Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi Pasaribu mendorong polisi untuk memfasilitasi pemeriksaan forensik yang netral dalam kasus dugaan perkosaan yang dialami tiga anak di Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Menurutnya, kepolisian dapat menawarkan pihak korban untuk memilih ahli forensik yang mereka nilai netral dan profesional. Pemeriksaan yang dilakukan berupa Visum et repertum, Visum et repertum Psychiatricum dan Psikologi Forensik.
“Namun yang perlu menjadi perhatian semua pihak, termasuk pihak korban adalah semua pihak harus menganggap hasil pemeriksaan independen itu sebagai hasil yang final dan diterima semua pihak secara fair,” ujar Edwin dalam keterangannya, Rabu (13/10/2021).
Menurutnya solusi itu patut dipertimbangkan polisi untuk mengakhiri polemik di tengah masyarakat terkait penghentian penyelidikan terhadap kasus perkosaan tersebut. Menurutnya, salah satu pangkal persoalan dalam kasus tersebut adalah keraguan ibu para korban terhadap proses penyelidikan yang berakhir dengan terbitnya Surat Ketetapan Penghentian Penyelidikan (SKP2), pada 10 Desember 2019.
Advertisement
”Kami menemukan kesan Ibu korban meragukan terhadap hasil pemeriksaan visum et repertum dan visum et repertum psychiatricum yang telah dilakukan kepada Korban sebanyak tiga kali, mulai dari pemeriksaan di Puskesmas Malili hingga Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sulawesi Selatan Makassar” tutur Edwin.
Pemeriksaan semacam ini, kata Edwin pernah dilakoninya pada saat bertugas mengusut penyebab kematian Pendeta Yeremia di Intan Jaya, Papua beberapa waktu lalu. Pihak keluarga menolak pemeriksaan jika dilakukan oleh pihak kepolisian dan lebih memilih ahli forensik lain yang dianggap netral. “Pada saat itu polisi mengabulkan permintaan keluarga,” ujar Edwin.
Edwin menyatakan bahwa LPSK telah mengikuti kasus ini sejak 2019 lalu, jauh sebelumnya kasus ini viral di sosial media. Secara runut disampaikan bahwa LPSK telah menerima permohonan perlindungan dari korban pada 27 januari 2020. Tidak berselang lama, LPSK merespon cepat dengan menurunkan tim investigasi ke Sulawesi Selatan 2 (dua) hari kemudian, yakni 29 januari 2020.
”Kami langsung menemui korban, ibu korban, berkoordinasi dengan penyidik di Polres Luwu Timur, dan menemui kuasa hukum korban di kantor LBH Makassar, dan berkomunikasi dengan psikolog yang sempat melakukan asesmen psikologis kepada ketiga anak tersebut,” ujar Edwin.
Selanjutnya, LPSK secara mandiri melakukan pemeriksaan psikologi kepada korban dan ibu korban pada 19 Februari 2020 di Kota Makassar. Alasan pemeriksaan di Kota Makassar atas permintaan Ibu Korban yang kurang percaya dengan pemeriksaan psikologi di Luwu Timur.
Kabulkan Permohonan Perlindungan
Merujuk hasil pemeriksaan tersebut, LPSK mengabulkan permohonan perlindungan pada 13 April 2020 berupa Pemenuhan Hak Prosedural (PHP) dan pemberian bantuan psikologis. Edwin mengatakan bahwa LPSK ketika itu tetap bersikukuh memberikan perlindungan kepada korban meskipun penyelidikannya telah dihentikan.
”Melalui program PHP, LPSK terus memonitor perkembangan kasus dengan terus berkoordinasi dengan Polres Luwu Timur, melakukan audiensi dengan Kapolda Sulawesi Selatan serta telah bertemu dengan Wakil Gubenur” kata Edwin.
Saat ini LPSK, lanjut Edwin, telah mendapatkan permohonan perlindungan kembali dari Ibu dan tiga anak tersebut. Dasar permohonan ini akan ditindaklanjuti oleh LPSK dengan berkoordinasi dengan Bareskrim.
Kasus dugaan pencabulan yang dialami tiga anak oleh ayahnya sendiri di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, mencuat dan ramai diperbincangkan masyarakat setelah kembali viral di media sosial. Masyarakat mendesak kepolisian untuk membuka kembali perkara tersebut setelah sebelumnya polisi setepat sempat menghentikan penyelidikan karena dianggap kurang bukti.
Advertisement