Liputan6.com, Jakarta - Utang Indonesia yang kini mencapai Rp 4.418 triliun mendapat sorotan, kondisi itu dianggap seksi untuk digoreng di tahun politik. Terkait itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta warga Indonesia bijak memahami soal utang negara.
"Negara mirip dengan perusahaan, kalau ingin dikembangkan dengan optimal, butuh dana besar," kata Wapres JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (29/1/2019).
Baca Juga
JK menjelaskan, jika ingin pembangunan dilakukan dengan pesat, misalnya dalam hal infrastruktur, dibutuhkan dana besar. Di sisi lain, anggaran negara juga diperlukan untuk membiayai hak-hak dasar warga, seperti pendidikan dan kesehatan. Untuk itulah, diperlukan pendanaan lain.
Advertisement
"Utang bukan jumlahnya yang penting, tapi bisa dibayar atau tidak," tegas JK. Selama utang negara untuk hal-hal produktif, bukan sekedar untuk menggelar konferensi atau bangun kantor pemerintah, Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) tersebut berpendapat, itu sah-sah saja.
Misalnya, kata dia, untuk pembangunan MRT, moda angkut massal yang diyakini bisa mengatasi masalah transportasi, terutama di kota-kota besar.
"Kalau yakin dalam 40 tahun bisa dibayar dari hasil MRT, tidak masalah," tambah JK.
Utang, tambah JK, juga digunakan untuk membangun sarana atau infratruktur yang penting untuk orang banyak. Ia menambahkan, uang pinjaman bisa untuk membangun pengairan. Efeknya, kebun dan sawah makin banyak, penghasilan negara dari pajak pun meningkat. "Kita tidak utang untuk foya-foya," tambah JK.
JK menegaskan, tak hanya Indonesia yang punya utang. "Negara-negara besar juga tetap meminjam tetapi meminjam ke dalam, misalnya Amerika Serikat dalam bentuk cetak duit," jelas JK.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat utang pemerintah pusat sepanjang 2018 sebesar Rp 4.418,3 triliun. Angka ini naik jika dibandingkan dengan posisi utang pada 2017 yaitu sebesar Rp 3.995,25 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa utang negara tersebut masih dapat dikelola dengan baik. Menurut dia, utang masih dalam kategori aman selama di bawah 60 persen dari PDB (Produk Domestik Bruto). Sementara untuk Indonesia pemerintah mampu menjaga rasio utang di kisaran 30 persen dari PDB.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Utang Bukan Hal yang Najis
Sri Mulyani pun meminta Menteri Agama Lukman Hakim untuk ikut menjelaskan kepada masyarakat agar tak salah mengartikan utang negara.
"Saya memohon bantuan. Pertama saya mohon kemenag ikut membantu saya menjelaskan mengenai masalah utang. Susah ya. Kenapa? Enggak bisa bu, nanti bisa juga," kata Menkeu Sri Mulyani di hadapan Menteri Agama RI Lukman Hakim dan seluruh peserta rakernas Kemenag pada Rabu 23 Januari 2019.
"Utang itu bukan sesuatu yang najis," ujarnya.
Dia mengungkapkan bahkan pengelolaan utang diatur dalam kitab suci umat islam yaitu Al-Quran. Tepatnya ada di surat Al-Baqarah. Dia mengaku mengacu pada ayat tersebut dalam mengelola utang negara.
"Harusnya kamu di dalam mengelola utang harusnya teliti gitukan kalau kita lihat isinya. Catatlah utang secara teliti dan hati-hati. Ya saya mengikuti itulah. Kalau saya enggak mengikuti itu enggak mungkin saya menjadi Menteri Keuangan terbaik di dunia," ujarnya disambut tawa para peserta rakernas.
Dia menegaskan pihaknya mengelola APBN secara hati-hati dan bertanggungjawab. "Itu bukan karena saya makhluk bergama tapi juga prinsip profesionalisme kita mengelola keuangan negara," tutupnya.
Â
Advertisement