Liputan6.com, Jakarta - Gunung Agung di Bali tiba-tiba meletus pada pukul 17.03 Wita. Letusan tersebut langsung terjadi tanpa disertai tanda-tanda adanya peningkatan kegempaan.
Menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, letusan Gunung Agung tersebut berjenis freaktik. Letusan freatik terjadi akibat adanya uap air bertekanan tinggi.
"Uap air tersebut terbentuk seiring dengan pemanasan air bawah tanah atau air hujan yang meresap ke dalam tanah di dalam kawah, kemudian kontak langsung dengan magma. Letusan freatik disertai dengan asap, abu, dan material yang ada di dalam kawah," ujar Sutopo dalam keterangan, Jakarta, Selasa, (21/11/2017).
Advertisement
Gempa jenis ini disebutkan sulit diprediksi. Beberapa kali gunung api di Indonesia meletus freatik saat status gunung api tersebut Waspada (level 2).
"Seperti letusan Gunung Dempo, Gunung Dieng, Gunung Marapi, Gunung Gamalama, Gunung Merapi dan lainnya. Tinggi letusan freaktik juga bervariasi, bahkan bisa mencapai 3.000 meter tergantung dari kekuatan uap airnya," jelas dia.
Sutopo juga menuturkan, abu vulkanik bertiup ke arah Timur-Tenggara. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) masih menganalisis aktivitas vulkanik.
"Status Gunung Agung tetap Siaga atau level 3," ujar dia.
Â
Tetap Tenang
"Dari aktivitas vulkanik belum menunjukkan adanya lonjakan kenaikan kegempaan. Tremor Non-Harmonik sebanyak satu kali dengan amplitudo 2 mm dan durasi 36 detik. Gempa vulkanik dalam sebanyak dua kali dengan amplitudo 5-6 mm dan durasi 8-26 detik," kata dia.
Dia mengimbau masyarakat agar tetap tenang. Warga hendaknya mengikuti semua rekomendasi dari PVMBG.
"Masyarakat di sekitar Gunung Agung dan pendaki, pengunjung, wisatawan agar tidak berada, atau melakukan pendakian dan aktivitas apa pun di zona perkiraan bahaya yaitu di dalam area kawah Gunung Agung dan radius 6 km dari kawah puncak Gunung Agung," ucap Sutopo.
Advertisement