Kejati DKI Anggap Putusan MK Tak Berlaku dalam Kasus Dahlan Iskan

Pernyataan ini tertuang dalam eksepsi butir pertama berkas jawaban permohonan Dahlan Iskan.

oleh FX. Richo Pramono diperbarui 27 Jul 2015, 18:16 WIB
Diterbitkan 27 Jul 2015, 18:16 WIB
20150727-Sidang Praperadilan Dahlan Iskan-Jakarta-Yusril Ihza Mahendra
Suasana sidang praperadilan yang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) terkait penetapan tersangka oleh Kejati DKI Jakarta, Senin (27/7/2015). (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Meski tim pengacara Dahlan Iskan menjadikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penetapan tersangka masuk dalam objek praperadilan sebagai alasan mengajukan permohonan, namun pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta beranggapan putusan MK tersebut tidak berlaku.

Hal tersebut diperkuat pihak Kejati DKI dalam berkas jawaban yang langsung dibacakan seusai tim pengacara Dahlan Iskan membacakan permohonannya di hadapan hakim tunggal Lendrianty Janis di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Pernyataan itu tertuang dalam eksepsi butir pertama berkas jawaban permohonan Dahlan Iskan.

"Berdasarkan asas legalitas yang membatasi berlakunya hukum formil dan materiil pada pelaksanaan pidana dan tata cara proses pidana, maka Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 tidak berlaku secara serta merta dalam proses pidana," ujar salah satu tim kuasa termohon Kejati DKI Jakarta di PN Jakarta Selatan, Senin (27/7/2015).

Pernyataan itu juga disebutkannya berdasar pada ketentuan Pasal 20 ayat 1 Undang Undang Dasar 1945 di mana kekuasaan membentuk Undang Undang merupakan kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat bersama dengan Presiden. Karena itu ia menekankan bahwa sebelum terbentuk Undang Undang baru yang mengatur mengenai kewenangan praperadilan, maka pembatasan Hukum Acara Pidana tentang Praperadilan tidak dapat disimpangi.

"Mahkamah Konstitusi telah membuat atau menciptakan norma baru dengan menjadikan penetapan tersangka sebagai obyek dari praperadilan. Hal ini telah melampaui kewenangan Mahkamah Konstitusi sebagai diatur dalam UUD 1945 dan UU No. 24 tahun 2004 yang kemudian telah dirubah dengan UU No. 8 tahun 2011 dan tidak memberi kewenangan kepada Mahkamah Konstitusi untuk mengubah Undang-Undang atau menambah ketentuan Undang-Undang," lanjut pihak Kejati DKI Jakarta membacakan berkas jawaban.

Dengan alasan tersebut, Kejati DKI Jakarta menyatakan Putusan MK tidak memiliki kekuatan mengikat. Secara spesifik putusan MK dengan nomor 21/PPU-XII/2014 tanggal 28 April 2015.

Tanggapan Dahlan

Menanggapi hal itu, pengacara Dahlan, Yusril Ihza Mahendra menyatakan jawaban Kejati DKI Jakarta selaku termohon menunjukkan sikap yang tidak konsisten.

"Bagi saya ini pertama kali ya. Sering kali kejaksaan tidak konsisten. Jika menguntungkan kejaksaan mereka pakai, di saat tidak menguntungkan dan memojokkan kejaksaan mereka tidak pakai dan bilang MK tidak berwenang," kata Yusril di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (27/7/2015).

Yusril tetap berpendapat bahwa keputusan MK terkait penetapan tersangka yang masuk dalam obyek praperadilan merupakan keputusan yang tetap mengikat. Keputusan itu pun berlaku seketika setelah dibacakan kepada umum.

"Itukan tidak benar, sudah berapa kali PN Jaksel ini memutuskan bahwa penetapan tersangka sebagai obyek praperadilan dan kemudian sudah ada keputusan MK, penetapan tersangka adalah juga obyek praperadilan," pungkas Yusril.

Dalam sidang praperadilan, Dahlan menggugat penetapan tersangka yang dijeratkan padanya oleh Kejati DKI Jakarta. Dahlan ditetapkan tersangka oleh Kejati DKI Jakarta atas kasus dugaan korupsi pembangunan Gardu Induk Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara tahun anggaran 2011-2013 dengan total anggaran lebih dari Rp 1 triliun.

Dahlan ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejati DKI Jakarta pada 6 Juni silam karena diduga melakukan korupsi dalam proyek pembangunan 21 Gardu Induk. Saat itu ia menduduki posisi Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Berdasarkan hasil penghitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan DKI Jakarta, kerugian negara atas kasus ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp 33 miliar.

Kejati DKI Jakarta menjerat Dahlan sebagai tersangka karena diduga telah melanggar pasal 2 dan pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Mut/Yus)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya