Liputan6.com, Jakarta Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengaku belum mengetahui siapa calon pengganti Yudi Latif sebagai Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Namun, Moeldoko ingin pengganti Yudi nanti merupakan sosok yang berkapasitas tinggi.
"Pak Yudi Latif adalah seseorang yang dapat memberikan kapasitas yang sangat tinggi, besar. Semua orang tahu tentang beliau. Makanya perlu mencari pengganti yang betul-betul kapasitasnya tinggi ya," kata Moeldoko di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat 8 Juni 2018.
Menurut Moeldoko, nantinya pengganti Yudi Latif di BPIP memiliki tugas untuk memperkuat ideologi Pancasila sebagai ideologi bangsa. Khususnya bagi kalangan pemuda dan generasi penerus bangsa.
Advertisement
"Karena memang di saat situasi kita lagi kering masalah ideologi ini, maka kehadiran BPIP sungguh diperlukan, mengapa demikian? karena saat ini bermunculan ideologi lain, kalau tidak ditangani akan segera mengkhawatirkan," ucap Moeldoko.
Tak Ada Intrik
Sementara, mantan Panglima TNI ini memastikan bahwa tidak ada intrik internal di tubuh BPIP sehingga Yudi memutuskan untuk mundur sebagai pimpinan. Moeldoko juga membantah isu adanya tekanan terhadap Yudi oleh para seniornya di BPIP selama menjabat sebagai Kepala BPIP.
"Oh enggak, enggak ada itu. Tekanan enggak ada. Beliau sering ke kantor saya bersama-sama tim yang lain. Kita berdiskusi tentang bagaimana metode pengarusutamaan Pancasila dan langkah-langkah konkret agar Pancasila bisa diterima oleh anak-anak kita dengan metode yang terbaik," tandas Moeldoko.
Advertisement
Pemimpin Baru
Sebelumnya, Yudi Latif mundur dari jabatannya sebagai Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Dia merasa perlu ada pemimpin baru yang lebih sesuai dengan kebutuhan BPIP.
"Harus ada daun-daun yang gugur demi memberi kesempatan bagi tunas-tunas baru untuk bangkit. Sekarang, manakala proses transisi kelembagaan menuju BPIP hampir tuntas, adalah momen yang tepat untuk penyegaran kepemimpinan," tulis Yudi Latif dalam akun Facebooknya, Jumat (8/6/2018).
Yudi Latif mengaku jika ada kekurangan dan kesalahan yang dilakukan lembaga BPIP ini menjadi tanggungjawabnya sebagai ketua pelaksana. "Untuk itu, dengan segala kerendahan hati saya ingin menghaturkan permohonan maaf pada seluruh rakyat Indonesia," kata dia.
Dia pun memohon pamit tak bisa meneruskan tugasnya untuk menggaungkan Pancasila.
"Saya mohon pamit. "Segala yang lenyap adalah kebutuhan bagi yang lain, (itu sebabnya kita bergiliran lahir dan mati). seperti gelembung-gelembung di laut berasal, mereka muncul, kemudian pecah, dan kepada laut mereka kembali" (Alexander Pope, An Essay on Man)," tulis Yudi.
Isi Lengkap Pengunduran Diri Yudi Latif
Berikut isi lengkap surat mundurnya Yudi Latif sebagai Kepala Pelaksana BPIP:
Salam Pancasila!Saudara-saudaraku yang budiman,Hari kemarin (Kamis, 07 Juni 2018), tepat satu tahun saya, Yudi Latif, memangku jabatan sebagai Kepala (Pelaksana) Unit Kerja Presiden-Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP)--yang sejak Februari 2018 bertransformasi menjadi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Selama setahun itu, terlalu sedikit yang telah kami kerjakan untuk persoalan yang teramat besar.
Lembaga penyemai Pancasila ini baru menggunakan anggaran negara untuk program sekitar 7 milyar rupiah. Mengapa? Kami (Pengarah dan Kepala Pelaksana) dilantik pada 7 Juni 2017. Tak lama kemudian memasuki masa libur lebaran, dan baru memiliki 3 orang Deputi pada bulan Juli. Tahun anggaran telah berjalan, dan sumber pembiayaan harus diajukan lewat APBNP, dengan menginduk pada Sekretaris Kabinet. Anggaran baru turun pada awal November, dan pada 15 Desember penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga harus berakhir. Praktis, kami hanya punya waktu satu bulan untuk menggunakan anggaran negara. Adapun anggaran untuk tahun 2018, sampai saat ini belum turun.
Selain itu, kewenangan UKP-PIP berdasarkan Perpres juga hampir tidak memiliki kewenangan eksekusi secara langsung. Apalagi dengan anggaran yang menginduk pada salah satu kedeputian di Seskab, kinerja UKP-PIP dinilai dari rekomendasi yang diberikan kepada Presiden.
Kemampuan mengoptimalkan kreasi tenaga pun terbatas. Setelah setahun bekerja, seluruh personil di jajaran Dewan Pengarah dan Pelaksana belum mendapatkan hak keuangan. Mengapa? Karena menunggu Perpres tentang hak keuangan ditandatangani Presiden. Perpres tentang hal ini tak kunjung keluar, barangkali karena adanya pikiran yang berkembang di rapat-rapat Dewan Pengarah, untuk mengubah bentuk kelembagaan dari Unit Kerja Presiden menjadi Badan tersendiri. Mengingat keterbatasan kewenangan lembaga yang telah disebutkan. Dan ternyata, perubahan dari UKP-PIP menjadi BPIP memakan waktu yang lama, karena berbagai prosedur yang harus dilalui.
Dengan mengatakan kendala-kendala tersebut tidaklah berarti tidak ada yang kami kerjakan. Terima kasih besar pada keswadayaan inisiatif masyarakat dan lembaga pemerintahan. Setiap hari ada saja kegiatan kami di seluruh pelosok tanan air; bahkan seringkali kami tak mengenal waktu libur. Kepadatan kegiatan ini dikerjakan dengan menjalin kerjasama dengan inisiatif komunitas masyarakat dan Kementerian/Lembaga. Suasana seperti itulah yang meyakinkan kami bahwa rasa tanggung jawab untuk secara gotong-royong menghidupkan Pancasila merupakan kekuatan positif yang membangkitkan optimisme.
Eksistensi UKP-PIP/BPIP berhasil bukan karena banyaknya klaim kegiatan yang dilakukan dengan bendera UKP-PIP/BPIP. Melainkan, ketika inisiatif program pembudayaan Pancasila oleh lembaga kenegaraan dan masyarakat bermekaran, meski tanpa keterlibatan dan bantuan UKP-PIP/BPIP.
Untuk itu, dari lubuk hati yang terdalam, kami ingin mengucapkan terima kasih setinggi-tingginya atas partisipasi semua pihak dalam mengarusutamakan kembali Pancasila dalam kehidupan publik.
Selanjutnya, harus dikatakan bahwa transformasi dari UKP-PIP menjadi BPIP membawa perubahan besar pada struktur organisasi, peran dan fungsi lembaga. Juga dalam relasi antara Dewan Pengarah dan Pelaksana. Semuanya itu memerlukan tipe kecakapan, kepribadian serta perhatian dan tanggung jawab yang berbeda.
Saya merasa, perlu ada pemimpin-pemimpin baru yang lebih sesuai dengan kebutuhan. Harus ada daun-daun yang gugur demi memberi kesempatan bagi tunas-tunas baru untuk bangkit. Sekarang, manakala proses transisi kelembagaan menuju BPIP hampir tuntas, adalah momen yang tepat untuk penyegaran kepemimpinan.
Pada titik ini, dari kesadaran penuh harus saya akui bahwa segala kekurangan dan kesalahan lembaga ini selama setahun lamanya merupakan tanggung jawab saya selaku Kepala Pelaksana. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati saya ingin menghaturkan permohonan maaf pada seluruh rakyat Indonesia.
Pada segenap tim UKP-PIP/BPIP yang dengan gigih, bahu-membahu mengibarkan panji Pancasila, meski dengan segala keterbatasan dan kesulitan yang ada, apresiasi dan rasa terima kasih sepantasnya saya haturkan.
Saya mohon pamit. "Segala yang lenyap adalah kebutuhan bagi yang lain, (itu sebabnya kita bergiliran lahir dan mati). seperti gelembung-gelembung di laut berasal, mereka muncul, kemudian pecah, dan kepada laut mereka kembali" (Alexander Pope, An Essay on Man).
Salam takzim,Yudi Latif
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement