Liputan6.com, Jakarta Mantan Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardojo rampung menjalani pemeriksaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Agus diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi kasus korupsi megakorupsi e-KTP.
Usai diperiksa, mantan Gubernur Bank Indonesia itu mengaku ditelisik penganggaran proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut.
"Saya dimintakan keterangan terkait dengan proses anggaran yang dilakukan Kemendagri, hubungan dengan Kemenkeu dengan DPR Komisi II," ujar Agus usai diperiksa penyidik di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (25/6/2020).
Advertisement
Agus sendiri berulang kali diperiksa penyidik KPK terkait kasus korupsi e-KTP. Hari ini, Agus diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan dengan tersangka Direktur Utama PT Sandipala Arthapura Paulus Tannos.
Nama Agus Martowardojo kerap disebut sebagai pihak yang menyetujui proyek e-KTP dengan memakai skema tahun jamak atau multiyears. Padahal, proyek e-KTP sempat terganjal karena ditolak Menteri Keuangan, Sri Mulyani.
Namun, Agus yang menggantikan Sri Mulyani menjadi Menkeu menyetujui proyek tersebut setelah adanya pertemuan antara legislatif dan eksekutif.
Terkait dengan skema tahun jamak dalam proyek e-KTP, Agus menjelaskan, kontrak multiyears tersebut hanya permohonan izin dari Kementerian Dalam Negeri kepada Kementerian Keuangan untuk mengerjakan proyek yang pelaksaanannya perlu waktu lebih dari setahun.
Dengan kontrak tahun jamak tersebut, Kemendagri tidak perlu menggelar lelang proyek kembali di tahun berikutnya.
"Kalau Kemenkeu mereview dan menyetujui artinya kalau melaksanakan proyek itu bisa dilaksanakan lebih dari 12 bulan. Jadi untuk Kemendagri kalau seandainya sudah menunjuk satu vendor itu nanti tidak perlu lakukan lelang lagi tahun depannya, karena sudah ada multiyears kontrak, menjelaskan itu," kata Agus Martowardojo.
"Dan mulitiyears kontrak itu memang untuk proyek-proyek yang masa pembangunan lebih dari satu tahun memang harus multiyears kontrak, kalau tidak, terpaksa memilih kembali atau lelang kembali kontraknya," lanjut dia.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
11 Tersangka
KPK menetapkan empat tersangka baru kasus korupsi proyek e-KTP pada Agustus 2019 lalu.
Para tersangka e-KTP tersebut adalah mantan anggota Komisi II DPR RI Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani, Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) sekaligus ketua Konsorsium PNRI Isnu Edhi Wijaya, Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP, Husni Fahmi, dan Dirut PT Shandipala Arthaputra, Paulus Tanos.
Keempatnya disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Sebelumnya, KPK lebih dahulu menjerat tujuh orang dalam kasus korupsi e-KTP yang merugikan negara Rp 2,3 triliun. Ketujuh orang tersebut sudah dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi atas proyek senilai Rp 5,9 triliun.
Mereka adalah dua mantan pejabat Ditjen Dukcapil Kemendagri Irman dan Sugiharto yang masing-masing divonis 15 tahun penjara, mantan Ketua DPR Setya Novanto yang juga 15 tahun penjara, pengusaha Andi Narogong 13 tahun penjara, dan Anang Sugiana Sudihardjo seberat 6 tahun penjara.
Sedangkan Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Massagung masing-masing 10 tahun penjara. Sementara itu, politikus Partai Golkar Markus Nari baru akan menghadapi persidangan.
Advertisement