Kita hanya bisa mengambil satu langkah dalam satu waktu."

Beberapa produk makanan laut yang secara tradisional bersumber dari Jepang terbukti sulit untuk digantikan. Choi di Hong Kong juga mengatakan bahwa mencari penggantinya akan sulit.

"Bahkan jika ada penggantinya – misalnya bulu babi dari Tiongkok, Korea Selatan atau Australia, saya mungkin tidak ingin menawarkannya kepada pelanggan saya," keluhnya saat diwawancarai. "Tentu saja tidak baik membuang air limbah nuklir ke laut, meskipun sudah diolah," tambahnya lagi.

"Tetapi banyak tempat di dunia yang melakukan hal ini. Bagaimana Anda bisa melarang semuanya dan perubahan apa yang bisa kita bawa sebagai warga negara kecil?" kata Wong mempertanyakan. 

Infografis 7 Penyebab Sampah Makanan
Infografis 7 Penyebab Sampah Makanan. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya