Liputan6.com, Banda Aceh - Banyak kisah yang terjadi 10 tahun lalu, saat gelombang tsunami meluluhlantakkan Aceh. Namun banyak juga kisah gaib di luar nalar manusia, seperti yang dialami Umi Kalsum (58).
Nenek berusia 58 tahun yang dikenal dengan panggilan Mak Sum ini selamat dari maut berkat bantuan seekor ular.
Pada Minggu pagi 26 Desember 10 tahun silam, Umi Kalsum menuturkan, ia sedang asyik menanam bunga di perkarangan rumahnya di Desa Alu Naga, Kabupaten Aceh Besar. "Saya memang suka bunga sejak dari gadis," ujar Umi, Rabu (24/12/2014).
Namun tiba-tiba bumi bergoyang dihempas gempa berkekuatan 9,1 skala Richter. Beberapa menit setelah gempa orang berlarian sambil berteriak air laut naik. "Mak jangan lari, kata anak saya, itu air laut sudah naik. [Tapi] Saya lari sama cucu saya yang saat itu umurnya 5 tahun," cerita Umi.
Belum jauh Umi berlari, tiba-tiba tubuhnya terhempas gelombang tsunami, cucunya terlepas dari genggaman tangannya.
"Kami sudah teraduk-aduk dalam air, sesaat sempat saya liat cucu saya dalam air, saya coba raih tapi tidak dapat, yang ada tangan saya kesangkut di pagar, ini hampir putus," kisah Umi.
Umi Kalsum pun hilang kesadarannya karena terombang-ambing gelombang pekat tsunami. "Saya sadar pertama sudah di jembatan ini (Jembatan Kajhu), ya subhanallah mulut ular itu di depan mata saya, tubuh saya itu dililitnya," ujar Umi Kalsum dalam bahasa Aceh.
Umi tidak tahu sejak kapan ular tersebut bersamanya, "Ada yang lihat orang sini, katanya saya dibawa ular hingga ke tengah sungai, dipikir saya sudah nggak selamat," ucap dia.
Dikira Pohon Pisang
Dikira Pohon Pisang
Permukiman Umi Kalsum berada kurang lebih 100 meter dari pinggiran Pantai Kuala Alu Naga. Awalnya, Umi Kalsum mengira ular tersebut hanyalah sebatang pohon pisang.
"Warnanya loreng, sampai di jembatan itu saya sudah sadar, begitu lihat kepala ular, ya subhanallah, saya cuma berucap selamatkan saya ke darat ya meutuah (mulia)," kenang Umi. Ular tersebut sebesar tiang listrik.
Saat tubuh Umi dalam lilitan ular tersebut, Umi sempat melihat mayat-mayat korban tsunami berhanyutan dengan sampah memenuhi Krueng (sungai) Aceh yang bermuara ke lautan Alu Naga.
"Begitu saya ucapkan selamatkan saya ya meutuah (mulia), ular itu langsung nyelam dalam air, dengan posisi tubuh saya masih dililit, sampai saya sangkut dengan sampah di kawasan sungai Lamyong, itu saya masih dililit," kata Umi.
Sesampainya Umi di kawasan Sungai Lamyong, beberapa menit kemudian seorang remaja melemparkannya sehelai baju kaos, disusul seorang wanita yang memberikannya sehelai gorden untuk menutupi tubuhnya.
"Baju saya udah koyak semuanya, tinggal benang di leher saja," imbuh Umi.
Advertisement
Ditumpuk Mayat
Ditumpuk Mayat
Setelah Umi menutupi tubuhnya barulah datang 3 pemuda, yang menurutnya ketiga pemuda itu merupakan relawan Palang Merah Indonesia (PMI).
"Ditarik badan saya dari lilitan ular, tiba-tiba ular itu melepas saya dengan meluruskan tubuhnya, dan pergi entah ke mana," lanjut Umi.
"Sempat saya bilang sama anak itu, pas ditarik saya, nak ada ular, tidak apa-apa katanya dia nggak ganggu kita," cerita nenek yang juga kehilangan 30 sanak saudaranya saat tsunami menghantam desanya.
Selain itu Umi juga melihat ayam jago miliknya juga selamat berenang di atas sehelai papan tidur miliknya. "Ayam meutuah (mulia) itu juga selamat di atas papan tidur saya, itulah mungkin kuasa Allah," ujar Umi.
Setelah diselamatkan relawan PMI, Umi sempat mendapatkan perawatan. Namun karena kondisi saat itu tidak kondusif dan tubuhnya yang lelah, dia sempat tertidur di jalanan, hingga tubuhnya diangkut dan diletakkan dengan tumpukan mayat lainnya.
"Saya diangkut ke daerah kuburan T Nyak Arif ditumpukin saya dengan mayat di situ," tutur Umi.
Kini, setelah tsunami Aceh berlalu, Umi kembali lagi ke kampung halamannya menata kehidupan dan bergelut kembali dengan kegiatannya sama seperti sebelum terjadinya bencana tersebut.
"Kerjaan saya bidan kampung, obatin orang, mandiin mayat orang perempuan, cukur rambut bayi, hadiri kenduri gitu," pungkas Umi Kalsum. (Ans/Mut)