Curhat Aliansi Cinta Keluarga Indonesia Kepada Pimpinan MPR

Kaum ibu yang tergabung dalam organisasi Aliansi Cinta Keluarga Indonesia (AILA) mendatangi Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid.

oleh Liputan6 diperbarui 03 Mar 2016, 18:57 WIB
Diterbitkan 03 Mar 2016, 18:57 WIB
Curhat Aliansi Cinta Keluarga Indonesia Kepada Pimpinan MPR
Kaum ibu yang tergabung dalam organisasi Aliansi Cinta Keluarga Indonesia (AILA) mendatangi Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid.

Liputan6.com, Jakarta Hampir seluruh kaum ibu di seluruh wilayah Indonesia saat ini gerah dengan berbagai fenomena negatif yang mengarah kepada degradasi moral dan penyimpangan moral contoh, makin maraknya tontontan televisi yang mengeksploitasi gaya-gaya feminim atau gaya kebanci-bancian, munculnya dan makin maraknya LGBT yang kini sudah tidak malu-malu lagi bahkan ada kebanggan tersendiri untuk membukanya di publik.

Keresahan dan kekhawatiran makin membuncah sebab semua hal negatif tersebut hadir dan mengelilingi anak-anak mereka dan masuk ke dalam rumah melalui tontontan televisi dan internet. Hari ini, Kamis ( 3/3 ) sebagian elemen kaum ibu yang tergabung dalam organisasi Aliansi Cinta Keluarga Indonesia ( AILA ) di wakili sembilan orang ibu delegasi mendatangi Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, di Ruang Kerjanya, Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Maksud kedatangan mereka adalah untuk curhat soal fenomena tayangan kebanci-bancian di televisi serta fenomena LGBT. Mewakili organisasi, Ketua AILA Rita H Soebagio mengatakan bahwa keresahan kaum ibu sudah sampai puncaknya sejak tayangan yang memamerkan gaya kebanci-bancian dan munculnya LGBT dengan sangat terbuka makin tak terkontrol.

“Kami sangat khawatir anak-anak kami akan terpengaruh sebab tayangan dan gerakan LGBT sangat massif dan makin berani bahkan mereka menggunakan cara MLM yakni melalui remaja merekrut remaja di sekolah-sekolah atau kampus-kampus bahkan secara terang-terangan ingin memasukkan soal LGBT menjadi bahan ajaran, ini sangat mengkhawatirkan karena tidak sesuai dengan nilai-nilai agama dan karakter bangsa,” katanya.

Kepada Hidayat, Rita mengungkapkan bahwa saat ini hukum dan peraturan di Indonesia masih kurang jelas dan tegas menghadapi tayangan negatif dan LGBT. Tidak ada aturan yang jelas dan tegas apakah LGBT itu dibolekan atau dilarang sama sekali.

“Karena ketidak jelasan itu, kami sangat mengkhawatirkan ada gesekan-gesekan dari rakyat, ada yang pro ada yang sangat kontra dan gesekan -gesekan itu akan berpotensi konflik terbuka. Kami mengharapkan dalam kesempatan ini Bapak Hidayat mau berkoordinasi dengan lembaga-lembaga terkait seperti terutama kepada Kementerian Pendikan dan Kebudayaan agar membendung LGBT dan hal-hal negatif seputar itu untuk masuk bahan ajar anak usia sekolah,” jelasnya.

Untuk itu, lanjut Rita, alangkah baiknya jika ada perubahan UU bahkan pada UUD dilakukan revisi secara menyeluruh terutama soal LGBT dan hal-hal lain yang negatif dan mengarah ke degradasi morak seperti pornografi, tayangan kebanci-bancian.

Menyikapi hal tersebut, Hidayat menjelaskan bahwa dalam sistem ketatanegaraan, rakyat adalah berdaulat penuh, kedaulatan di tangan rakyat untu itu apa yang menjadi keresahan rakyat harus didengar, namun dalam tatanan demokrasi ada aturan yang harus dituruti. Jika rakyat tidak merasa sesuai dengan UU, bisa melakukan judicialreview ke Mahkamah Konstitusi ( MK ) namun jika produk hukumnya belum ada atau ada kekosongan hukum dan ingin diciptakan satu produk hukum seperti pelarangan LGBT, rakyat bisa melalui wakil-wakilnya di DPR bukan judicialreview lagi dan bukan wewenang MK.

“Menurut saya bukan hanya tayangan yang mengeksploitasi kebanci-bancian dan LGBT ada banyak lagi seperti kejahatan narkoba. Khusus kejahatan narkoba saya setuju dengan pemberatan hukuman dan itu sebenarnya harus dilakukan sebab dampak kerusakannya kepada generasi muda sangatlah berat,” ujarnya.

Intinya, Hidayat sangat memahami keresahan para kaum ibu, namun semua harus dilakukan dengan cara yang sesuai aturan jangan melakukan hal yang anarkis dan radikal contoh mencaci maki, melakukan perbuatan kekerasan fisik kepada mereka, semua itu tidak dibenarkan dalam agama Islam dan tidak diobenarkan dalam UU Indonesia./der

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya