Liputan6.com, Surabaya - Penyebab pasti Jalan Gubeng ambles, di Kota Surabaya, Jawa Timur, masih menjadi tanda tanya. Ada sejumlah spekulasi tentang peristiwa yang terjadi pada Selasa, 18 Desember 2018 malam itu.
Masyarakat sendiri awalnya menduga amblesnya Jalan Raya Gubeng karena gempa.
Namun, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengungkapkan, bukan gempa yang menjadi penyebab dari Jalan Gubeng ambles.
Advertisement
Polisi pun bergerak cepat. Mereka tidak mau berspekulasi soal penyebab amblesnya jalan yang tepat berada di depan RS Siloam atau dekat BNI Gubeng arah Jalan Sumatera.
Polda Jawa Timur juga menyelidiki kemungkinan adanya kelalaian dalam pengerjaan proyek di dekat Jalan Gubeng.
"Apakah ada kelalaian di situ (amblesnya jalan di Gubeng), apakah tidak sesuai SOP, itu akan didalami tim. Polrestabes Surabaya bersama Pemkot Surabaya akan audit proyek tersebut, apakah ada SOP atau ketentuan bangunan yang dilanggar," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di kantornya, Jakarta, Rabu, 19 Desember 2018.
Nah, setidaknya ada tiga penjelasan ilmiah tentang Jalan Gubeng ambles menurut catatan Liputan6.com:
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
1. Terdeteksi 2 Kali Ambles
Kepala Pusat Informasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono, mengungkapkan sensor kegempaan BMKG terdekat mencatat dua kali amblesan pada malam itu di Jalan Raya Gubeng.
Menurut dia, amblesan pertama dan kedua berjarak sekitar 40 menit.
"Berdasarkan pengamatan pada sensor kegempaan BMKG terdekat, yaitu sensor PJI (Prigen Pasuruan Jawa Indonesia) peristiwa ini ternyata sudah tercatat dua kali, dengan catatan amblesan pertama tercatat pada pukul 21.41.27 WIB dan amblesan kedua pada pukul 22.30.00 WIB," ungkap Rahmat.
Oleh karena itu, dia meminta masyarakat tidak termakan isu tidak benar soal Jalan Gubeng ambles. Untuk mendapatkan informasi lebih valid, dia mempersilakan masyarakat mengakses laman resmi BMKG.
Advertisement
2. Bukan Gempa Bumi dan Likuefaksi
Jalan Gubeng di Surabaya ambles pada Jakarta, Selasa 18 Desember 2018 malam. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut amblesnya jalan tersebut tidak disebabkan oleh gempa bumi atau likuifaksi.
Kepala Pusat Informasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono menjelaskan longsor itu murni karena amblesan tanah.
"Berdasarkan pengamatan, amblesan tanah (tanah longsor) yang terjadi dengan kedalaman 30 meter dan lebar 8 meter ini merupakan murni amblesan tanah dan bukan peristiwa likuifaksi yang banyak dikabarkan karena tidak ada fenomena mencairnya material tanah di lokasi kejadian," ujar Rahmat, dalam siaran tertulisnya kepada Liputan6.com, Jakarta, Rabu, 19 Desember 2018.
Menurut dia, berdasarkan hasil analisis gelombang seismik (kegempaan), peristiwa ini juga bukan diakibatkan oleh gempa bumi. Catatan kegempaan BMKG, lanjut dia, tidak menunjukkan adanya mekanisme penyesaran batuan.
"Dan sensor kegempaan yang mencatat hanya satu sensor di lokasi terdekat amblesan tanah sehingga merupakan aktivitas lokal," Rahmat menjelaskan.
Senada, Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho juga mengatakan amblesnya Jalan Raya Gubeng lantaran aktivitas lokal yang terjadi, yaitu tidak kuatnya konstruksi dinding.
Hal ini dijelaskan Sutopo melalui akun Twitternya @Sutopu_PN.
"Foto perbandingan antara sebelum dan setelah amblesnya Jalan Raya Gubeng Surabaya ini makin menunjukkan bahwa dinding galian tidak kuat menahan beban dinding di bagian dekat jalan. Ditambah getaran dari kendaraan menyebabkan tanah ambles. Jadi konstruksi dinding tidak kuat," papar Sutopo.
3. Ada Rongga dan Rawan Longsor
Ada penjelasan ilmiah atas insiden yang terjad di Jalan Raya Gubeng, Surabaya, Jawa Timur. Para ahli sepakat, sinkhole adalah fenomena saat seberkas tanah turun pada area tertentu dengan gerakan vertikal.
Gerakan vertikal atau jatuh ke bawah dengan kedalaman yang biasanya cukup dalam, seperti dikutip dari Jawapos, Kamis (20/12/2018).
Menurut Tim Ahli Bangunan Gedung Surabaya ITS Mudji Irmawan, ada sebab yang mengawali proses terjadinya sinkhole.
"Pertama, sinkhole dapat terjadi jika ada rongga di bawah tanah pada kedalaman tertentu," ucap Mudji.
Rongga tersebut, kata dia, dapat berupa apa pun. Yang jelas, menurut dia, rongga tersebut berupa sebuah ruang kosong yang terdapat di dalam tanah, sehingga mengurangi kekuatan struktur tanah untuk menopang beban di bagian atas.
Kedua, lanjut Mudji, sinkhole juga dapat terjadi karena penyebab lain. Salah satunya, yaitu adanya air yang masuk ke dalam tanah.
Air kemudian membuat tanah menjadi lunak. Tanah yang lunak, kata Mudji, dipastikan tidak dapat menahan beban jalan atau apapun yang berada di atas tanah.
"(Rongga) Sinkhole itu, penyebab utamanya adalah air. Jika ada aliran air di lokasi tertentu itulah, maka terjadi perlemahan. Tapi, itu konteksnya fenomena alam," kata Mudji.
Sedangkan pada kasus sinkhole di Surabaya, Mudji menilai hal itu agak sedikit berbeda. Yaitu, kata dia, amblesnya tanah di Jalan Raya Gubeng tidak dapat 100 persen dikatakan fenomena sinkhole.
Menurut Mudji, insiden tersebut dapat dikatakan sebagai fenomena turunnya tanah secara cepat dan bersamaan. Lebih tepatnya, kata dia, dapat diistilahkan sebagai semi-sinkhole.
Artinya, tanah longsor dan membentuk lubang, akibat dari konstruksi benda-benda di dalam tanah. Dapat dikatakan, runtuhnya dinding yang berfungsi menahan beban jalan, seperti aspal.
"Kalau sinkhole biasanya lokal. Tapi bisa merambat ke mana-mana. (Dimensi lubangnya) sinkhole juga enggak terlalu luas. Paling ya cuma 10 x 20 m2. Kedalamannya bisa sampai 30 m tergantung aliran airnya kedalaman berapa," papar Mudji.
Ketiga, ada gejala dalam fenomena sinkhole, yaitu waktu terjadinya tiba-tiba. Jika dilihat dari atas, terjadinya sinkhole akan berlangsung mendadak dan cepat.
Karakter tanah di Jalan Raya Gubeng, Surabaya, Jawa Timur, yang banyak air inilah yang menyebabkan wilayah ini gampang longsor.
"Jalan Raya Gubeng masuk karakteristik aluvial kelabu tua dengan kandungan air lumayan," ungkap Kepala Bidang Pelayanan dan Perizinan Dinas Lingkungan Hidup Kota Surabaya, Ali Murtado, di Surabaya, Rabu (19/12/2018).
Advertisement