Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadwalkan pemeriksaan anggota Komisi V DPR Musa Zainuddin. Musa sebelumnya beralasan sakit, saat dipanggil penyidik KPK pada 12 Februari lalu.
Kali ini, Musa diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
"Yang bersangkutan akan dimintai keterangan sebagai saksi untuk tersangka AKH (Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir)," kata Plh Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati di KPK, Jakarta Selatan, Kamis (18/2/2016).
Yuyuk menjelaskan, selain Musa, KPK juga memanggil 1 saksi lain untuk tersangka AKH. Dia adalah Suratin, tenaga ahli di Komisi V DPR.
Para saksi tersebut dipanggil karena diduga mengetahui kasus dugaan suap proyek Kementerian PUPR, yang telah menjerat anggota Komisi V Damayanti Wisnu Putranti.
"Kalau mereka datang sebagai saksi diduga melihat, mendengar sesuatu tentang kasus, sehingga penyidik meminta keterangannya," tutur Yayuk.
Baca Juga
KPK menangkap anggota Komisi V DPR Damayanti Wisnu Putranti dan 2 rekannya, Dessy A Edwin dan Julia Prasetyarini. Selain itu, Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir juga ditangkap KPK pada Rabu 13 Januari 2016.
Politikus PDIP Dapil Jawa Tengah itu diduga menerima suap hingga ratusan ribu dolar Singapura dari Abdul Khoir. Uang suap itu disampaikan bertahap melalui stafnya Dessy dan Julia.
Uang yang diberikan Abdul Khoir kepada Damayanti diduga untuk mengamankan proyek Kementerian PUPR anggaran 2016. Proyek itu merupakan proyek pembangunan jalan di Maluku, yang digarap Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional IX.
Damayanti, Dessy, dan Julia dijadikan tersangka penerima suap. Ketiganya dikenakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, Abdul Khoir menjadi tersangka pemberi suap. Dia dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Advertisement