Liputan6.com, Jakarta - Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini mengecam dan menanggapi serius dugaan pelarangan jilbab dalam proses rekrutmen tenaga kesehatan di Rumah Sakit atau RS Medistra.
RS Medistra sendiri melalui manajemennya telah meminta maaf atas kasus dugaan pelarangan hijab dan berjanji melakukan pengawasan proses rekrutmen pegawainya.
Namun, Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini meminta manajemen RS Medistra bertanggung jawab penuh dan meminta Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan turun tangan memanggil manajemen dan menginvestigasi pelanggaran tersebut.
Advertisement
"Pertanyaan bersedia atau tidak melepas jilbab jika diterima bekerja ini melecehkan keyakinan agama Islam yang dijamin oleh konstitusi. Jika benar dugaan ini dilakukan oleh pihak RS Medistra maka yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran konstitusi Pasal 29 dan bisa disanksi oleh Pemerintah," ujar Jazuli Juwaini, melalui keterangan tertulis, Senin (2/9/2024).
Menurut Anggota DPR Dapil Banten ini, beragama dan beribadah sesuai keyakinan agamanya adalah HAM yang bukan hanya dilindungi, tetapi sangat dihormati di negara ini. Bahkan negara mengakuinya sebagai manifestasi sila pertama dan utama dasar negara Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.
"Siapapun dan pihak manapun tidak bisa melarang keyakinan seseorang untuk mengenakan jilbab sebagai pengamalan agama atas dasar dan alasan apapun. Jika itu dilakukan namanya intoleransi dan diskriminasi berdasarkan agama dan keyakinan. Hal itu harus dilawan di negara kita," terang Jazuli.
Anggota Komisi I DPR ini sebelumnya juga bersikap tegas dan keras ketika BPIP membuat aturan serupa yang meminta kesediaan Paskibraka melepas jilbabnya. Setelah viral akhirnya kebijakan itu dibatalkan.
"Stop praktek intoleran dan diskriminatif seperti ini karena pasti akan berhadapan dengan rakyat dan konstitusi negara. Sebaliknya, jaga kebhinekaan dan harmoni masyarakat dengan menghormatinya secara konsekuen," pungkas Jazuli.
Â
RS Medistra Minta Maaf
Sebelumnya, belum lama ini viral Rumah Sakit atau RS Medistra di Jakarta Selatan diduga melarang karyawan atau tenaga medis menggunakan hijab. Isu tersebut viral di sosial media setelah salah seorang dokter melayangkan surat protes ke rumah sakit.
Direktur Utama RS Medistra Agung Budisatria pun angkat bicara memberikan klarifikasi. Pertama-tama dia menyampaikan permohonan maaf.
"Manajemen RS Medistra menyampaikan permohonan maaf dan menyesali terjadinya kesalahpahaman dari proses interview yang dilakukan oleh salah satu karyawan kami," ujar Agung, mellaui keterangan tertulis, Senin (2/9/2024).
"Sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan, RS Medistra selalu patuh dan tunduk terhadap peraturan yang berlaku, dan berkomitmen untuk senantiasa menghargai keberagaman serta memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh karyawan tanpa memandang gender, suku, ras, agama dan golongannya (SARA)," sambung dia.
Selanjutnya, sambung Agung, RS Medistra telah memiliki peraturan kepegawaian yang mengatur tentang standar penampilan dan perilaku yang sama sekali tidak melarang penggunaan hijab bagi para pegawainya.
"Ketentuan sebagaimana diatas diterapkan dalam kegiatan sehari-hari di RS Medistra, di mana terdapat banyak dokter spesialis maupun karyawan (dokter umum, perawat, tenaga penunjang medis maupun tenaga non medis) yang menggunakan hijab saat bertugas," ucap dia.
Â
Advertisement
Lakukan Pembinaan Karyawan
Kemudian, Agung menegaskan, RS Medistra sangat menghormati dan menghargai atas semua perbedaan keyakinan, serta menjamin hak seluruh karyawan untuk beribadah sesuai keyakinan masing-masing, salah satunya adalah dengan menyediakan sarana beribadah yaitu masjid dan musala, serta menyelenggarakan kegiatan kerohanian.
Agung menambahkan, atas kesalahpahaman yang terjadi, saat ini manajemen telah mengambil tindakan tegas dengan memberikan peringatan dan pembinaan kepada karyawan dimaksud, serta tidak lagi mengikutsertakan yang bersangkutan dalam tim interview calon karyawan RS Medistra.
"Selanjutnya, kami berkomitmen untuk terus meningkatkan proses rekrutmen karyawan serta operasional rumah sakit agar dapat memberikan pelayanan terbaik bagi seluruh masyarakat," tutup Agung.
Â
Viral di Sosial Media
Sebelumnya, beredar di sosial media surat protes yang dibuat oleh Diani Kartini, dokter spesialis yang bekerja di rumah sakit tersebut. Isi dari dokumen itu menyinggung kebijakan penggunaan jilbab tenaga medis.
Awalnya, dokter Diani menanyakan bagimana standar cara berpakaian di RS Medistra Jaksel, sebab dirinya ditanyakan apakah bersedia melepas hijab jika diterima.
Sehingga, Dokter Diani menyayangkan RS Medistra yang berstandar internasional, namun masih RASIS dengan tidak memperbolehkan karyawan atau tenaga medisnya menggunakan hijab.
Adapun surat tersebut bernarasi sebagai berikut:
Yth. Manajemen RS Medistra
29 Agustus 2024
Selamat Siang para Direksi yang terhormat. Saya ingin menanyakan terkait persyaratan cara berpakaian di RS Medistra.
Beberapa waktu lalu, asisten saya dan juga kemarin kerabat saya mendaftar sebagai Dokter Umum di RS Medistra. Kebetulan keduanya menggunakan Hijab.
Ada pertanyaan terakhir di sesi wawancara. Menanyakan terkait performance dan RS Medistra merupakan RS Internasional, sehingga timbul pertanyaan Apakah bersedia membuka Hijab jika diterima.
Saya sangat menyayangkan jika di zaman sekarang mash ada pertanyaan RASIS. Dikatakan RS Medistra berstandar Internasional tetapi kenapa masih RASIS seperti itu?
Salah satu RS di Jakarta Selatan, jauh lebih ramai dari RS Medistra, memperbolehkan semua pegawai (baik Perawat, Dokter Umum, Spesialis dan SubSpesialis menggunakan hijab).
Jika RS Medistra memang RS untuk golongan tertentu, sebaiknya jelas dituliskan saja kalau RS Medistra untuk golongan tertentu sehingga jelas siapa yang bekerja dan datang sebagai pasien.
Sangat disayangkan sekali dalam wawancara timbul pertanyaan yang menurut pendapat saya adalah RASIS.
Apakah ada STANDAR GANDA cara berpakaian untuk Perawat, Dokter Umum, Dokter Spesialis dan SubSpesialis di RS Medistra??
Terima Kasih atas perhatiannya.
Hormat Saya,
dr. Diani Kartini, SpB., Subsp.Onk(K)
Advertisement