KPK Harap Suami Inneke Koesherawati Kooperatif Sebelum Dijemput

KPK berharap Fahmi Darmawansyah bersikap kooperatif, dengan begitu akan menguntungkan suami artis Inneke Koesherawati itu sendiri.

oleh Oscar Ferri diperbarui 20 Des 2016, 12:53 WIB
Diterbitkan 20 Des 2016, 12:53 WIB
20161206-Kabiro-Humas--HA1
Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah memberi keterangan kepada awak media di gedung KPK, Jakarta, Selasa (6/12). Dalam keterangan tersebut, KPK telah menetapkan Bupati Nganjuk, Taufiqurahman sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. (Liputan6.com/Helmi Affandi)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan belum akan menjemput paksa Fahmi Darmawansyah. Walaupun, salah satu tersangka kasus dugaan suap proyek pengadaan alat monitoring satelit di Badan Keamanan Laut (Bakamla) ini sedang tidak berada di Indonesia.

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan KPK juga belum berkoordinasi dengan pihak penegak hukum lain seperti Interpol ataupun Polri terkait Fahmi ini. Meski, lanjut dia, KPK pernah melakukan koordinasi atau jemput paksa terhadap tersangka yang tidak kooperatif atau kabur ke luar negeri.

"Sebelumnya KPK pernah menangani beberapa buron. Tapi sampai saat ini kami belum sampai kesimpulan itu hingga saat ini," ucap Febri di Jakarta, Selasa (20/12/2016).

"Sudah berulang kali sebenarnya ketika tersangka tidak kooperatif, sejuah ini kami selalu bisa menyelesaikan masalah itu dengan kerja sama dan koordinasi yang baik di tingkat internasional," sambung dia.

Menurut Febri, KPK berharap Fahmi mau bersikap kooperatif, sehingga dengan begitu akan menguntungkan suami artis Inneke Koesherawati itu sendiri.

"Harapannya tentu tidak ada pikiran untuk mengikuti jejak yang sama soal itu. Sikap kooperatif sangat menguntungkan bagi tersangka maupun untuk pengungkapan perkara ini," kata Febri.

KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pengadaan alat monitoring satelit di Bakamla yang dibiayai APBN-P tahun 2016‎.

Keempatnya, yakni Deputi Informasi‎ Hukum dan Kerja Sama sekaligus Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Utama Bakamla Eko Susilo Hadi, pegawai PT Melati Technofo Indonesia (MTI) Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus, serta Direktur Utama PT MTI Fahmi Darmawansyah.

Oleh KPK, Eko sebagai penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Sementara Adami, Hardy, dan Fahmi selaku pemberi suap disangka dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 ‎huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor.

Adapun, penetapan tersangka ini merupakan hasil OTT yang dilakukan Tim Satgas KPK di dua lokasi berbeda di Jakarta. Dalam OTT itu diamankan empat orang, yakni ‎Edi, Adami, Hardy, dan Danang Sri Raditiyo.

Dari pemeriksaan 1x24 jam, tiga diantaranya jadi tersangka, sementara Danang yang merupakan pegawai PT MTI masih berstatus saksi. Sedangkan, Fahmi jadi tersangka usai KPK memeriksa terhadap mereka yang diamankan Tim Satgas dalam OTT tersebut.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya