Ketua MK: Amendemen Konstitusi Harus Bersih dari Kepentingan Sektoral

Perubahan konstitusi sekecil apa pun dapat memberikan dampak yang besar, luas, dan signifikan kepada bangsa dan negara.

oleh Rinaldo diperbarui 06 Nov 2021, 04:33 WIB
Diterbitkan 06 Nov 2021, 04:33 WIB
Sidang Sengketa Pilpres
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman memimpin sidang perdana sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (14/6/2019). Sidang itu memiliki agenda pembacaan materi gugatan dari pemohon, yaitu paslon 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. (Lputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman mengatakan rencana amendemen konstitusi atau UUD 1945 yang diusulkan MPR RI harus didasari dengan niat yang tulus dan bersih dari kepentingan sektoral untuk mencegah rusaknya tatanan kehidupan berbangsa.

"Tentunya, (amendemen konstitusi) harus didasari dengan niat tulus dan bersih dari kepentingan bersifat sektoral, apalagi individual. Tidak boleh perubahan institusi dilakukan atas dasar kepentingan sesaat dan ego yang bersifat kelompok," kata Anwar Usman saat menjadi pembicara kunci dalam kuliah umum bertajuk Amendemen Konstitusi yang disiarkan secara langsung dalam kanal YouTube Mahkamah Konstitusi RI, Jumat (5/11/2021).

Pendapat yang ia sampaikan itu tidak terlepas dari rencana MPR RI untuk melakukan amendemen UUD 1945 secara terbatas yang bertujuan menghadirkan kembali Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).

"Beberapa waktu lalu, wacana untuk melakukan amendemen UUD 1945 secara terbatas mulai bergulir. Pasal 37 ayat (1) sampai dengan (5) telah memberi kemungkinan untuk mengatur secara jelas mengenai prosedur perubahan UUD," jelas Anwar Usman seperti dikutip Antara.

Secara garis besar, telah diatur dalam ayat (1) bahwa usulan perubahan UUD 1945 dapat diagendakan dalam sidang MPR bila diajukan oleh minimal 1/3 dari jumlah anggotanya. Kemudian di ayat (2), dituliskan setiap usulan tersebut diajukan secara tertulis dan ditunjukkan secara jelas. Selain itu, ditambahkan pula penjelasan terkait alasan diperlukannya amendemen.

Untuk mengubah pasal dalam UUD, ayat (3) menjelaskan sidang MPR harus dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggotanya. Setelahnya seperti yang tertuang dalam ayat (4), putusan itu diambil berdasarkan persetujuan sebanyak minimal 50 persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota MPR. Terakhir di ayat (5), ada pengecualian tentang bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tidak boleh diubah melalui amendemen UUD 1945.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Dampak Luas dan Besar

Dalam kuliah umum yang diselenggarakan atas kerja sama dari Mahkamah Konstitusi dengan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya dan Fakultas Syari'ah UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang itu, Anwar Usman mengatakan amendemen atau perubahan konstitusi sekecil apa pun dapat memberikan dampak yang besar, luas, dan signifikan kepada bangsa dan negara.

Dengan begitu, lanjutnya, pembicaraan seputar amendemen UUD 1945 sebaiknya melingkupi cakrawala pemikiran yang luas dan mendalam.

Apabila amendemen hanya melingkupi pemikiran yang sempit, seperti mengarah kepada kepentingan sektoral dan individual, tambah Anwar Usman, langkah itu akan merugikan seluruh rakyat Indonesia.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya