Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menunjuk 30 Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam menangani perkara Ferdy Sambo Cs dalam kasus dugaan pembunuhan berencana serta Obstruction of Justice. Hal ini atas tewasnya Brigadir J alias Nofryansyah Yoshua Hutabarat.
Dengan sudah ditunjuknya 30 JPU dalam menangani perkara itu, Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Barita Simanjuntak mengatakan, harus ada langkah-langkah dalam menangani perkara itu. Salah satunya dengan menempatkan JPU di rumah aman (safe house) selama persidangan.
Baca Juga
"Iya kan langkah-langkah perencanaan dalam menangani kasus yang menarik perhatian masyarakat kan. Semua mengkhawatirkan adanya intervensi, keragu-raguan. Oleh sebab itu, ini harus dijawab melalui indikator atau standar yang jelas antara lain pemantauan sarana komunikasi, juga termasuk kemungkinan untuk ditempatkan dalam satu tempat dimana pengawasannya bisa efektif dilakukan," kata Barita saat dihubungi merdeka.com, Kamis (29/9/2022).
Advertisement
"Nah itu kan bagian dari perencanaan dalam mengatasi penanganan kasus ini, khususnya kalau ada keragu-raguan masyarakat terhadap penanganan itu," sambungnya.
Selain itu, dengan ditempatkannya JPU di rumah aman selama persidangan juga membuat mereka dapat menjalankan tugasnya dengan baik seperti koordinasi dan lainnya. Mengingat, JPU lah yang nantinya akan menghadirkan
"Jadi, itu kalau yang biasa dalam penanganan kasus-kasus seperti ini, itu biasa dilakukan, jadi itu yang wajar. Namun, tidak kalah pentingnya adalah untuk menjaga juga kepentingan penegakkan hukum agar tidak terganggu dari hal-hal yang diduga oleh publik akan muncul ya, itu sebenernya masalahnya," ujarnya.
Â
Hindari Intervensi
Menurutnya, alasan dengan ditempatkan di rumah aman agar tidak adanya intervensi tersebut agar dalam penangannya itu sesuai dengan peraturan dengan KUHAP.
"Iya, kan begini, penanganannya berjalan sesuai ketuan, KUHAP, peraturan, pedoman standar kan jadi satu. Yang kedua, ini kan ditengah-tengah keragu-raguan publik, terhadap penanganan kasus ini. Karena ditingkat awal penyidakannya publik merasakan ada sesuatu yang kurang transparan," ungkapnya.
"Maka jawaban terhadap itu kan tidak bisa hanya dikatakan penanganannya akan berjalan baik, tetapi juga apa yang dilakukan perencanaanya. Antara lain pemantauan komunikasinya ya, sehingga dengan pemantauan komunikasi kan akan bisa diintervensi, kalau ada intervensi di luar hukum misalnya," sambungnya.
Advertisement
JPU Diharuskan untuk Dilindungi
Menurutnya, dalam Undang-Undang Kejaksaan disebutkan adanya memberikan perlindungan kepada jaksa dal melakukan tugas-tugas penuntutannya. Oleh karena itu, JPU diharuskan untuk dilindungi dalam menjalankan tugasnya.
"Sehingga biar aman dan nyaman bekerja, apalagi target ini kan bisa persidangannya itu maraton ya. Coba bayangkan ribuan halaman itu berkas perkaranya yang harus dihadirkan dan dibuat agendanya di persidangan. Dari satu persidangan ke persidangan berikut, ini butuh energi, stamina dan juga profesionalitas jaksa," jelasnya.
"Karena itu maka kalau mereka dijaga dari segala intervensi, dilindungi keamanannya dan juga diberikan sarana prasarana yang mendukung, nah itu adalah bentuk support terhadap penegakan hukum agar bisa berjalan profesional, akuntabel dan transparan," tutupnya.
Reporter:Â Nur Habibie
Sumber: Merdeka.com