Ketua DPD RI Ungkap Potensi Ancaman Jika UUD Tidak Kembali ke Naskah Asli

Menurutnya, jika bukan Orang Indonesia Asli dapat menguasai tiga epicentrum penting tersebut, tidak ada lagi yang bisa dilakukan.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Sep 2022, 20:00 WIB
Diterbitkan 14 Sep 2022, 18:49 WIB
la nyalla
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, saat menghadiri Forum Silaturahmi Rakyat Jawa Barat bertema 'Bersama Menegakkan Kedaulatan NKRI Kembali ke UUD 1945 Asli' di Cimahi, Kabupaten Bandung, Jabar, Rabu (14/9/2022). (Ist)

Liputan6.com, Jakarta Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengatakan bangsa ini sedang menghadapi sejumlah ancaman setelah UUD 1945 ditinggalkan melalui perubahan konstitusi yang dilakukan tahun 1999 hingga 2002.

Saat menyampaikan keynote speech di Forum Silaturahmi Rakyat Jawa Barat bertema 'Bersama Menegakkan Kedaulatan NKRI Kembali ke UUD 1945 Asli' di Cimahi, Kabupaten Bandung, LaNyalla mengajak seluruh elemen menyadari ancaman-ancaman tersebut.

"Ancaman tersebut dimulai dengan penghancuran ingatan kolektif suatu bangsa dengan metode damai atau non-militer. Yaitu menjauhkan generasi bangsa itu dari ideologinya. Untuk kemudian dipecah belah persatuannya dan dipengaruhi, dikuasai dan dikendalikan pikirannya," tuturnya, Rabu (14/9/2022).

Menurutnya, dengan cara ini generasi bangsa tidak memiliki kesadaran, kewaspadaan dan jati diri atau identitas, serta gagal dalam regenerasi untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasional bangsa.

"Sesudah itu, terjadilah pencaplokan bangsa oleh bukan orang Indonesia asli yang akan dilakukan dengan tiga tahapan, yaitu; kuasai perekonomian, kuasai politik, dan terakhir kuasai Presiden atau Wakil Presiden," katanya.

LaNyalla menjelaskan, hal ini dimungkinkan karena Undang-Undang Dasar hasil perubahan 2002 telah mengubah Pasal 6 Undang-Undang Dasar 1945 dengan menghapus kata 'Asli' pada kalimat; 'Presiden Indonesia ialah Orang Indonesia Asli'.

Menurutnya, jika bukan Orang Indonesia Asli dapat menguasai tiga epicentrum penting tersebut, tidak ada lagi yang bisa dilakukan.

"Anda akan tersingkir dan menjadi penduduk marginal yang tidak kompeten, dan tidak mampu bersaing, karena terbelit kemiskinan. Lingkaran setan kemiskinan struktural inilah yang akan dilanggengkan. Generasi masa depan akan menjadi generasi terpinggirkan yang akan dihabisi," katanya.

Hal ini juga yang membuat LaNyalla berkampanye untuk menata ulang Indonesia untuk menghadapi tantangan masa depan yang semakin berat.

"Kita harus kembali menjadi bangsa yang berdaulat, mandiri, berdikari. Dan kita harus kembali ke Pancasila agar tidak jadi bangsa yang durhaka kepada para pendiri bangsa. Agar kita tidak menjadi bangsa yang tercerabut dari akar bangsanya. Agar kita tidak menjadi bangsa yang kehilangan jati diri dan karakter," ajaknya.

Senator asal Jawa Timur itu mengatakan, para pendiri bangsa sudah merumuskan Demokrasi Pancasila sebagai sistem paling ideal untuk Indonesia, sebagai bangsa yang super majemuk, dengan ratusan pulau yang berpenghuni, yang terpisah-pisah oleh lautan, dengan lebih dari 500 suku.

"Para pendiri bangsa memutuskan bangsa ini tidak akan bisa menjalankan sistem demokrasi liberal barat murni, atau sistem komunisme timur. Itulah alasan Sistem Demokrasi Pancasila dipilih. Karena hanya sistem demokrasi Pancasila yang mampu menampung semua elemen bangsa sebagai bagian dari unsur perwakilan dan unsur penjelmaan rakyat," terangnya.

Dia menerangkan, ciri utama dan mutlak dalam Sistem Demokrasi Pancasila adalah semua elemen bangsa yang berbeda-beda, terpisah-pisah, menjadi terwakili sebagai pemilik kedaulatan utama yang berada di dalam sebuah lembaga tertinggi di negara ini.

"Itulah konsepsi sistem bernegara kita yang tertuang di dalam Naskah Asli Undang-Undang Dasar 1945. Di mana terdapat unsur dari partai politik. Unsur dari utusan daerah dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Rote. Dan unsur dari golongan-golongan yang lengkap," ujarnya.

Namun, LaNyalla membenarkan jika Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli mutlak harus disempurnakan agar tidak mengulang praktik penyimpangan seperti di era Orde Lama dan Orde Baru.

"UUD 1945 naskah asli dapat kita sempurnakan melalui adendum. Oleh sebab itu, kita harus selalu belajar dari sejarah. Mari satukan tekad mengakhiri polarisasi bangsa dan kembali bergandengan tangan. Merajut masa depan dengan menjadi bangsa yang besar," katanya.

LaNyalla pun mengajak untuk menggaungkan gerakan ini sampai ke akar rumput.

"Gaungkan sampai ke warung-warung kopi. Agar tercipta kesadaran kolektif. Sehingga energi rakyat bertemu dengan energi langit, agar ridlo dan takdir Allah SWT datang untuk Indonesia yang lebih baik," ucap Alumnus Universitas Brawijaya Malang itu.

 

 

Sepakat dengan La Nyalla

Sementara itu, Ketua Umum FPPI Kolonel TNI Purn Sugeng Waras mengaku sangat setuju dengan apa yang diutarakan oleh Ketua DPD RI. Dia mengatakan Indonesia harus segera diselamatkan.

Terutama, imbuh Sugeng, terkait dengan amandemen yang bunyinya menghilangkan kata orang Indonesia asli di pasal tentang presiden Indonesia.

"Ini harus kita bongkar dan kembalikan ke UUD 45 naskah asli, saya senang ada sosok yang sangat mengerti dan mengawal ini seperti Bapak LaNyalla. Kali ini saya yakin di bawah ikhtiarnya Pak Nyalla, semua hal ini akan kita rebut kembali. Mari semua, ini semua belum terlambat," ujarnya.

Dalam acara tersebut, Ketua DPD RI didampingi Senator asal Jawa Barat Eni Sumarni, Senator asal Lampung Bustami Zainudin, Senator asal Sulsel Andi Ichsan, Senator asal Aceh Fahrul Razi, dan Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifuddin.

Sementara di tempat acara juga hadir Kepala Staf Angkatan Laut ke-19, Laksamana TNI Purn Slamet Subianto, Sekretaris Umum DHD 45 Jabar Mayjen TNI Robby Win Kadir, Ketua PEPABRI Kota Cimahi Brigjen TNI Purn Kun Priambodo, Ketua Umum FPPI Kolonel TNI Purn Sugeng Waras. Hadir juga beberapa tokoh dan narasumber seperti Rizal Fadilah, Alfian Tanjung dan Hatta Taliwang.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya