Liputan6.com, Jakarta: Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan, sejak 2001-2010, PT Freeport Indonesia (FI) mengucurkan uang keamanan untuk Polri hingga puluhan juta dolar Amerika Serikat. "Pembayaran dana keamanan PT FI kepada aparat Indonesia dari sumber Laporan PT FI dari tahun 2001-2010 dengan total US$ 79,1 juta," ucap Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW Firdaus Ilyas kepada wartawan di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa (1/11).
Rincinya, pada 2001 senilai US$ 4,7 juta, 2002 sebesar US$ 5,6 juta, 2003 senilai US$ 5,9 juta, 2004 sebesar US$ 6,9 juta, 2005 sejumlah US$ 6 juta, 2006 sekitar US$ 9 juta, 2007 senilai US$ 9 juta, 2008 sebesar US$ 8 juta), 2009 sejumlah US$ 10 juta), dan terakhir pada 2010 Freeport diduga mengucurkan dana keamanan sebesar US$ 14 juta.
Namun menurut Firdaus, ICW belum menemukan pemberian dana tersebut langsung diserahkan ke institusi atau personal. "Intinya dana itu ilegal. Selain itu, dana tersebut bisa dikatakan sebagai bentuk suap karena uang itu diberikan tidak ada dasar hukumnya," ujarnya.
Diakui Firdaus, pihaknya belum dapat mengusut dana yang dianggarkan PT FI tersebut mengalir ke petinggi Polri atau tidak. Sebab, jika ada aliran dana, maka itu bisa diduga sebagai gratifikasi. Namun, ia memastikan dana tersebut tidak melewati Kementerian Keuangan.
Sementara, Koordinator Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Nurkholis Hidayat mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa kedua institusi tersebut, terutama mengungkap dana tersebut dapat dikatakan wajar atau tidak. "KPK harus bertindak secepatnya, memanggil Freeport, menyita laporan, memanggil Kapolri. KPK harus menangkap pelaku yang masuk gratifikasi," kata Nurkholis.
Sebelumnya, politisi Partai Kebangkitan Bangsa Lily Wahid mensinyalir TNI dan Polri menerima setoran hingga US$ 14 juta dari Freeport. Kemudian, dugaan tersebut dikuatkan oleh temuan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) yang menyebut tiap anggota Polri memperoleh honor hingga Rp 1,2 juta per bulan [baca: Kepolisian Harus Klarifikasi Hubungannya dengan Freeport].
Namun sejauh ini, Polri membantah dana US$ 14 juta dari Freeport mengalir sampai jajaran di Mabes Polri. Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Inspektur Jenderal Pol. Saud Usman Nasution mengatakan, dana itu hanya mengalir di wilayah Papua. "Iya (langsung ke daerah, tidak ke Mabes Polri)," ujar Saud saat jumpa pers di Jakarta, Senin silam [baca: Polri Tegaskan Tidak Terima Dana Freeport].
Adapun manajemen PT Freeport Indonesia menyatakan, biaya pengamanan untuk TNI-Polri sudah dikeluarkan sejak beberapa tahun lalu. PT FI mengaku mengeluarkan anggaran keamanan sebanyak 14 juta dolar AS pada periode 2010 [baca: Freeport: Biaya Pengamanan Bersifat Sukarela].(ANS)
Rincinya, pada 2001 senilai US$ 4,7 juta, 2002 sebesar US$ 5,6 juta, 2003 senilai US$ 5,9 juta, 2004 sebesar US$ 6,9 juta, 2005 sejumlah US$ 6 juta, 2006 sekitar US$ 9 juta, 2007 senilai US$ 9 juta, 2008 sebesar US$ 8 juta), 2009 sejumlah US$ 10 juta), dan terakhir pada 2010 Freeport diduga mengucurkan dana keamanan sebesar US$ 14 juta.
Namun menurut Firdaus, ICW belum menemukan pemberian dana tersebut langsung diserahkan ke institusi atau personal. "Intinya dana itu ilegal. Selain itu, dana tersebut bisa dikatakan sebagai bentuk suap karena uang itu diberikan tidak ada dasar hukumnya," ujarnya.
Diakui Firdaus, pihaknya belum dapat mengusut dana yang dianggarkan PT FI tersebut mengalir ke petinggi Polri atau tidak. Sebab, jika ada aliran dana, maka itu bisa diduga sebagai gratifikasi. Namun, ia memastikan dana tersebut tidak melewati Kementerian Keuangan.
Sementara, Koordinator Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Nurkholis Hidayat mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa kedua institusi tersebut, terutama mengungkap dana tersebut dapat dikatakan wajar atau tidak. "KPK harus bertindak secepatnya, memanggil Freeport, menyita laporan, memanggil Kapolri. KPK harus menangkap pelaku yang masuk gratifikasi," kata Nurkholis.
Sebelumnya, politisi Partai Kebangkitan Bangsa Lily Wahid mensinyalir TNI dan Polri menerima setoran hingga US$ 14 juta dari Freeport. Kemudian, dugaan tersebut dikuatkan oleh temuan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) yang menyebut tiap anggota Polri memperoleh honor hingga Rp 1,2 juta per bulan [baca: Kepolisian Harus Klarifikasi Hubungannya dengan Freeport].
Namun sejauh ini, Polri membantah dana US$ 14 juta dari Freeport mengalir sampai jajaran di Mabes Polri. Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Inspektur Jenderal Pol. Saud Usman Nasution mengatakan, dana itu hanya mengalir di wilayah Papua. "Iya (langsung ke daerah, tidak ke Mabes Polri)," ujar Saud saat jumpa pers di Jakarta, Senin silam [baca: Polri Tegaskan Tidak Terima Dana Freeport].
Adapun manajemen PT Freeport Indonesia menyatakan, biaya pengamanan untuk TNI-Polri sudah dikeluarkan sejak beberapa tahun lalu. PT FI mengaku mengeluarkan anggaran keamanan sebanyak 14 juta dolar AS pada periode 2010 [baca: Freeport: Biaya Pengamanan Bersifat Sukarela].(ANS)