KPK Sita Uang Rp 1 Miliar dari Penangkapan Bupati Bogor Ade Yasin

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang Rp 1,024 miliar dalam penangkapan terhadap Bupati Bogor Ade Yasin. Uang tersebut disita dalam berbentuk tunai dan rekening.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 28 Apr 2022, 07:33 WIB
Diterbitkan 28 Apr 2022, 07:32 WIB
Tumpukan Uang Barang Bukti Penangkapan dan Penahanan Bupati Bogor Ade Yasin
Tumpukan Uang Barang Bukti Penangkapan dan Penahanan Bupati Bogor Ade Yasin

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang Rp 1,024 miliar dalam penangkapan terhadap Bupati Bogor Ade Yasin. Uang tersebut disita dalam berbentuk tunai dan rekening.

"Dalam kegiatan tangkap tangan ini KPK mengamankan bukti uang dalam pecahan rupiah dengan total Rp 1,024 miliar yang terdiri dari uang tunai sebesar Rp 570 juta dan uang yang ada pada rekening bank dengan jumlah sekitar Rp 454 juta," ujar Ketua KPK Firli Bahuri dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kamis (28/4/2022) dini hari.

Dalam penangkapan ini, KPK menjerat delapan orang sebagai tersangka. Mereka diduga terlibat tindak pidana suap pengurusan laporan keuangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor, Jawa Barat tahun anggaran 2021.

Delapan orang tersebut yakni Bupati Bogor Ade Yasin (AY), Sekretaris Dinas PUPR Kab. Bogor Maulana Adam (MA), Kasubid Kas Daerah BPKAD Kab. Bogor Ihsan Ayatullah (IA), dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR Kab. Bogor Rizki Taufik (RT). Mereka dijerat sebagai pihak pemberi suap.

Sementara pihak pemberi suap KPK menjerat Kasub Auditorat Jabar III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jabar Anthon Merdiansyah (ATM), Ketua Tim Audit Interim BPK Kab. Bogor Arko Mulawan (AM), serta dua pemeriksa BPK Jabar Hendra Nur Rahmatullah (HNRK) dan Gerri Ginajar Trie Rahmatullah (GGTR).

Firli Bahuri menyebut Ade Yasin menyuap para auditor BPK Jabar agar Kabupaten Bogor menerima predikat opini wajar tanpa pengecualian (WTP) untuk tahun anggaran 2021 dari BPK.

Firli menuturkan, awalnya tim pemeriksa dari BPK Jabar ditugaskan sepenuhnya mengaudit berbagai pelaksanaan proyek di antaranya pada Dinas PUPR Kabupaten Bogor.

Tim pemeriksa tersebut yakni Kasub Auditorat Jabar III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jabar Anthon Merdiansyah, Ketua Tim Audit Interim BPK Kab. Bogor Arko Mulawan, dan para pemeriksa BPK Jabar Hendra Nur Rahmatullah, Gerri Ginajar Trie Rahmatullah, dan Winda Rizmayani.

Firli mengatakan, atas keinginan Ade Yasin agar Kabupaten Bogor menerima opini WTP, pada sekitar Januari 2022, diduga ada kesepakatan pemberian sejumlah uang antara Hendra Nur dengan Ihsan Ayatullah dan Maulana Adam.

Sebagai realisasi kesepakatan, Ihsan dan Maulana diduga memberikan uang sekitar Rp 100 juta dalam bentuk tunai kepada Kasub Auditorat Jabar III BPK Jabar Anthon Merdiansyah di salah satu tempat di Bandung.

 

Lakukan Suap

Anthon kemudian mengondisikan susunan tim sesuai dengan permintaan Ihsan dimana nantinya obyek audit hanya untuk SKPD tertentu. Kemudian audit dilaksanakan mulai Februari 2022 hingga April 2022.

Adapun temuan fakta tim audit di Dinas PUPR, salah satunya pekerjaan proyek peningkatan jalan Kandang Roda - Pakan Sari dengan nilai proyek Rp 94,6 miliar yang pelaksanaannya diduga tidak sesuai kontrak.

"Selama proses audit, diduga ada beberapa kali pemberian uang kembali oleh AY (Ade) melalui IA (Ihsan) dan MA (Maulana) kepada tim pemeriksa di antaranya dalam bentuk uang mingguan dengan besaran minimal Rp 10 juta hingga total selama pemeriksaan telah diberikan sekitar sejumlah Rp 1,9 miliar," kata Firli.

Ade Yasin dan tiga tersangka pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara pihak penerima disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

 

Ditahan di Rutan Polda Metro Jaya

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung menahan Bupati Bogor Ade Yasin usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan laporan keuangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor, Jawa Barat tahun anggaran 2021.

"AY (Ade) ditahan di Rutan Polda Metro Jaya," ujar Ketua KPK Firli Bahuri dalam jumpa pers di kantornya, Kamis (28/4/2022) dini hari.

Firli mengatakan, Ade Yasin akan ditahan selama 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 27 April 2022 sampai dengan 16 Mei 2022.

Selain Ade Yasin, tujuh tersangka lainnya juga langsung ditahan tim penyidik KPK.

Mereka yakni Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Bogor Maulana Adam (MA) ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1, Kasubid Kas Daerah BPKAD Kabupaten Bogor Ihsan Ayatullah (IA) ditahan di Rutan Rutan KPK pada Kavling C1, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR Kabupaten Bogor Rizki Taufik (RT) ditahan di Rutan pada Gedung Merah Putih.

Sementara Kasub Auditorat Jabar III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jabar Anthon Merdiansyah (ATM) ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur, Ketua Tim Audit Interim BPK Kabupaten Bogor Arko Mulawan (AM) ditahan di Rutan pada gedung Merah Putih.

Sedangkan dua pemeriksa BPK Jabar Hendra Nur Rahmatullah (HNRK) dan Gerri Ginajar Trie Rahmatullah (GGTR) juga ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.

Tak Kapok

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, merasa heran korupsi masih dilakukan oleh para kepala daerah. Padahal, sejak KPK berdiri, sudah banyak kepala daerah yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT).

"Selama belasan tahun KPK hadir, sudah berapa kepala daerah yang mengalami OTT. Itu saja tidak membuat yang lain kapok. Ini menjadi keprihatinan kami. Kenapa terus berulang?" ujar Alex dalam keterangannya, Kamis (10/3/2022).

Alex menuturkan, data dari Global Corruption Barometer (GCB) tahun 2020 menjelaskan soal kebiasaan masyarakat memberikan imbalan atas pelayanan publik yang diterima.

Ada sejumlah hal yang dijadikan alasan seperti ucapan terima kasih 33%, sengaja diminta memberikan 25%, sebagai imbalan layanan lebih cepat 21%, serta tidak diminta, namun umumnya diharapkan memberi sebanyak 17%.

"Hal ini menunjukkan masyarakat bersikap permisif terhadap korupsi atau serba membolehkan," kata Alex.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya