Mantan Wapres: Penjualan Kaus Palu Arit Bagian Taktik PKI

Penjualan kaus palu arit merupakan awal kebangkitan PKI.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 01 Jun 2016, 11:10 WIB
Diterbitkan 01 Jun 2016, 11:10 WIB
Syukuran Film Jenderal Soedirman
Jenderal TNI (Purn) H. Try Soetrisno (kiri) saat menghadiri Syukuran film Jenderal Soedirman di Balai Sudirman, Tebet, Jakarta, Selasa (20/1/2015). (Liputan6.com/Panji Diksana)

Liputan6.com, Jakarta - Beberapa waktu belakangan, polisi menangkap 2 pedagang yang menjual kaus bergambar palu arit atau simbol komunis. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan menilai kaus tersebut hanya tren anak muda.

Pernyataan Luhut pun dibantah mantan Wakil Presiden Try Sutrisno. Menurut dia, penjualan kaus palu arit tersebut merupakan awal kebangkitan PKI dan pemerintah tidak boleh menganggapnya remeh.

"Ada yang bilang soal kaus itu musiman dan hobi anak muda. Jangan merendahkan, mereka (PKI) taktisnya luar biasa," tegas Try, dalam Simposium Anti-PKI di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (1/6/2016).

Ketua Panitia Simposium Anti-PKI Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri menegaskan, pemerintah harus mengembalikan kecintaan masyarakat pada Pancasila. Sebab, sudah ada kepudaran ideologi pada para pemuda bangsa.

‎"Terjadi pudarnya nilai-nilai Pancasila di kepemudaan, di saat bersamaan beredar ideologi lain yang telah marak merasuki generasi muda. Jika dibiarkan, dapat dipastikan Pancasila dan NKRI akan jadi fosil," tegas Kiki.

Sebelumnya, Luhut mengaku kerap mendapat laporan adanya pergerakan soal penyebaran paham komunisme belakangan ini. Dia pun mengecek info-info tersebut.

"Ada yang posting di medsos sekian ribu orang katanya, di mana? Saya cek tidak ada. Itu juga saya tanya, saya cek lapangan juga. Tidak ada juga," kata Luhut, Senin 9 Mei lalu.

Sementara, Polsek Kebayoran Baru, Jaksel, sempat menangkap 2 penjual kaus bergambar palu arit. Namun akhirnya dibebaskan, karena menurut Kapolsek Kebayoran Baru Kompol Ary Purwanto, penjualan kaus itu murni bisnis dan tak ada tanda-tanda perbuatan makar.

Tiada Maaf

Simposium Anti-PKI ini digelar oleh purnawirawan TNI/Polri dan didukung oleh 49 ormas. Tujuan digelar simposium itu adalah merapatkan barisan untuk mencegah kebangkitan PKI dan mempersatukan bangsa melalui Pancasila.

Try Sutrisno juga menilai adanya niat pemerintah untuk meminta maaf termasuk berlebihan. Peristiwa 30 September 1965 lalu dibuat oleh PKI. Oleh karena itu, tidak pantas oknum yang berbuat menerima permintaan maaf.

"Aksi sepihak, dulu PKI yang lakukan kok mereka sekarang menyuruh minta maaf. Aksi yang berlangsung di bulan-bulan belakangan ini terasa berlebihan," tegas Try.

Salah seorang Ketua Majelis Ulama Indonesia Ahmad Cholil Ridwan menegaskan pemerintah dan masyarakat Indonesia tidak boleh meminta maaf pada PKI.

"Kalau ada usulan minta maaf, tiada maaf bagimu PKI. Kalau kau mau bangkit hanya 1 kata: jihad," tandas Cholil.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya