Imigrasi Tawan 26 Warga Tiongkok Terduga Sindikat Penipuan Internasional

Wibawa mengatakan, penangkapan terduga sindikat penipuan internasional ini bermula dari informasi daftar pencarian orang (DPO) Kepolisian Taiwan yang diterima Bareskrim Polri pada 18 Februari 2022.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 16 Mar 2022, 13:25 WIB
Diterbitkan 16 Mar 2022, 13:25 WIB
Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menahan 26 orang warga negara asing asal Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di ruang detensi.
Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menahan 26 orang warga negara asing asal Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di ruang detensi.

Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menahan 26 orang warga negara asing asal Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di ruang detensi.

Mereka sebelumnya diamankan oleh Bareskrim Polri lantaran diduga merupakan sekelompok sindikat penipuan internasional pelaku cyber fraud (penipuan siber) melalui medium pesan WhatsApp dan call center palsu. 

"Ke-26 WNA RRT tiba di Ruang Detensi Ditjen Imigrasi pukul 19.00 WIB pada Selasa, 15 Maret 2022," ujar Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian (Dirwasdakim) Pria Wibawa dalam keterangannya, Rabu (16/3/2022).

Wibawa mengatakan, penangkapan terduga sindikat penipuan internasional ini bermula dari informasi daftar pencarian orang (DPO) Kepolisian Taiwan yang diterima Bareskrim Polri pada 18 Februari 2022. Kepolisian Taiwan meminta bantuan penangkapan WNA asal Taiwan berinisial CMT.

CMT beserta jaringannya kemudian berhasil diringkus bersama barang bukti pada Senin, 14 Maret 2022 di lima lokasi berbeda.

Wibawa mengatakan, tim dari Direktorat Wasdakim saat ini sedang mempersiapkan pendeportasian 26 WNA tersebut. 

"Mengacu kepada UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, dalam Pasal 83 Ayat (1) disebutkan bahwa Pejabat Imigrasi berwenang menempatkan orang asing di Ruang Detensi Imigrasi jika orang asing tersebut dikenai tindakan administratif Keimigrasian berupa pembatalan izin tinggal karena melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau mengganggu keamanan dan ketertiban umum, serta untuk menunggu pelaksanaan deportasi," kata Wibawa.

 


Jumlah Korban 350 Orang

Menurut Wibawa, CMT dan kelompoknya melakukan cyber fraud dengan mencari nomor handphone dan identitas calon korban.

Kemudian mengirimkan pesan melalui aplikasi WhatsApp atau menelepon korban dengan mengaku sebagai Polisi Cina dan menyampaikan berita bohong bahwa korban tersangkut suatu perkara di Kepolisian Cina.

Korban lalu diminta menghubungi Kepolisian Cina melalui nomor tertentu, yakni call center palsu. Saat korban menelepon call center, terjadi tawar-menawar hingga korban bersedia mentransfer sejumlah dana yang ditempatkan pada rekening perusahaan yang berafiliasi dengan CMT.

Perusahaan tersebut antara lain PT Trading Global International, PT Trio Pilar Trading Indonesia, dan PT Lide Trading International.

Wibawa mengatakan, berdasarkan informasi, korban penipuan CMT dan kelompoknya sudah sekitar 350 orang yang semuanya diduga berasal dari RRT berdasarkan nomor teleponnya.

"Terkait tindak pidana penipuan, nanti akan dieksekusi oleh aparat penegak hukum di negaranya. Sementara itu, selama menunggu pendeportasian, tim Ditjen Imigrasi juga memeriksa dokumen perjalanan mereka untuk melihat apakah ada pelanggaran keimigrasian yang mereka lakukan. Jika ada, maka akan dikenakan sanksi keimigrasian sesuai peraturan perundang-undangan," kata Wibawa.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya