Liputan6.com, Jakarta - Kasus dugaan suap Bupati Buton nonaktif Samsu Umar Abdul Samiun kepada mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar kembali digelar Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta Pusat.
Sidang kali ini, jaksa KPK menghadirkan empat saksi, di antaranya Laode Muhammad Agus Mukmin. Dalam kesaksiannya dia mengaku mendapat desakan dari Arbab Paproeka, untuk mempertemukan dengan terdakwa.
Arbab dikenal Laode sebagai tokoh di Buton. Saat itu, kata Laode, Arbab ingin membicarakan soal putusan gugatan di MK terkait Pilkada Buton.
Advertisement
"Saya kenal dengan Arbab Paproeka. Dia itu saya kenal adalah tokoh masyarakat dan anggota DPR juga dari PAN (Partai Amanat Nasional). Arbab ini menghubungi saya dan dia telepon saya, bilang coba kau usahakan saya bisa ketemu Pak Umar, " kata Laode menjawab pertanyaan jaksa, Rabu (26/7/2017).
Laode menuturkan setidaknya ada dua atau tiga kali, Arbab mendesak untuk bisa ketemu terdakwa melalui dirinya. Sementara, Arbab mengetahui dirinya berteman dekat dengan Samsu Umar.
Permintaan Arbab pun disampaikan kepada terdakwa. Namun terdakwa, kata Laode, justru menolak dengan tegas. Malah seringkali terdakwa marah kepada dirinya ketika menyampaikan terkait permintaan pertemuan itu.
"Usahakan saya ketemu dengan Samsu. Enggak usah banyak tanya ketemukan saja dulu kata Arbab. Saya bilang oke, nanti saya sampaikan. Kemudian saya ke Pak Samsu dan saya sampaikan. Tapi dijawab 'ah ngapain saya sudah menang mau ngapain lagi'," ungkap Laode.
Tanggapan dari terdakwa Samsu pun disampaikan kembali kepada Arbab. Bukannya menyerah, kata Laode, Arbab justru mendesak agar bisa secepatnya bertemu.
Malah, kata Laode, Arbab menegaskan jika tidak bisa bertemu maka besar kemungkinan Akil Mochtar membalik putusan atau dengan kata lain tidak mengabulkan gugatan yang diajukan terdakwa.
"Gus ini jangan main-main kalau saya enggak bisa ketemu, ini bisa dianulir seperti Kota Waringin Barat. Itu nekat loh Pak Akil," ujar Laode meniru Arbab.
Laode pun menyampaikan hal tersebut kepada terdakwa Samsu Umar. Tapi bukannya disambut baik informasi tersebut, terdakwa justru makin marah.
"Tapi saya sampaikan itu malah marah lagi terdakwa, soalnya dibilang akan dianulir dan Akil berani. Ya sudah saya bilang," dia menambahkan.
Tanggapan terdakwa Samsu pun kembali disampaikan kepada Arbab. Di situ, kata Laode, Arbab pun meminta nomor telepon terdakwa.
"Dia minta nomor telepon terdakwa ya saya kasih, " ujar dia.
Saksi Arbab sampai saat ini belum dihadirkan oleh jaksa untuk dikonfrontir keterangannya. Arbab ditengarai sebagai pihak yang menghubungkan terdakwa dengan Akil.
Selain itu, dalam dakwaan Arbab disebut menyampaikan adanya permintaan Akil, agar dia menyediakan uang Rp 5 miliar terkait putusan akhir dalam perkara Perselisihan Hasil Pilkada di Kabupaten Buton.
Menindaklanjuti permintaan tersebut, Samsu memberi uang Rp 1 miliar kepada Akil. Penyerahan uang dilakukan sesuai arahan yang diberikan Arbab.
Samsu didakwa melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dakwaan Jaksa
Dalam dakwaan, jaksa KPK menyebut Samsu Umar memberikan uang Rp 1 miliar kepada Akil, untuk mempengaruhi putusan akhir perkara MK No: 91-92/PHPU.D-IX/2011 tanggal 24 Juli 2012, tentang perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) di Kabupaten Buton Tahun 2011.
"Terdakwa memberi atau menjanjikan sesuatu dengan maksud untuk memengaruhi putusan perkara yang diserahkan untuk diadili," kata jaksa di PN Tipikor, Jakarta, Senin 12 Juni.
Awalnya pada Agustus 2011, Samsu menjadi peserta Pilkada Buton sebagai calon bupati berpasangan dengan La Bakry sebagai calon wakil bupati. Pilkada Buton saat itu diikuti sembilan pasangan calon.
Lalu, 4 Agustus 2011 dilakukan pemungutan suara dan hasil penghitungan suara, KPU Kabupaten Buton menetapkan pasangan nomor tiga, yaitu Agus Feisal Hidayat - Yaudu Salam Adjo sebagai pasangan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Buton.
Samsu bersama calon wakil bupati dan dua pasangan calon lainnya mengajukan gugatan ke Mahakamah Konstitusi (MK). Hasilnya, keputusan KPU tersebut dibatalkan.
Pemilihan ulang pun dilakukan. Dari pemilihan ulang itu, KPU akhirnya menetapkan Samsu dan pasangannya sebagai peserta yang paling unggul dengan perolehan suara terbanyak. Tak terima dengan hasil itu, pasangan calon lainnya kembali mengajukan gugatan ke MK.
Pada 16 Juli 2012, Samsu dihubungi oleh Arbab Paproeka yang mengajak bertemu di Hotel Borobudur Jakarta dan dia menyetujuinya. Tiba di hotel, Arbab pun menyampaikan kepada Samsu bahwa Akil hadir di ruangan tersebut.
Pada malam harinya setelah pertemuan, Samsu menerima telepon Arbab yang menyampaikan adanya permintaan Akil, agar dia menyediakan uang Rp 5 miliar terkait putusan akhir dalam perkara Perselisihan Hasil Pilkada di Kabupaten Buton.
Menindaklanjuti permintaan tersebut, Samsu memberi uang Rp 1 miliar kepada Akil. Penyerahan uang dilakukan sesuai arahan yang diberikan Arbab.
Bupati Buton nonaktif Samsu Umar Abdul Samiun didakwa melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Saksikan video menarik berikut ini: