Liputan6.com, Jakarta Terdakwa Ferdy Sambo membacakan nota pembelaannya alias pleidoi atas tuntutan jaksa yang menyebutnya merencanakan pembunuhan terhadap anak buahnya, Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Baca Juga
Dia pun menuturkan, kehidupannya yang bahagia kini sirna dan berubah suram ketika harus terseret dan mendekam di jeruji besi.
Advertisement
"Hari ini tepat 165 hari saya berada dalam tahanan untuk menjalani pemeriksaan perkara ini. Berada dalam tahanan berarti kehilangan kemerdekaan dalam hidup sebagai manusia yang selama ini saya nikmati," kata Sambo saat membacakan pleidoi dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Selasa (24/1/2023).
Menurut prinsip masyarakat di Sulawesi Selatan, hidup bakal lengkap dan sempurna dengan kehadiran keluarga. Namun, dia harus menelan kenyataan pahit, jauh dari dekapan hangat keluarga, sahabat dan handai tolan.
"Semua hakikat kebahagiaan dalam kehidupan manusia yang sebelumnya saya rasakan sungguh telah sirna berganti menjadi suram, sepi, dan gelap. Di dalam jeruji tahanan yang sempit saya terus merenungi betapa rapuhnya kehidupan saya sebagai manusia," ucap Sambo.
Mantan Kadiv Propam Polri itu mengaku tak pernah membayangkan kehidupannya yang begitu terhormat dalam sekejap terperosok hancur, sebagaimana keputusan pemecatan tidak hormat (PTDH) dan perkara pidana.
"Demikianlah penyesalan kerap tiba belakangan, tertinggal oleh amarah dan murka yang mendahului," ucap dia.
Sambo lantas mengatakan, jika penderitaan yang menimpanya diawali dari peristiwa di Magelang, Jawa Tengah, 7 Juli 2022. Ketika insiden dugaan pelecehan yang dialami Putri Candrawathi oleh Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
"8 Juli 2022, istri saya yang terkasih Putri Candrawathi tiba dari Magelang dan menyampaikan bahwa dirinya telah diperkosa oleh Almarhum Yosua sehari sebelumnya di rumah kami di Magelang," tutur Sambo.
Picu Emosi
Kondisi itu, diakui Sambo, telah memicu emosinya hingga tak bisa berpikir jernih membayangkan semua cerita pelecehan yang dialami Putri. Dimana, harkat martabat keluarganya telah hancur, karena tindakan Brigadir J.
"Membayangkan harkat dan martabat saya sebagai seorang laki-laki, seorang suami yang telah dihempaskan dan diinjak-injak. Juga membayangkan bagaimana kami harus menghadapi ini, menjelaskannya di hadapan wajah anak -anak kami, juga bertemu para anggota bawahan dan semua kolega kami," ucap Sambo.
Sebelumnya, terdakwa Ferdy Sambo dituntut penjara seumur hidup dalam kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana seumur hidup," kata Jaksa saat saat sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa 17 Januari 2023.
Sambo dianggap telah merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir J di Jl Duren Tiga No 46, Kompleks Polri, pada 8 Juli 2022. Sehingga ia dijerat dengan pasal Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP terkait pembunuhan berencana.
Advertisement
Pertimbangan Jaksa
Dalam pertimbangannya, JPU juga menyampaikan hal yang memberatkan bagi Sambo dalam perkara tewasnya Brigadir J. Bahwa perbuatan Sambo mengakibatkan hilangnya nyawa dan duka yang mendalam bagi keluarganya Brigadir J.
Selain itu, JPU juga menganggap Mantan Kadiv Propam Polri itu selama persidangan berbelit-belit dan tidak mengakui perbuatannya ketika memberikan keterangan.
“Akibat perbuatan terdakwa menimbulkan keresahan dan kegaduhan yang luas di masyarakat, perbuatan terdakwa tidak sepantasnya dilakukan dalam kedudukannya sebagai aparatur penegak hukum dan petinggi Polri," ujar jaksa.
"Perbuatan terdakwa telah mencoreng institusi Polri di mata masyarakat Indonesia dan dunia internasional, perbuatan terdakwa telah menyebabkan banyaknya anggota Polri lainnya turut terlibat.”
Sementara untuk hal-hal yang meringankan untuk Terdakwa Ferdy Sambo, Jaksa menegaskan tidak ada.
"Hal-hal meringankan, tidak ada,” tegas JPU.
Reporter: Bachtiarudin Alam
Sumber: Merdeka