Mantan Menlu RI: Indonesia Dapat Mendorong Wacana Reformasi PBB

"Reformasi Perserikatan Bangsa-Bangsa itu sebenarnya bukan isu baru, tapi sekarang memang sudah surut..."

oleh Liputan6 diperbarui 11 Apr 2015, 22:29 WIB
Diterbitkan 11 Apr 2015, 22:29 WIB
Di Sidang Tipikor, Hassan Wirajuda Sebut Nama Megawati
Mantan Menlu RI Hassan Wirajuda. (Liputan6.com/Miftahul Hayat)

Liputan6.com, Surabaya - Mantan Menteri Luar Negeri RI Nur Hassan Wirajuda mendukung reformasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang diwacanakan Prof Dr Makarim Wibisono MA dalam pidato pengukuhan dirinya sebagai Guru Besar Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.

"Reformasi PBB itu sebenarnya bukan isu baru, tapi sekarang memang sudah surut, karena pihak yang sudah menikmati kedudukan selama ini memang sulit melakukan distribusi kekuasaan," kata Wirajuda saat menghadiri pengukuhan di Rektorat Unair Surabaya, Sabtu (11/4/2015).

Dalam pidato pengukuhan dirinya, Pelapor Khusus PBB mengenai Situasi HAM Palestina Prof Dr Makarim Wibisono MA menegaskan bahwa PBB perlu direformasi.

"Itu karena PBB dibentuk dengan geopolitik tahun 1945 dan sampai saat ini belum berubah, sehingga PBB kini kehilangan kredibilitas, legitimasi, dan representasi," kata Prof Makarim yang juga menjadi dosen pada sejumlah universitas itu.

Dalam acara yang juga dihadiri Menlu Retno LP Marsudi dan sejumlah perwakilan negara sahabat itu, ia menjelaskan hilangnya kredibilitas, legitimasi, dan representasi PBB itu berbahaya, karena konflik di dunia takkan terselesaikan.

Indonesia Dapat Mendorong

"Kalau perlu, pemerintah Indonesia mendorong inisiasi perlunya reformasi PBB, karena UUD 1945 mengamanatkan itu dan Indonesia juga merupakan negara terbesar keempat di dunia," kata diplomat senior itu.

Menanggapi wacana lama yang disuarakan kembali itu, Hassan Wirajuda menilai Indonesia dapat saja mendorong wacana itu untuk kepentingan perdamaian dunia, namun Indonesia tak perlu memaksakan diri untuk menjadi salah satu dari anggota tetap lembaga dunia itu.

"Untuk kepentingan perdamaian dunia dan stabilitas ekonomi, Indonesia bisa saja menyuarakan kembali isu reformasi PBB itu, namun Indonesia tak perlu menjadi anggota tetap, karena di kawasan Asia masih ada Jepang dan India," kata Wirajuda didampingi rekannya yang juga mantan Menlu Alwi Shihab.

Menurut dia, Indonesia memang layak diperhitungkan untuk menjadi anggota tetap PBB, karena posisi Indonesia dalam perekonomian global sudah masuk peringkat 16, bahkan Indonesia juga menjadi salah negara demokrasi yang besar di dunia serta berpenduduk Muslim terbesar.

"Bisa saja Indonesia menyuarakan wacana reformasi PBB itu dalam Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung pada akhir April mendatang, tapi forum KAA itu sebenarnya lebih tepat untuk kerja sama yang nyata di bidang ekonomi," urai dia.

Ketika dikonfirmasi tentang wacana reformasi PBB itu, Menlu Retno LP Marsudi menyatakan dirinya tidak berhak menanggapi wacana akademik. "Itu wacana akademik, biarlah menjadi perbincangan akademik dulu," tukas Menlu Retno. (Ant)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya