KPK Kini Lebih Mudah Periksa Boediono Terkait Kasus Century

Dengan sudah tidak lagi menjabat sebagai Wapres, Boediono akan mudah pula diperiksa KPK karena tak harus berbenturan dengan protokoler.

oleh Oscar Ferri diperbarui 20 Okt 2014, 15:27 WIB
Diterbitkan 20 Okt 2014, 15:27 WIB
Boediono
Wakil Presiden Boediono (Liputan6.com/ Miftahul Hayat)

Liputan6.com, Jakarta - KPK‎ mengakui masih menunggu vonis Budi Mulya mempunyai kekuatan hukum tetap atau inkrah untuk melakukan pengembangan dalam kasus dugaan korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetepan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Tak dipungkiri, KPK akan menjerat siapapun yang diduga terlibat dalam kasus skandal Century itu. Termasuk menjerat Boediono yang baru saja berakhir masa jabatannya sebagai Wakil Presiden RI.‎

KPK belum bisa menjerat Boediono karena putusan Budi Mulya belum inkrah. "Itu kan belum inkrah," kata Wakil Ketua KPK Zulkarnaen dalam pesan singkatnya, Senin (20/10/2014).

Tak cuma itu, pria yang akrab disapa Zul itu mengakui pula, bahwa dengan sudah tidak lagi menjabat sebagai Wapres, Boediono akan mudah pula diperiksa KPK karena tak harus berbenturan dengan protokoler. Di mana beberapa waktu lalu KPK harus memeriksa Boediono sebagai saksi di Kantor Wapres karena masalah protokoler.

"Ya tentunya.‎ Kalau sudah bukan Wapres kan protokolnya tidak melekat. Kalau masih aktif ada protokol yang menyangkut kepada dia. Kalau tidak, ya jelas bedanya," ucap Zul.

Seperti diketahui Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhkan vonis kepada Budi Mulya dengan hukuman pidana 10 tahun penjara. Tak cuma itu, majelis juga menjatuhkan denda Rp 500 juta subsider 5 bulan kurungan kepada mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia tersebut.

Majelis menilai Budi Mulya terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama dan berlanjut dalam pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Budi Mulya terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama dan berlanjut dengan Boediono, Miranda Swaray Goeltom, Siti Chalimah Fadjrijah, (Alm.) S Budi Rochadi, Muliaman Darmansyah Hadad, Hartadi Agus Sarwono, Ardhayadi Mitodarwono, Raden Pardede, Robert Tantular, dan Hermanus Hasan Muslim.

Majelis menyatakan dalam kasus ini Budi Mulya terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya