Tolak Sabda Raja, 200 Spanduk Siap Dipasang di Yogya

Spanduk menolak Sabda Raja yang sudah terpasang terlihat di pintu masuk Alun-alun Utara Keraton Yogyakarta.

oleh Yanuar H diperbarui 08 Mei 2015, 15:53 WIB
Diterbitkan 08 Mei 2015, 15:53 WIB
Polemik Keraton Yogyakarta
Spanduk menolak Sabda Raja yang sudah terpasang terlihat di pintu masuk Alun-alun Utara Keraton Yogyakarta. (Liputan6.com/Fathi Mahmud)

Liputan6.com, Yogyakarta - 200 Spanduk menentang Sabda Raja akan dipasang di seluruh Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Spanduk yang sudah terpasang terlihat di pintu masuk Alun-alun Utara Keraton Yogyakarta bertuliskan, "Kembalikan Paugeran. Jogja Tetap Istimewa tertanda Warga Kauman Yogyakarta".

Salah satu warga Yogyakarta, Antok mengatakan pihaknya sudah menyiapkan 200 spanduk yang berisi menentang Sabda Raja dan tetap pada tata aturan yang ada.

"Nanti kita buat rakyat bersatu...Kita buat 200 spanduk dulu di 200 titik lalu dipasang," ujar Antok di Alun-alun Utara Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Kota Yogyakarta, Jumat (8/5/2015).

Antok menjelaskan, warga Kauman tidak setuju dengan Sabda Raja karena menghilangkan gelar Khalifatullah yang merupakan perwujudan kerajaan berbasis agama Islam.

"Dikembalikan ke asalnya aja sesuai aturan yang ada dengan Sabda Raja itu kan diubah-ubah sendiri itu dikembalikan. Warga Kauman itu tidak terima karena Khalifatullah dihilangi itu tidak perwakilan Gusti Allah...," tutur dia.

Antok juga menyoroti banyak hal yang berlawanan dengan isi Sabda Raja. Seperti penghapusan lafadz Islam saat Sabda Raja.

"Ini warga Kauman nggak terima lafadz Islamnya dihilangi, padahal yang buat ini kan pendahulunya orang Islam semua," ucap Antok.

Sebelumnya, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengeluarkan Sabda Raja di Siti Hinggil Keraton Yogyakarta pada Kamis 29 April 2015 dan Selasa 5 Mei 2015, serta Dawuh atau perintah raja. Adapun 5 poin Sabda Raja pertama adalah pergantian nama Sri Sultan Hamengku Buwono menjadi Sri Sultan Hamengku Bawono. Kedua, gelar Sultan tentang Khalifatullah dihapuskan.

Ketiga, penyebut kaping sedasa diganti kaping sepuluh. Keempat mengubah perjanjian antara pendiri Mataram Ki Ageng Giring dengan Ki Ageng Pemanahan. Kelima yaitu menyempurnakan keris Kanjeng Kyai Ageng Kopek dengan Kanjeng Kyai Ageng Joko Piturun.

Namun perintah raja yang dikeluarkan Sri Sultan Hamengku Buwono X tersebut ditentang adik-adiknya. Khususnya perubahan gelar putri sulung Sultan, yakni Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pembayun yang berganti gelar menjadi GKR Mangkubumi alias putri mahkota. (Ans)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya